Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga saat ini belum dilibatkan dalam proses penggodokan Rancang Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR).
Wakil Ketua Komnas HAM, Amiruddin, sekaligus Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat meminta pemerintah terbuka terkait RUU tersbeut.
“Sampai hari ini Komnas HAM belum pernah dimintai pandangan dan diajak berbicara secara formal untuk menyusun draft RUU KKR tersebut. Padahal Komnas HAM sudah seharusnya dilibatkan sejak dari awal,” kata Amiruddin dalam keterangan tertulisnya Sabtu (11/12/2021).
Amiruddin kemudian mengimbau jangan sampai RUU KKR disusun secara sepihak.
“Yang kemudian hari mendatangkan penolakan. Sebab, di masa lalu yaitu tahun 2006, Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan UU KKR yang telah disahkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Di samping harus melibatkan Komnas HAM, Amiruddin juga meminta agar pemerintah melibatkan para korban atau keluarga korban pelanggaran HAM berat.
“Pemerintah harus terbuka sedari awal dalam menyusun draf RUU KKR tersebut serta melibatkan banyak pihak, terutama perwakilan keluarga korban dan korban,” ungkapnya.
KKR kata dia, sangat penting. Sebab menjadi mekanisme penyelesaian di luar pengadilan untuk pelanggaran HAM yang berat.
“Dunia telah mengenal mekanisme ini sejak lama. Dan sudah ditempuh di berbagai negara, seperti Afrika Selatan dan Korea Selatan, serta beberapa negara di Amerika Latin setelah pemerintahan-pemerintahan otoriter jatuh di negara-negara tersebut oleh gerakan demokratisasi,” ujar Amiruddin.
Baca Juga: Bahas Alih Status 35 PTNB, Komnas HAM Panggil Kemenpan-RB
“Sampai hari ini, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat melalui proses non-yudisial selalu menjadi wacana pemerintah dari tahun ke tahun. Ada baiknya pemerintah berhenti berwacana, dan mulai menunjukan langkah dan konsep yang jelas tentang apa yang dimaksud langkah non-yudisial itu,” kata dia.