Suara.com - Mendekati perayaan Natal, umat Islam dibingungkan dengan perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.
Ada sebagian ulama memperbolehkan umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada saudara Kristiani. Namun, sebagian ulama lainnya ada yang mengharamkan hukum mengucapkan selamat Natal.
Dua pendapat ulama tersebut membuat umat Islam dibuat bingung, pendapat ulama mana yang harus diikuti. Lantas, bagaimana cara menyikapi perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal?
Tak Tercantum di Al-Qur'an dan Hadis
Baca Juga: Apa Hukum Mengucapkan Selamat Natal dalam Islam?
Melansir dari NU Online, tidak ada satupun ayat di dalam Al-Qur'an maupun hadis yang menjelaskan secara tegas hukum mengucapkan selamat Natal.
Oleh karenanya, persoalan mengucapkan selamat Natal masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi yang berlaku kaidah "Permasalahan yang masih diperdebatkan tidak boleh diingkari (ditolak), sedangkan permasalahan yang sudah disepakati boleh diingkari".
Atas dasar itu, para ulama yang mengharamkan maupun membolehkan mengucapkan selamat Natal hanya berpegang pada generalitas atau keumuman ayat dan hadis yang mereka yakini berkaitan dengan permasalahan ini.
Sehingga, tidak heran ada perbedaan pendapat dalam memandang hukum mengucapkan selamat Natal.
Haram Mengucapkan Selamat Natal
Baca Juga: Pro Kontra Ucapan Selamat Natal di Sulawesi Selatan, Hari Ini MUI Sulsel Tentukan Sikap
Sebagian ulama yang mengharamkan hukum mengucapkan selamat Natal berpedoman pada surat Al-Furqan ayat 72 yang artinya sebagai berikut.
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya".
Selain itu, ulama yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal juga berpegang pada hadis Ibnu Umar yang artinya, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut". (HR. Abu Daud, nomor 4031).
Boleh Mengucapkan Selamat Natal
Para ulama yang memperbolehkan mengucapkan selamat Natal mengacu pada Surat Al Mumtahanah ayat 8 yang artinya, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".
Selain itu, ulama memperbolehkan juga mengacu pada hadis riwayat Anas bin Malik yang artinya sebagai berikut.
"Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: “Masuk Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata:‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).” Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar seraya bersabda: 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka'" (HR Bukhari, No. 1356, 5657)
Cara Menyikapi Perbedaan
Adanya perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal membuat tidak ada hukum mutlak bagi persoalan tersebut. Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh menjadikan perbedaan yang ada sebagai penyebab terjadinya konflik dan perpecahan.
Pasalnya, persoalan ini tidak tercantum secara jelas dan tegas di dalam Al-Qur'an maupun hadis, sehingga menimbulkan banyak asumsi.
Baik pihak yang mengharamkan maupun memperbolehkan diharapkan tidak mengklaim pendapatnya paling benar dan pendapat lainnya salah.
Apapun pilihan yang diambil, mengharamkan atau memperbolehkan mengucapkan selamat Natal, sebaiknya kita saling menghormati pilihan orang lain tanpa memaksakan pilihan kita.
Demikian sedikit penjelasan mengenai cara menyikapi perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal. Semoga bermanfaat!