Kisah Transgender Mesir: Saya Membantu Menyelamatkan Orang Transgender

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 13 Desember 2021 | 15:37 WIB
Kisah Transgender Mesir: Saya Membantu Menyelamatkan Orang Transgender
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - "Saya merasa mereka membutuhkan seorang ibu, mereka membutuhkan harapan."

Iman Le Caire tersenyum ketika membaca daftar nama orang-orang transgender yang dibantu untuk melarikan diri dari penganiayaan selama pandemi virus corona.

Yang pertama adalah Ritaj, seorang transgender muda di Yaman yang "sakit secara mental dan fisik," setelah dijatuhi hukuman 100 kali cambukan atas tuduhan homoseksualitas dan dihukum dipenjara.

Menurut hukum Yaman, jika Ritaj telah menikah pada saat itu dan dinyatakan bersalah melakukan tindakan homoseksual, dia bisa dirajam sampai mati.

Baca Juga: Profil DJ Katty Butterfly, Dikira Transgender hingga Putuskan Mualaf

Baca juga:

Sebagai sesama transgender, yang telah lolos dari situasi mengerikan di Mesir, Iman mengatakan dia tidak bisa lagi berdiam diri sementara penderitaan ini terus berlangsung "di balik pintu tertutup".

"Saya pernah di masa itu, saya mengalami rasa sakit yang sama. Keluarga meludahi kami dengan ludah yang sama," kata Iman.

Selama berbulan-bulan, Ritaj dan Iman berbicara di telepon, menyiapkan dokumen untuk melarikan diri.

Mereka juga memulai halaman GoFundMe untuk membiayai proses hukum Ritaj, dengan bantuan Aliyah, aktivis perempuan trans lainnya.

Baca Juga: Sempat Berlakukan UU Sterilisasi pada Transgender, Pemerintah Belanda Minta Maaf

Ritaj tahu dia harus, dalam kata-kata Iman, "menghancurkan diri" dan tampil maskulin.

Sehingga, tidak ada yang akan menanyainya selama langkah pertama pelariannya yang berani, menempuh perjalanan selama 36 jam dan penerbangan ke Kairo.

Dari sana, seorang pengacara imigrasi akan membantu mengajukan kasusnya ke konsulat Prancis, yang berarti dia dapat diterbangkan dengan visa kemanusiaan ke Prancis, di mana dia memulai hidup baru.

"Banyak orang LGBT di negara-negara Arab saat ini berada di penjara tanpa ada yang membantu mereka," kata Ritaj.

"Banyak yang ditelantarkan oleh keluarga mereka, tidak dapat menemukan pekerjaan dan menjadi tunawisma hanya karena mereka LGBT. Pemerintah perlu menetapkan undang-undang untuk melindungi mereka."

Terisolasi dengan keluarga yang membenci

Masih banyak negara di mana transgender - mengingat identitas gender seseorang berbeda dari jenis kelamin yang mereka daftarkan saat lahir - sangat distigmatisasi.

Amnesty International memperingatkan bahwa situasi menjadi sangat buruk selama pandemi, dengan banyak orang transgender "terisolasi dengan anggota keluarga yang bermusuhan" dan tidak dapat mengakses layanan kesehatan atau dukungan yang lebih luas.

"Krisis selalu buruk, tetapi pandemi memperburuknya. Ada kejahatan yang dilakukan terhadap transgender," jelas Iman.

"Bagaimana Anda bisa tinggal di negara di mana keluarga dan pemerintah tidak menginginkan Anda di sana?"

Perasaan yang sangat dia kenal. Tumbuh sebagai anak laki-laki di pedesaan Mesir, Iman selalu tahu di dalam dirinya, bahwa dia adalah seorang perempuan.

Dia mengatakan, telah dilecehkan karena berperilaku feminin, dituduh memiliki "setan wanita" di dalam dirinya.

Dia menggambarkan masa kecilnya sebagai masa yang brutal dan tak kenal ampun.

Sejak usia delapan tahun, dia diperkosa selama dua tahun oleh seseorang yang dekat dengan keluarga, katanya, sebuah rahasia umum yang mengarah pada serangan seksual lebih lanjut di tangan orang lain.

Rasa malu dan aib yang melekat pada keluarga itu begitu besar, katanya, yang memuncak dengan dia ditikam di dada, sebelum saudara perempuannya turun tangan dan membawanya ke rumah sakit.

Ketika dia kemudian beralih (trans), saudara perempuannya - Iman - yang berperan penting dalam menyelamatkan hidupnya.

Menari menjadi cara untuk memerangi kecemasannya, dan bekerja di pertunjukan di gedung Opera Kairo awalnya tampak seperti kesempatan untuk memulai kembali.

Meskipun tidak dapat mengaku sebagai transgender, Iman punya pacar laki-laki dan mengatakan bahwa sebagai orang LGBTQ terkenal, dia menjadi sasaran tanpa henti oleh polisi dengan tuduhan palsu.

Takut akan hidupnya, dia pergi dengan visa turis ke New York, dan mengajukan permohonan suaka.

Sendirian di kota baru, dia mengalami depresi dan mulai menggunakan narkoba sebelum bertemu calon suaminya Jean-Manuel dan secara fisik bertransisi menjadi seorang perempuan di usia tiga puluhan.

