Suara.com - AS, Jerman, Italia, Prancis, dan Inggris menyatakan dukungan terhadap Ukraina dalam menghadapi ancaman Rusia. Pemimpin Barat juga meminta Moskow menghormati "integritas teritorial" Ukraina.
Para pemimpin Amerika Serikat (AS), Jerman, Italia, Prancis dan Inggris pada hari Senin (06/12) menekankan perlunya melindungi kedaulatan Ukraina dalam menghadapi provokasi terus-menerus oleh Rusia.
Kedaulatan Ukraina harus "dihormati", kata Gedung Putih di Washington dan Istana Kepresidenan lysée di Paris menyusul pembicaraan sejumlah kepala negara dan pemerintahan dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris Raya, Italia dan Jerman.
Mereka menyatakan siap untuk "bekerja demi pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Eropa."
Baca Juga: Ukraina Gelar Latihan Militer di Tengah Ketegangan dengan Rusia
Gedung Putih dan Downing Street mengonfirmasi bahwa Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Italia Mario Draghi dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berbicara pada Senin (06/12) malam guna membahas situasi di Ukraina, serta wilayah perbatasannya dengan Rusia.
Kesepakatan antara lima sekutu ini datang pada malam sebelum pertemuan video antara Presiden AS dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menyusul pergerakan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina, Barat khawatir bahwa Rusia tengah mempersiapkan serangan ke negara tetangganya itu.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Senin (06/12), dan menyatakan kembali "dukungan tak tergoyahkan" Washington untuk kedaulatan Ukraina ketika negara itu menghadapi "agresi Rusia," kata Departemen Luar Negeri.
Sementara Direktur CIA Williiam Burns mengatakan pada hari yang sama bahwa dia tidak akan meremehkan selera Putin akan segala hal yang mengandung risiko.
Baca Juga: Mobil Ajudan Diserang dengan 10 Tembakan, Presiden Ukraina Marah Besar
Selain itu, kepala staf umum dari 30 negara NATO juga berkumpul dalam sebuah pertemuan khusus.
Menurut NATO, Rusia baru-baru ini menempatkan kontingen pasukan siap tempur dalam jumlah yang luar biasa besar, lengkap dengan artileri berat dan pesawat nirawak atau drone di perbatasan.
Pada minggu lalu, media AS melaporkan bahwa laporan intelijen meyakini Putin telah mempersiapkan invasi dengan menempatkan sekitar 175,000 pasukan.
Konflik berkepanjangan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dilaporkan mengunjungi tentara yang berjaga di garis depan di timur negara itu.
Dia mengunjungi posisi-posisi pasukan di Donetsk dan berterima kasih kepada para tentara "karena melindungi integritas wilayah Ukraina," menurut kantor kepresidenan di Kiev.
"Dengan orang-orang seperti Anda, kita pasti akan menang," ujar Selenskyy penuh keyakinan.
Perkembangan terakhir ini mengingatkan pada peristiwa tahun 2014 ketika Rusia mencaplok semenanjung Krimea dan mulai mendukung separatis di Ukraina timur.
Dukungan ini masih berlangsung hingga kini. Konflik tersebut belum terselesaikan hingga hari ini, dan pertempuran berulang kali kembali pecah di Ukraina timur.
Rusia mendukung pemberontak yang telah memproklamasikan apa yang mereka sebut Republik Rakyat di wilayah Luhansk dan Donetsk.
Pemerintah Moskow menegaskan bahwa mereka tidak punya niat untuk berperang.
Menurutnya, pemerintah Rusia bisa memindahkan pasukan mereka ke mana pun di wilayah Rusia.
Selain itu, Kremlin mengkritik kehadiran militer negara-negara Barat di dekat perbatasan Rusia dan menganggapnya sebagai "provokasi".
Putin juga menginginkan jaminan bahwa Ukraina tidak akan menjadi anggota NATO.
AS mengancam Rusia dengan konsekuensi serius jika terjadi eskalasi militer. Pada konferensi video pada hari Selasa (07/12), Biden akan menjelaskan kepada Putin bahwa biayanya akan sangat tinggi, "jika Rusia memutuskan mendukung pendekatan semacam itu," kata seorang pejabat pemerintah di Washington.
"Sanksi ekonomi yang keras" dan penempatan lebih banyak pasukan di Eropa Timur juga tengah dipertimbangkan. Namun belum ada pertimbangan untuk mengerkahkan kekuatan militer. ae/vlz (afp, dpa, rtr)