“Jadi, Moderasi Beragama bukan hanya kebutuhan masyarakat Indonesia, tapi sudah menjadi kebutuhan dunia seluruhnya,” sambung Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang ini.
Dalam tingkat global, lanjut dia, melalui momentum setelah Indonesia menerima estafet Presidensi G-20, Indonesia memiliki peran strategis baik baik di tingkat regional, kawasan dan global.
“Sebagai negara Muslim terbesar dalam G-20, Indonesia harus mengambil peran prakarsa untuk menciptakan perdamaian antarnegara, terutama di dunia Islam yang mengalami krisis serius, selain peran ekonomi yang bisa membawa dampak positif bagi kepentingan nasional Indonesia,” kata Gunaryo.
Mantan Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Setjen Kemenag ini menambahkan, Kemenag telah menyusun untuk pertama kalinya buku Moderasi Beragama pada tahun 2019. Tujuan penyusunan buku ini sebagai panduan kebijakan dalam rangka mengarusutamakan cara beragama yang moderat, sebuah istilah yang menjadi lawan kata dari ekstremisme.
“Moderasi Beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),” katanya.
Melalui Perpres 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, dinyatakan bahwa program prioritas memperkuat Moderasi Beragama yang bertujuan untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, menjadi tanggung jawab Kemenag. Moderasi Beragama dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kebudayaan dalam memajukan sumber daya manusia Indonesia.
Selain para dubes, kegiatan yang dijadwalkan selama 5 hari ini, 7-11 Desember 2021 ini juga dihadiri perwakilan majelis-majelis agama, ormas keagamaan, lembaga keagamaan di Provinsi Bali, para kepala kanwil Kemenag provinsi.