Suara.com - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme, Munarman berpendapat jika penetapan tersangka terhadap dirinya cacat hukum. Bahkan,dia meminta agar penetapan status tersangka tersebut harus dibatalkan.
Hal tersebut disampaikan Munarman dalam sidang lanjutan dengan agenda eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (15/12). Atas penetapan status tersangka itu, Munarman berpendapat jika hal itu patut masuk rekor dunia.
"Sungguh hebat, luar biasa dan patut diusulkan untuk masuk Guinness World of Record cara kerja dalam penetapan saya sebagai tersangka tersebut," kata Munarman.
Munarman berpendapat, penetapan status tersangka itu tidak didukung dengan alat bukti yang cukup. Hal itu, kata dia, hanya berdasar pada satu alat bukti berupa penggiringan opini.
Baca Juga: Jalani Sidang Terorisme, Munarman Sebut Presiden Hingga Kepala BNPT Hadiri Acara 212
"Hanya bermodalkan penggiringan opini dari para napi dan tersangka yang ditunjuk dan disembunyikan, lalu disebarkan ke berbagai media massa," sambungnya.
Munarman melanjutkan, penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PPU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 1945, dan Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Penetapan tersangka terhadap saya adalah cacat hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka tersebut harus dibatalkan," imbuh Munarman.
Sebelumnya, Munarman didakwa merencanakan dan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan tindak pidana terorisme yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (8/12/2021).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan, jaksa menyebut bahwa Munarman pada medio 2015 terlibat dalam serangkaian kegiatan di beberapa tempat. Misalnya pada 24 dan 25 Januari 2015 dan beberapa kesempata di tahun yang sama.
Baca Juga: Rudi S Kamri Bongkar Siasat Munarman Terhadap FPI Baru
JPU menyebut, Munarman terlibat kegiatan, misalnya di Sekretatiat FPI Makasar, Markas Daerah FPI Laskar Pembela FPI Makassar, dan Pondok Pesantren Aklaqul Quran Makassar. Selain itu, di Aula Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Serangkaian agenda yang dihadiri Munarman itu, lanjut jaksa, dimaksudkan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas. Bahkan, menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain.
JPU, dalam surat dakwaan yang dibacakan turut membeberkan cara-cara Munarman merencanakan dan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. JPU menyebut, Munarman, mengaitkan kemunculan kelompok teroris ISIS di Suriah untuk mendeklarasikan setia kepada Abu Bakar al-Baghdadi selaku Pimpinan ISIS pada 2014.
JPU melanjutkan, propaganda ISIS juga berhasil mempengaruhi beberapa kelompok di Indonesia. Misalnya pada sekitar tanggal 6 juni 2014 bertempat di gedung UIN Syarif hidyaatullah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Atas perkara ini, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.