Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyadari Pandemi Covid-19 dengan cepat mengakselerasi aktivitas masyarakat, bisnis, dan pemerintahan dalam penggunaan digital teknologi.
Banyak aktivitas pribadi dan publik yang beralih menggunakan digital teknologi termasuk terkait aktivitas keuangan.
“Dalam konteks itu, Indonesia memiliki strategi nasional terkait inklusi keuangan yang menurut saya ini salah satu yang paling penting,” ungkap Menkeu saat menjadi panelis acara Infinity Panel : Fintech for an Inclusive Growth Across the Globe secara daring, ditulis, Jumat (5/12/2021).
Pertama, pembangunan infrastruktur. Pemerintah memastikan terdapat infrastruktur yang memadai sehingga akses layanan keuangan dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Baca Juga: Peneliti Temukan Aplikasi Digital Berisi Malware di Android, Bisa Rampok Uang Pengguna
Kedua, meningkatkan literasi keuangan. Menkeu menyebut, literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya berkisar di bawah 40 persen.
Sementara itu, dalam menggunakan teknologi digital dalam aktivitas keuangan dibutuhkan kemampuan untuk memahami data dan risiko peretasan dalam penyalahgunaan.
“Banyak yang harus dilakukan untuk melindungi masyarakat. Karena ketika mereka memiliki akses pada teknologi digital terutama layanan keuangan, sementara mereka tidak memiliki literasi keuangan maka mereka menjadi sangat rentan dan menjadi sasaran penyalahgunaan aktivitas ilegal ini,” jelas Menkeu.
Ketiga, terkait keamanan data. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memastikan Pemerintah melindungi data aktivitas elektronik masyarakat.
“Ada hukum dan kepastian bahwa kerahasiaan dan pengamanan data menjadi sesuatu yang perlu dan harus diamankan. Ini menjadi standar yang muncul untuk semua layanan digital di Indonesia,” ungkap Menkeu.
Baca Juga: Pentingnya Transformasi Digital bagi UMKM
Indonesia juga berkomitmen untuk mendukung standar global. Menkeu mencontohkan, dalam pertukaran informasi global dalam bidang perpajakan.
Banyaknya upaya untuk menghindari pajak tidak dapat diatasi oleh satu negara, sehingga dibutuhkan usaha bersama regional dan global melalui perjanjian untuk menyediakan pertukaran informasi yang membutuhkan teknologi digital, protokol, serta standar teknis yang memastikan keamanan data yang ditukarkan.
“Dalam hal itu, Indonesia menggunakan standar OECD sehingga kita dapat menerima informasi dengan aman dan selamat, serta kita juga akan dapat bertukar data dengan orang lain dalam keamanan dan keselamatan yang sama,” katanya.