Anggota Parlemen Perempuan Afghanistan Lari dari Taliban, di Mana Mereka?

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 13 Desember 2021 | 11:09 WIB
Anggota Parlemen Perempuan Afghanistan Lari dari Taliban, di Mana Mereka?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah Taliban menguasai Afghanistan, para anggota parlemen perempuan di negara itu harus mengamankan diri seperti ribuan warga lainnya.

BBC menemukan fakta bahwa 60 dari 69 anggota parlemen perempuan Afghanistan sekarang berada di berbagai negara.

Walau berada jauh dari negara mereka, banyak di antara anggota parlemen perempuan itu ingin terus memperjuangkan hak-hak perempuan Afghanistan.

Mashid (bukan nama sebenarnya) bersembunyi tak lama setelah Taliban mengambil alih pemerintahan. Mashid terus berpindah tempat sejak saat itu. Dia tidak pernah tidur di sebuah rumah yang sama dalam dua malam berturut-turut.

Baca Juga: Buku Harian Rahasia Perempuan Afghanistan Setelah Taliban Berkuasa

Mashid tidak ingin mengambil risiko membawa keluarganya ke bandara Kabul. Pada hari-hari terakhir tenggat pasukan asing berada di Afghanistan, bandara itu dipenuhi banyak orang. Bandara itu kacau dan lebih dari satu ledakan terjadi di sana.

Tidak ada jalan keluar yang mudah dari negara itu. "Pintu Afghanistan ditutup," katanya.

Namun dua minggu lalu, setelah tiga bulan bersembunyi, Mashid memutuskan naik bus bersama anak-anaknya. Dia mengenakan burka untuk menutupi wajahnya sepenuhnya.

Tujuan pertama mereka adalah Herat, kemudian menuju ke perbatasan Iran.

"Taliban tidak memaksa perempuan untuk memperlihatkan wajah mereka yang tertutup," ujarnya.

Baca Juga: Jerman Siap Tampung 25 Ribu Jiwa Warga Afghanistan yang Terancam Taliban

Jika milisi Taliban mengenalinya di pos pemeriksaan, Mashid pasti akan ditahan. Namun Mashid yakin, para pimpinan Taliban tidak akan mengira mengharapkan seorang anggota parlemen mengenakan burka.

"Mereka berpikir bahwa semua politikus dan aktivis perempuan Afghanistan telah dievakuasi," tuturnya.

Setelah 10 hari perjalanan melalui Iran, Mashid sekarang berada di Turki. Meski begitu dia tidak ingin menetap di negara itu. Dia khawatir otoritas Turki tidak akan mengizinkannya aktif melakukan aktivitas politik.

Mashid ingin terus bersuara tentang "horor" yang sekarang dihadapi perempuan, baik dewasa maupun anak-anak, di Afghanistan. Dia ingin mendorong perubahan.

Untuk saat ini Mashid menyembunyikan identitasnya untuk melindungi kerabat yang masih tinggal di Afghanistan.

BBC mengetahui bahwa sembilan dari total 69 anggota parlemen perempuan Afghanistan tetap berada di negara itu, meski tinggal dalam persembunyian.

Tidak seperti Mashid, mayoritas dari anggota parlemen perempuan itu berhasil mendapatkan kursi dalam penerbangan evakuasi.

Sebanyak 46 anggota parlemen itu sekarang berada di Eropa. Kebanyakan tinggal di Yunani, Albania, dan Turki.

Sisanya mengungsi di belasan negara, dari Australia hingga Qatar. Serina (juga bukan nama sebenarnya) diterbangkan ke Jerman bersama suaminya dan bayinya yang berusia tiga bulan.

Sebelum meninggalkan Afghanistan, dia mengidap TBC. Sekarang dia menjalani perawatan antibiotik. Dia tinggal di kamp pencari suaka.

Serani berkata, dia tidak pernah membayangkan harus meninggalkan negaranya. Dia merasa tersesat di benua yang belum pernah dia kunjungi, di negara yang tidak dia pahami bahasanya.

"Saya telah melalui hari-hari yang pahit dan saya masih dalam situasi yang buruk. Namun setiap kali saya diingatkan akan masalah yang dialami setiap warga Afghanistan sekarang, saya melupakan rasa sakit saya," katanya.

Baca juga:

Tidak ada opsi untuk kembali ke Afghanistan, kata Serani. Dia hanya menunggu sampai dia, suami, dan bayinya dipindahkan ke kota di Jerman untuk memulai kehidupan mereka lagi.

Mereka akan melakukan apa pun yang mereka bisa untuk mempertahankan keterikatan dengan tanah air yang mereka tinggalkan.

"Saya dibesarkan dalam perang dan kesengsaraan," ujarnya.

"Namun saya akan membesarkan anak saya dalam budaya, adat istiadat, dan perasaan yang sama dengan tanah air saya."

Banyak anggota parlemen perempuan Afghanistan ingin mengungsi ke Kanada. Pemerintahan negara itu sempat menyatakan bersedia menerima 5.000 warga Afghanistan.

Namun di mana pun mereka berakhir, sebagian besar anggota parlemen, seperti Mashid, ingin terus memperjuangkan hak-hak perempuan.

Salah satu idenya adalah membentuk parlemen perempuan di pengasingan. Tujuannya, kata dia, untuk menyuarakan pelanggaran hak-hak perempuan untuk di Afghanistan, sembari terus menekan Taliban.

Ini adalah ide yang dilontarkan oleh salah satu kelompok sipil yang turut mengatur evakuasi anggota parlemen perempuan dari Afghanistan. Gagasan itu telah diadopsi dengan antusias oleh beberapa anggota parlemen Afganistan yang kini di Eropa.

Terlalu dini untuk mengatakan apakah gagasan itu akan terwujud. Shinkai Karokhail adalah salah satu yang menyokong ide tersebut.

Dia menjabat duta besar Afghanistan untuk Kanada, sebelum kemudian terpilih menjadi anggota parlemen. Dia sekarang dia tinggal di sebuah kota di pinggiran Toronto dan mencari suaka di negara itu.

"Provinsi saya jatuh ke tangan Taliban pagi hari itu dan presiden saya mundur pada sore harinya," kata Karokhail menggambarkan perubahan kekuasaan di Afghanistan pada 15 Agustus lalu.

"Tidak ada yang mengejutkan saya di penghujung hari itu," ucapnya.

Shinkai Karokhail adalah salah satu pendorong pengesahan undang undang tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan Afghanistan. Kini dia meminta setiap anggota parlemen perempuan di negaranya untuk mengesampingkan perbedaan, jika mereka ingin mencapai tujuan yang sama.

"Semua orang mewakili bagian yang berbeda dari Afghanistan, dengan prioritas yang berbeda dan kepentingan politik yang berbeda, tapi sekarang kami telah kehilangan segalanya," ucapnya.

"Semua perbedaan yang kami miliki, kami telah kehilangannya. Saya pikir inilah saatnya untuk menyadari bahwa satu-satunya hal yang penting sekarang adalah menyelamatkan negara, mendukung rakyat dan memberikan suara bagi perempuan," kata Karokhail.

Di sebuah rumah kecil di luar Amsterdam, Belanda, Elay Irsyad sedang menyiapkan makan siang tradisional Afghanistan. Dia sulit menemukan semua bahan di swalayan lokal. Dia merasa harus menyiapkan makanan khas tanah airnya secara tepat.

"Ini mengingatkan saya pada orang-orang saya, mereka yang tidak cukup makan, dan beberapa dari mereka, yang tidak punya makanan sama sekali," katanya.

Elay Irsyad bukan anggota parlemen Afghanistan baru. Dia sudah menjadi anggota parlemen selama lebih dari satu dekade dan kemudian menjabat sebagai juru bicara Presiden Ashraf Ghani.

Taliban membekukan rekening banknya, tapi dia tidak merasa perlu untuk bersembunyi. Dia terbang ke luar negeri dengan penerbangan komersial, September lalu.

Dia sekarang bersiap untuk kembali ke Afghanistan. Dia berharap mendapatkan perlindungan dari kenalannya di Taliban.

Dia skeptis tentang gagasan membuat perubahan untuk Afghanistan dari luar negeri.

"Tidak mungkin bekerja dari negara lain atau dari luar negeri. Kami harus berada di dalam Afghanistan" katanya.

"Solusinya adalah tinggal di Afghanistan dan kami harus menemukannya di Afghanistan."

Dia berencana bekerja sama dengan LSM internasional untuk membuka sekolah untuk anak perempuan. Dia ingin mengadvokasi hak perempuan atas pendidikan.

"Saya akan melakukannya bahkan jika itu harus terwujud di bawah pemerintahan Taliban", katanya.

"Jika kamu lari dari masalah, masalah itu akan ada selamanya."

---

Ahmad Khalid berkontribusi untuk laporan ini

BBC 100 Womenmenyeleksi 100 perempuan berpengaruh dan inspiratif dari seluruh dunia setiap tahun. Ikuti BBC 100 Women di Instagram, Facebook, dan Twitter. Bergabunglah dengan percakapan menggunakan #BBC100Women.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI