Suara.com - Ketua Panitia Kerja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya menargetkan rapat pleno pada pekan depan. Pleno ditargerkan usai Panja mendapat sinyal positif dari fraksi-fraksi.
Sebelumnya, lobi dan komunikasi terus dilakukan Panja untuk memastikan pandangan fraksi sebelum memutuskan menggelar pleno.
"Sudah ada komunikasi dengan pimpinan poksi fraksi. Dan sejauh ini bagus lah ya. Semoga ada titik cerah lah. Semoga minggu depan kita bisa usahakan pleno," kata Willy kepada wartawan, Jumat (3/12/2021).
Willy mengatakan terkait draf RUU TPKS, Panja sudah melakukan perbaikan sesuai dengan masukan fraksi-fraksi.
Baca Juga: Heboh TNI Diminta Jadi Ajudan Anggota DPR, Jenderal Dudung Tegas Beri Komando Ini
Kekinian Panja tinggal menggelar rapat pleno, untuk selanjutnya mengesahkan draf RUU TPKS ke rapat paripurna agar ke depan dapat dilakukan pembahasan bersama dengan pemerintah.
"Iya, kalau bisa kita sahkan pada paripurna penutupan," ujar Willy.
Galang Suara Mayoritas
Willy Aditya mengatakan bahwa pengambilan keputusan tingkat pertama secara musyawarah dalam rapat pleno sudah tidak memungkinkan. Kekinian pengesahan draf RUU TPKS diupayakan diambil melalui suara mayoriyas.
Sebelumnya, rapat pleno yang dijadwalkan pada 25 November 2021 batal digelar. Lobi-lobi pun masih dilakukan. Apalagi diketahui, dua fraksi, yakni Golkar dan PPP berkirim surat untuk meminta penundaan dengan alasan pendalaman.
Baca Juga: Soal Permintaan Brigitta Lasut, Satu Batalyon TNI Bisa Bernasib jadi Ajudan Anggota DPR
"Kenapa belum pleno? Kalau musyawarah mufakat itu sudah hampir tidak bisa ditempuh. Jadi terpaksa caranya harus menempuh jalan suara mayoritas," kata Willy dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/11/2021).
Willy berujar sejauh ini dukungan baru diberikan oleh empat fraksi di Panja. Selebihnya, lima fraksi lain belum memberikan dukungan.
"Baru tiga pengusul ditambah satu fraksi lagi, masih ada lima fraski yang belum firm," kata Willy.
Panja sendiri tidak ingin memaksakan menggelar rapat pleno di tengah suara mayoritas yang masih belum menyatakan sikap mendukung tersebut. Dikhawatirkan, gelaran rapa pleno yang dipaksa bakal berujung terhadap gugurnya usulan RUU TPKS.
"Konsekuensinya apa? Kalau dia belum firm kalau dilakukan pleno bisa gagal. Tapi kalau gagal patah sudah lah undang undang ini," kata Willy.
"Banyak contoh kasusnya. Jadi banyak rancangan undang-undang yang patah. Nah itu sudah tidak bisa lagi diusulkan," sambungnya.
Ia berharap fraksi pendukung RUU TPKS bisa bertambah sehingga suara mayoritas bisa didapatkan untuk kemudian menggelar rapat pleno pada masa sidang DPR saat ini, sebelum memasuki masa reses.
"Jadi kita berharap sebelum 15 Desember ini bisa diplenokan, bahkan bukan hanya diplenokan, diparipurnakan sebagai hak inisiatif DPR," kata Willy.