Kebangkitan politik

Setelah melalui banyak hal, Iman memutuskan untuk tidak menonjolkan diri dan berkonsentrasi pada pekerjaannya sebagai artis pertunjukan.

Tetapi kebangkitan politik datang melalui kematian George Floyd pada Mei 2020 dalam protes Black Lives Matter.

Iman mengatakan "maskulinitas beracun" yang memicu masalah mengingatkannya pada cara dia diperlakukan di Mesir.

"Dan kemudian tiba-tiba pandemi terjadi. Saya sangat takut. Saya keluar untuk memprotes dan saya menemukan kesembuhan saya, mereka berjuang untuk kehidupan kulit hitam dan kehidupan trans."

Beberapa minggu kemudian, Iman semakin termotivasi dengan peristiwa bunuh diri Sarah Hegazy, seorang lesbian berusia 30 tahun, yang telah dipenjara karena mengibarkan bendera pelangi di sebuah konser - sebagai perlawanan atas tindakan keras Mesir terhadap hak-hak LGBT.

Sarah Hegazy tinggal di Kanada setelah diberikan suaka, tetapi telah mengalami stres pascatrauma dan depresi setelah disiksa di penjara, menurut laporan dari Amnesty International.

"Dia tidak bisa menerimanya. Dan saya berhubungan dengannya, setelah berada di penjara di Mesir, saya tahu apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang," kata Iman.


Transgender yang tinggal di Timur Tengah

Oleh Nada Menzalji - Women's Affairs Reporter, BBC Arabic

Di Timur Tengah, orang-orang LGBTQ+ sering distigmatisasi, menjadi sasaran pelecehan dan kekerasan berdasarkan seksualitas dan identitas gender mereka, seringkali di tangan keluarga mereka sendiri.

Bagi orang trans, hidup bisa sangat berbahaya. Menjadi trans sering dianggap "tidak bermoral", dan orang transgender sering dianggap sebagai "penjahat atau penghujat".

Menurut laporan Human Rights Watch tahun 2020, transgender di wilayah tersebut sering dianggap sebagai laki-laki gay.

Mereka menjadi sasaran untuk alasan yang sama dan dituntut dengan tuduhan luas yang sama yaitu "memiliki hubungan badani yang bertentangan dengan tatanan alam" atau "meniru perempuan."

Hukuman untuk seks gay berupa penjara di negara-negara seperti Suriah, hingga hukuman mati dalam beberapa kasus di Yaman dan Arab Saudi.

Transisi gender juga merupakan proses berat bagi orang-orang transgender di sini.

Baca juga

Menurut undang-undang di sebagian besar negara-negara Arab, persetujuan dari komite yang terdiri dari dokter dan ulama harus diperoleh, tetapi pembedahan hanya dianggap untuk memperbaiki cacat lahir pada organ reproduksi seseorang.

Beberapa memilih untuk bertransisi secara diam-diam, membahayakan hidup mereka lewat operasi lokal yang tidak memenuhi standar medis.

Tetapi bahkan setelah transisi, untuk mendapatkan kartu identitas penduduk yang mencerminkan nama dan jenis kelamin pria atau perempuan trans yang sesuai sangat mustahil di sebagian besar dunia Arab.


Berjuang ke jalan

Selama demonstrasi Black Lives Matter, Iman berpartisipasi dalam demonstrasi di Brooklyn Liberation March, yang melihat 15.000 orang berkumpul di depan museum Brooklyn untuk menuntut keselamatan bagi orang-orang transgender kulit hitam.

Foto-foto Iman saat pawai membuat Ritaj menghubunginya dan menjadi kasus pertamanya.

Sejak itu ada banyak orang lain yang meminta bantuannya, terutama dari Timur Tengah, tetapi juga ada dari negara-negara berisiko lainnya seperti Jamaika.

Iman akhirnya bergabung dengan sebuah organisasi bernama TransEmigrate, yang memberikan dukungan logistik bagi mereka yang mencoba pindah ke negara yang lebih aman, sebelum mendirikan organisasi sejenis, bernama Trans Asylias, yang membantu orang-orang transgender yang teraniaya mengajukan suaka.

Dia memberikan saran, membantu memeriksa aplikasi, menjaga semangat mereka dengan panggilan video reguler dan mengumpulkan uang untuk relokasi mereka.

Sayangnya, kata Iman, untuk setiap orang trans atau non-biner yang telah dapat meninggalkan negaranya, lebih banyak lagi yang masih hidup dalam ketakutan akan penganiayaan dan kematian.

Impian utamanya adalah membangun komunitas "dengan rumah-rumah yang bagus dan ruang hijau dan dokter, di mana semua trans dan [gender] non-konformis yang telah menghadapi semua hal mengerikan ini akan mendapatkan perawatan dan menjadi lebih baik, seperti ketika orang merawat saya".


BBC 100 Women memilih 100 perempuan berpengaruh dan inspiratif di seluruh dunia setiap tahun. Ikuti BBC 100 Women di Instagram, Facebook, dan Twitter. Bergabunglah dengan percakapan menggunakan #BBC100Women.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI