Suara.com - Kembalinya kekuasaan atas Afghanistan ke tangan Taliban berpotensi meningkatkan kepercayaan diri kelompok radikal, termasuk di Indonesia, kata pengamat terorisme Amir Mahmud.
Kelompok radikal di Indonesia cenderung berkiblat pada Taliban dan memiliki ciri yang sama untuk merebut kekuasaan, katanya.
Salah satu cara yang disebutkan Amir menciptakan konflik.
"Saya khawatir kelompok-kelompok inilah akhirnya merayap membuat jaringan-jaringan, baik itu dengan media-media yang ada ataupun dengan di kehidupan masyarakat secara riil sehingga akhirnya ini menjadi konflik."
Taliban muncul setelah pasukan Uni Soviet menarik diri dari Afghanistan pada 1990-an.
Meski baru, kekuatan Taliban besar dengan dukungan negara asing, salah satunya Pakistan yang mengirimkan struktur militer serta senjata.
Taliban juga kerap disebut kelompok sakit hati karena tiga faksi besar sebelumnya, Jemaat Islami, Itihad Islami, dan Hedzi Islami bersatu membentuk sebuah kenegaraan.
Taliban tidak melihat nilai-nilai idealisme dari tiga faksi tersebut pasca bergabung menjadi satu.
Taliban, kata Amir, bertahan selama 20 tahun dengan menggunakan kekerasan.
Baca Juga: Buku Harian Rahasia Perempuan Afghanistan Setelah Taliban Berkuasa
"Apa yang dilakukan Taliban dari masa berdirinya Taliban munculnya Taliban kemudian sampainya dia itu pernah berhasil masa lima tahun pada saat itu, kemudian dia hancur lagi kemudian sekarang 20 tahun itu bergeriliya dengan kekerasan, faktanya sudah ada," kata Amir.