Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kantor mendesak agar kasus rajapati terhadap Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat. Seruan itu disampaikan bertepatan dengan Hari HAM Internasional yang jatuh pada Jumat (10/12) kemarin.
Dalam siaran persnya, YLBHI-LBH Kantor menyebut, ditetapkanya 10 Desember sebagai Hari HAM Internasional terjadi usai dideklarasikannya 'Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)' oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris, Perancis melalui General Assembly Resolution 217 A (III).
Sejak saat itu, DUHAM menjadi standar minimum pengakuan derajat dan martabat kemanusiaan secara universal yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara-negara.
Perwakilan LBH Jakarta, Teo Reffelsen mengatakan, rajapati terhadap Munir bukanlah kasus kriminal biasa. Sebab, dalam kasus ini terbukti melibatkan aktor negara yakni BIN dan Garuda Indonesia, penuh dengan konspirasi, sehingga kejahatan ini jelas berdimensi struktural dan sistematis.
Baca Juga: Dosen Pamer Kelamin ke Mahasiswi, Ungu Malah Dituding Istri Pelaku jadi Wanita Penggoda
Hingga kekinian, kata Teo, dalang di balik kasus rajapati terhadap Munir tak kunjung ditemukan. Hasil persidangan yang telah berjalan cuma menemukan aktor lapangan yang diadili dan dihukum.
Atas hal itu YLBHI-LBH Kantor menilai kasus pembunuhan Munir dapat digolongkan sebagai kejahatan yang bukan tindak pidana biasa -ordinary crimes-, melainkan tindak pidana luar biasa -extra ordinary crimes- atau pelanggaran HAM yang berat (gross violations of human rights). Atau bahkan, dinilai sebagai kejahatan yang amat serius -the most serious crimes - seperti kejahatan melawan kemanusiaan -crimes against humanity.
"Sehingga sangat penting bagi Negara cq Komnas HAM untuk segera menetapkan kasus Pembunuhan Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat," kata Teo saat dikonfirmasi, Sabtu (11/12).
Pada tanggal 1 Juli 2021, Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Presiden yang berisi rekomendasi untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Tim Pencari Fakta. Selain itu, surat tersebut juga berisi agar Jokowi memerintahkan Kapolri untuk melakukan penyidikan yang mendalam terhadap terduga pelaku lainnya dalam pemufakatan jahat pembunuhan Munir.
Teo mrenyebut, hingga hari ini tidak ada tindak lanjut apapun dari Pemerintah. Artinya Pemerintah telah abai dan melakukan pembiaran terhadap penegakan hukum kasus pembunuhan Munir.
"Kondisi tersebut semakin menunjukkan kurangnya komitmen penegakan hak asasi manusia rezim Joko Widodo," ucap dia.
Baca Juga: LBH Apik Jakarta Terima Laporan Perempuan Diperkosa dan Disiksa Oknum Anggota TNI
Teo melanjutkan, kegagalan negara dalam menuntaskan Kasus Pembunuhan Munir menjadi bentuk praktik pengabaian terhadap hak korban dan wujud pelanggaran terhadap jaminan ketidak berulangan. Buktinya, banyak kasus serangan terhadap pembela HAM seperti upaya kriminalisasi, serangan fisik, psikis, verbal, seksual, digital hingga diskriminasi.
Berdasarkan catatan YLBHI-LBH ada beberapa kasus serangan terhadap Pembela HAM:
1. Golfried Siregar, Aktivis Lingkungan yang dibunuh pada Oktober 2019.
2. Ravio Patra, Aktivis Kebijakan Publik yang Mengalami Penangkapan, Penyitaan dan Penggeledahan serta Pemeriksaan secara sewenang-wenang karena tuduhan menyebarkan berita bohong.
3. Ananda Badudu, Musisi yang ditangkap secara sewenang-wenang karena menggalang dukungan dan donasi publik untuk Mahasiswa yang melakukan demonstrasi.
4. Dandhy Laksono, ditetapkan sebagai tersangka karena cuitan di twitter mengenai kerusuhan di Jayapura dan Wamena, Papua.
5. Nining Elitos, Ketua KASBI yang dipanggil polisi setelah melakukan aksi hari perempuan internasional.
6. Penangkapan, Penahanan dan Pemeriksaan 1 Paralegal dan 3 Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta oleh Polres Jakarta Selatan.
7. Penangkapan dan pemeriksaan atas 3 Paralegal PBHI Jakarta saat Aksi Menolak Rezim Junta Militer Myanmar.
8. Egi Primayogha dan Miftah, 2 peneliti ICW yang dilaporkan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) ke Mabes Polri karena dugaan Pencemaran Nama Baik.
9. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, 2 Aktivis HAM yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Panjaitan, Menko Marves RI karena dugaan pencemaran nama baik.
10. Ni Kadek Vany Primaliraing selaku Direktur LBH Bali yang dilaporkan oleh Rico Ardika Panjaitan dengan tuduhan Makar ke Polda Bali.
Berdasarkan fakta di atas, YLBHI-LBH mendesak:
1. Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera menindaklanjuti surat Komnas HAM mengenai Rekomendasi Penanganan Kasus Pembunuhan Munir Said Thalib.
2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera menetapkan kasus Pembunuhan Munir Said Thalib sebagai Kasus Pelanggaran HAM Berat untuk selanjutnya melakukan penyelidikan independen sebagaimana mandat UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
3. Pemerintah cq. Presiden Republik Indonesia harus memastikan tanggung jawab negara untuk jaminan penghormatan, perlindungan hukum, dan pemenuhan hak asasi manusia seluruh warga negara, termasuk pengakuan dan perlindungan bagi Pembela HAM melalui regulasi yang memadai.
4. Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia memastikan praktik penegakan hukum yang berkeadilan dalam kasus-kasus yang menimpa para pembela hukum dan tidak menjadi alat kekuasaan untuk melakukan teror dan kriminalisasi terhadap Pembela HAM.