Suara.com - Pemerintah Indonesia membatalkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 3 pada akhir tahun ini.
Meski pemerintah memberikan kelonggaran, aturan protokol kesehatan tetap harus diterapkan dan sejumlah aturan tetap harus ditaati.
Seorang legislator menduga pemerintah membatalkan kebijakan itu karena beberapa aspek, di antaranya ditolak sebagian masyarakat dan demi mengedepankan kepentingan ekonomi.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut pembatalan sebagai "kebijakan menginjak gas dan menarik rem."
Baca Juga: PPKM Level 3 Batal, Polda Jabar Bakal Lakukan Ini pada Natal dan Tahun Baru 2022
Kebijakan itu, kata dia, disesuaikan dengan perkembangan data terkini Covid-19.
"Untuk itu gas dan rem harus dilakukan secara dinamis sesuai dengan perkembangan Covid-19 di hari-hari terakhir."
Pemerintah menerapkan kebijakan yang lebih proporsional pada hari libur Natal dan Tahun Baru yaitu mengikuti asesmen situasi pandemi, tapi dengan beberapa pengetatan.
Keputusan didasarkan pada capaian vaksinasi dosis 1 di Jawa-Bali yang sudah mencapai 76 persen dan dosis 2 yang mendekati 56 persen. Vaksinasi lansia terus digenjot hingga saat ini mencapai 64 dan 42 persen untuk dosis 1 dan 2 di Jawa Bali.
Moeldoko berkata meskipun PPKM level 3 batal, pemerintah tetap akan menerapkan sejumlah pembatasan.
Baca Juga: PPKM Level 3 Saat Nataru Dibatalkan; Pengusaha Mal Gembira, Wakil Rakyat Menduga-duga
"Untuk acara-acara kerumunan masyarakat yang diizinkan maksimal berjumlah maksimal 50 orang, pertandingan olahraga tetap tidak boleh tanpa penonton, dan operasional pusat perbelanjaan, restoran, bioskop juga dibatasi hanya 75 persen," kata Moeldoko.
Selain itu, pelaku perjalanan jarak jauh tetap wajib menunjukkan hasil tes negatif Covid-19, baik melalui PCR atau antigen, kata Moeldoko.
"Jadi Presiden satu sisi memberikan kelonggaran, tapi pada sisi yang lain memberikan penekanan atas protokol kesehatan," katanya.
Tetapi berdasarkan dugaan anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay, pemerintah membatalkan kebijakan yang sebelumnya akan diberlakukan di semua daerah karena beberapa faktor.
"Pertama, adanya penolakan dari sebagian anggota masyarakat. Penolakan ini banyak disampaikan terutama lewat media sosial. Tidak hanya menolak, masyarakat juga memberikan kritikan dan saran atas kebijakan tersebut."
Kedua, pembatalan PPKM level 3 karena pemerintah mendengarkan masukan sebagian ahli dan akademisi.
Ketiga, pemerintah ingin menjaga agar roda perekonomian di tingkat bawah tetap berjalan dengan baik. Dengan memberikan kelonggaran, masyarakat tetap dapat bekerja seperti biasa.
"Itu artinya, kehidupan perekonomian tetap stabil dan berjalan sebagaimana mestinya. Ini mungkin dinilai penting karena saat ini usaha dan aktivitas ekonomi masyarakat sudah mulai menggeliat," katanya.
Keempat, pemerintah menyadari kondisi antara satu daerah dengan yang lain berbeda.
"Karena itu, ada yang perlu diketatin sampai level 3, ada yang level 2, dan mungkin ada yang hanya pada level 1. Data dan peta persebaran virus covid ini tentu sudah dimiliki pemerintah," katanya.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan lebih jauh alasan pemerintah.
Pertama, hasil sero surveilans yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah banyak memiliki antibodi alamiah karena terinfeksi Covid-19 dan sembuh.
"Hasil sero-survei juga menunjukkan masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19 yang tinggi," kata Luhut.
Kedua, capaian vaksinasi di Jawa-Bali sudah mencapai 76 persen untuk dosis pertama dan 56 persen untuk dosis kedua, sementara Nataru tahun lalu belum banyak warga divaksin.
Ketiga, penambahan kasus harian Covid-19 masih terkendali rata-rata 400 kasus per hari, akselerasi vaksinasi, dan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) terus membaik dalam sebulan terakhir.
Keempat, vaksinasi lansia akan terus digenjot hingga saat ini mencapai 64 dan 42 persen untuk dosis 1 dan 2 di Jawa Bali.
"Penerapan level PPKM selama nNataru akan tetap mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku saat ini, tetapi dengan beberapa pengetatan," kata Luhut.
Perbatasan Indonesia akan tetap dijaga ketat untuk mencegah varian baru Omicron dari luar negeri masuk.
Syaratnya, untuk penumpang dari luar negeri wajib menunjukkan hasil tes PCR negatif maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan, serta melakukan karantina selama 10 hari di Indonesia.
Sementara, syarat perjalanan jarak jauh dalam negeri adalah wajib vaksinasi lengkap dan hasil antigen negatif maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Untuk orang dewasa yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap ataupun tidak bisa divaksin karena alasan medis, tidak diizinkan untuk bepergian jarak jauh.
Anak-anak dapat melakukan perjalanan, tetapi dengan syarat PCR yang berlaku 3x24 jam untuk perjalanan udara atau antigen 1x24 jam untuk perjalanan darat atau laut.
Pemerintah juga menerapkan pelarangan seluruh jenis perayaan Tahun Baru di Hotel, Pusat Perbelanjaan, Mall, Tempat Wisata dan Tempat Keramaian Umum lainnya.
Sementara untuk operasional pusat perbelanjaan, restoran, bioskop dan tempat wisata hanya diizinkan dengan kapasitas maksimal 75 persen dan hanya untuk orang dengan kategori hijau di aplikasi Peduli Lindungi.
“Sedangkan untuk acara sosial budaya, kerumunan masyarakat yang diizinkan berjumlah maksimal 50 orang. Disiplin penggunaan Peduli Lindungi harus ditegakkan,” kata Luhut.
"Perubahan secara detail akan dituangkan dalam revisi inmendagri dan surat edaran terkait Nataru lainnya," kata Luhut.
Pernyataan Luhut ini sekaligus menganulir aturan sebelumnya yakni Instruksi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian nomor 62 tahun 2021 tentang PPKM Level 3 Nasional yang akan berlaku pada 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.
Berdasarkan evaluasi PPKM Jawa-Bali per 4 Desember, jumlah kabupaten/kota yang berstatus level 3 hanya 9,4 persen dari total kabupaten/kota di Jawa-Bali atau hanya 12 kabupaten/kota saja. [rangkuman laporan Suara.com]