Suara.com - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyebut Indeks Gini Ekonomi Indonesia turun saat kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kata Anwar sebelumnya, Indeks Gini Ekonomi Indonesia berada di 0,41 persen. Namun, saat Jokowi memimpin Indonesia, Indeks Gini Ekonomi Indonesia turun menjadi 0,39 persen.
"Bisa kita lihat dalam Indeks Gini Ekonomi kita yang berada pada 0,39. Kalau saya tidak salah, sebelum Pak Jokowi (Indeks Gini Ekonomi) 0,41 ya, tetapi begitu kepemimpinan negeri ini diambil oleh Pak Jokowi turun menjadi 0,39 (persen)," ujar Anwar dalam sambutannya di Kongres Ekonomi Umat II MUI Tahun 2021, Jumat (10/12/2021).
Meski begitu, kata Anwar, dalam bidang pertanahan, Indeks Gini Indonesia sangat memprihatinkan yakni 0,59 persen.
Baca Juga: Dituduh Monopoli Label Halal, MUI Klaim Sudah Sesuai Hukum Fikih
"Dalam bidang pertanahan, Indeks Gini kita sangat memperihatinkan itu 0,59 artinya 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini," ucap Jokowi.
Mulanya Anwar mengatakan, tugas negara menurut konstitusi yakni melindungi rakyat, mencerdaskan rakyat, mensejahterakan rakyat dan ikut menjaga ketertiban dunia.
Menurutnya pemerintah Indonesia telah berhasil mensejahterakan rakyat.
Ia pun menyinggung rakyat yang sudah tersejahterakan oleh pemerintah yakni kelompok usaha besar, menengah dan usaha kecil.
"Yang disejahterakan oleh pemerintah tersebut kebanyakan adalah mereka yang kalau kita kaitkan dengan dunia usaha, itu adlah mereka yang di kelompok usaha besar, dan menengah serta usaha kecil," ucap dia.
Baca Juga: Habib Bahar Mau Datang ke Acara Tabligh Akbar di Bandung Barat, MUI Buka Suara
Sementara, kata Anwar, kelompok usaha mikro dan ultra mikro belum tersentuh, terutama dunia perbankan. Sehingga mengakibatkan kesenjangan sosial terliat semakin terjal.
"Mereka yang ada di level mikro dan ultra mikro itu tampak belum begitu terjamah terutama oleh dunia perbankan sehingga akibatnya kesenjangan sosial ekonomi di tengah masyarakat kita ,tampak semakin terjal," tutur Anwar.
Anwar kemudian mengungkapkan bahwa jumlah usaha besar hanya 0,01 persen dengan jumlah pelaku usaha 5.550 dengan total aset di atas Rp 10 miliar.
Lalu usaha menengah besarnya 0,09 persen dengan jumlah pelaku usaha 60.702 dengan total aset lebih dari Rp 50 juta. Adapun total usaha kecil jumlahnya 1,22 persen dengan jumlah pelaku 783.132 dan total aset di atas Rp 50 juta.
"Dari data ini ya kita ketahui, total dari mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan itu ada di sekitar 1,32 persen atau lebih kurang kalau dari jumlah pelaku 849.334 pelaku usaha," kata dia.
Selanjutnya, jumlah usaha mikro dan ultra mikro kata Anwar besarnya 98,68 persen dengan jumlah pelaku usaha yaitu sekitar 63,3 juta pelaku. Di mana total asetnya sama atau di bawah Rp 50 juta rupiah.
"Itu boleh dikatakan tidak atau belum terurus oleh kita secara bersama-sama dengan baik tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh kita," katanya.
Lebih lanjut, Anwar mengharapkan struktur dunia usaha bisa bertransformasi dari bentuk piramida menjadi bentuk belah ketupat. Di mana jumlah pelakunya, kecil di atas, besar di tengah, kecil di bawah.
"Menurut Prof Bj Habibie, di atas cukup 2 persen di bawah 3 persen dan di tengah itu 95 persen. Bila hal ini bisa terjadi dan bisa kita wujudkan maka tentu daya beli masyarakat kita bisa meningkat dengan tajam," kata dia.
"Sehingga apapun yang kita produksi di negeri ini kalau itu dibutuhkan dengan pasar, asal harganya kompetitif maka itu akan laku, sehingga hal demikian akan membuat ekonomi kita semakin menggeliat da nsemakin berkembang dengan dinamis," sambungnya.