Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan fakta baru terkait kematian Jurkarni, advokat yang tewas dibacok saat melawan penambangan ilegal di wilayah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan pada 22 Oktober 2021 lalu.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, sekaligus Komisioner Mediasi Komnas HAM RI, Hairansyah Akhmad mengatakan, terduga pelaku penyerangan terhadap Jurkarni berjumlah 10 orang.
"Berdasarkan serangkaian proses pemantauan dan penyelidikan, Komnas HAM menemukan sejumlah fakta bahwa jumlah terduga pelaku penyerangan lebih dari 10,” kata Hairansyah saat konferensi pers daring, Rabu (15/11/2021).
Hairansyah juga mengatakan penyerangan terhadap Jurkarni diduga kuat telah direncanakan sebelumnya.
Baca Juga: Tewas Dibacok, Jejak Jurkani jadi Simbol Perjuangan Rakyat Kalsel Lawan Tambang Ilegal
“Diduga kuat penyerangan sudah ditargetkan (targeted attack),” ujarnya.
Di samping itu, selain adanya penargetan, Komnas HAM menemukan adanya upaya untuk menghilangkan barang bukti.
“Diduga dilakukan secara sadar serta ada upaya penghilangan barang bukti oleh para terduga pelaku,” ungkap Hairansyah.
Atas sejumlah temuan ini Komnas HAM mengirim surat ke Polda Kalimantan Selatan untuk dimintai keterangannya.
“Terkait konstruksi peristiwa penyerangan terhadap Alm Jurkani mengingat ada sejumlah perbedaan antara temuan Komnas HAM dengan pihak kepolisian, salah satunya seperti telah beredar dalam sejumlah media bahwa penyerangan dilakukan oleh pelaku dengan kondisi mabuk,” kata Hairansyah.
Baca Juga: Jejak Jurkani Dibunuh karena Lawan Tambang Ilegal: Dicegat, Dihujani Batu hingga Dibacok
Kemudian, Komnas HAM meminta agar Polda Kalimantan Selatan bekerja secara profesional dan akuntafel dalam mengungkap kasus ini.
“Termasuk memberikan perhatian serius atas pengungkapan kasus ini dan mencermati sejumlah temuan Komnas HAM,” tegas Hairansyah.
Desakan Cari Aktor Intelektual
Anggota tim advokasi JURKANI, Muhamad Raziv Barokah,Raziv mengatakan, kasus penyerangan yang mengakibatkan Jurkani tewas kekinian ditangani oleh Polres Tanah Bumbu. Bahkan, kepolisian telah mengungkap bahwa motif penyerangan terhadap Jurkani karena ada kesalahpahaman.
Dalam kasus ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua orang itu disebutkan dalam kondisi mabuk, kemudian ada kesalahpahaman dan terjadi pembacokan terhadap Jurkani.
"Inilah yang kami ingin buktikan bahwa itu sama sekali dalil yang tidak logis dan tidak benar," kata Raziv.
Raziv melanjutkan, pihaknya juga mendorong agar kasus pembacokan terhadap Jurkani tidak berhenti pada pelaku lapangan saja. Merujuk pada informasi yang dihimpun tim advokasi JURKANI, ada sekitar 20 sampai 30 orang yang melakukan pengepungan terhadap Jurkani.
Atas hal itu, lanjut Raziv, yang seharusnya dibuktikan adalah kasus pembacokan terhadap Jurkani bukan masalah salah paham sebagaimana yang disebutkan oleh polisi. Kematian Jurkani, kata Raziv, adalah upaya pembungkaman terhadap advokat yang berjuang melawan penambangan ilegal.
"Bahwa untuk mencari, mendapatkan aktor intelektual. Karena peristiwa ini tidak hanya Jurkani saja, sebelum-sebelumnya juga sudah banyak sekali kasus-kasus kriminalisasi, intimidasi, bahkan pembunuhan akibat konflik agraria dan sumber daya ini," imbuh Raziv.