Kritisi DPR Ubah Tatib Demi Ibu Kota Negara Baru, Ray Rangkuti: Aneh Keliru!

Senin, 13 Desember 2021 | 16:20 WIB
Kritisi DPR Ubah Tatib Demi Ibu Kota Negara Baru, Ray Rangkuti: Aneh Keliru!
Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti dan Koordintor Formappi Lucius Karus dalam diskusi bertajuk 'Demi Ibu Kota Negara: Rusak Sistem Negara' pada Senin (13/12/2021). [Tangkapan Layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk mengubah Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR terkait jumlah keanggotaan dalam panitia khusus (pansus) demi mengakomodasi jumlah anggota Pansus Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) menuai kritikan.

Keputusan tersebut disayangkan, karena tak melibatkan partisipasi rakyat.

"Subtansi kritikan kita terkait dengan tata cara DPR mengubah Tata Tertib karena Tata Tertib dianggap bertentangan dengan proses pembuatan undang-undang kan ini aneh," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti dalam diskusi bertajuk 'Demi Ibu Kota Negara: Rusak Sistem Negara', Senin (13/12/2021).

Ray mengatakan, yang terjadi di DPR kekinian terkait dengan pembahasan RUU IKN justru proses pembuatan UU yang menguji adanya tatib, bukan justru sebaliknya.

Menurutnya, adanya tatib harus menguji setiap proses pembuatan UU di DPR.

"Nah, artinya nggak penting tatibnya, tapi prosesnya yang peting sehingga kalau dianggap diuji di masa yang akan datang kalau begitu Tatib di lain waktu bisa diubah. Itu lah kira-kira," ungkapnya.

Ray menilai, kekinian adanya peraturan Tatib DPR dianggap semata-mata hanya milik 575 anggota dewan yang ada. Hal tersebut menurutnya keliru.

"Jadi kalau mereka harus merasa diubah mereka bakal ubah. Kalau Tatib ini dianggap menghalang-halangi mereka membuat aturan, aturan yang diubah tatibnya diubah bukan proses pembuatan uu-nya yang diubah. Itu kelirunya," tuturnya.

Lebih lanjut, Ray mengatakan, seharusnya pembuatan atau perubahan peraturan Tatib DPR harus mereferensikan suara rakyat atau publik.

Baca Juga: Dua Wakil Benua Etam di DPR RI Masuk Anggota Pansus RUU IKN, Untuk Apa?

"Jadi bukan milik mereka, karena itu milik rakyat Indonesia justru itu pembuatannya prosedur perubahannya, prosedur penetapannya harus melibatkan rakyat Indonesia. Entah itu di tatib-nya entah itu di kode etiknya apalagi diundang-undangnya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI