Lontarkan Kritik soal Gelaran Pemilu Serentak 2024, Arief Poyuono: Ngawur dan Biaya Mahal

Aprilo Ade Wismoyo Suara.Com
Sabtu, 11 Desember 2021 | 14:32 WIB
Lontarkan Kritik soal Gelaran Pemilu Serentak 2024, Arief Poyuono: Ngawur dan Biaya Mahal
Arief Poyuono (YouTube/NajwaShihab).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Politisi partai Gerindra, Arief Poyuono menyampaikan kritik tajam terkait gelaran pemilu serentak di tahun 2024 mendatang.

Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Arief Poyuono secara blak-blakan mengatakan pemilu serentak yang akan digelar pada 2024 menurutnya inkonstitusional.

"Sebab, suara atau kursi parpol yang mengusung Capres dan Cawapres mengunakan hasil pemilihan legislatif (pileg) sebelumnya," jelas Arief Poyuono, Jumat (10/12/2021).

Lebih lanjut Arief menjelaskan bahwa ada banyak masyarakat yang saat pileg sebelumnya belum memiliki haknya untuk menyalurkan suara.

Baca Juga: Yakin Ada Tokoh Baru, Arief Poyuono Sebut Ganjar, Anies, dan Prabowo Tak Jadi Presiden

"Misal Pileg 2019 belum memiliki hak pilih dan pada pemilu 2024 punya hak pilih kehilangan haknya mengusung Capres dan Cawapres," ungkapnya.

Ilustrasi pemilu (123rf)
Ilustrasi pemilu (123rf)

Menurut Arief Poyuono, hasil suara masyarakat yang diberikan pada partai politik saat pemilu 2019 memengaruhi capres dan cawapres yang akan diusung.

Sementara itu, menurut Arief Puyuono, masyarakat yang belum memiliki hak pilih pada Pileg 2019 jumlahnya mencapai puluhan juta dan baru akan mempunyai hak pilih pada Pemilu 2024 nanti.

"Misalnya saja masyarakat yang saat pemilu 2019 baru tepat berumur 12 tahun dan kurang dari 17 tahun," ucapnya.

Disamping itu, apabila pencapresan didasarkan pada hasil pemilu sebelumnya, banyak masyarakat yang mungkin sudah meninggal dunia.

Baca Juga: Disebut Akan 'Kehabisan Baterai' untuk Pilpres 2024, Begini Respons Ganjar Pranowo

Kendati demikian, Arief Poyuono juga tidak sepakat jika presidential threshold menjadi 0 persen atau dihapus.

"Yang harus dipersoalkan itu bukan besaran persentase threshold-nya," tegasnya.

Ia menilai jika presidential threshold nol persen, maka calon kandidat yang muncul jadi terlalu banyak dan pemilihan presiden jadi kurang terarah.

"Kebanyakan capresnya, jadi malah ngawur dan biaya mahal," ujar Arief Poyuono.

Arief Poyuono juga tidak setuju jika pilpres dan pileg digelar serentak. Ia kembali menekankan ada unsur inkonstitusional dalam gelaran pemilu 2024 nanti.

"Pilpres yang digelar bersamaan dengan pileg itu merugikan masyarakat, begitu juga threshold parpol yang digunakan hasil pemilu sebelumnya inkonstitusional," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI