Suara.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi salah satu tokoh yang paling sering digadang untuk menjadi capres di pilpres 2024 mendatang.
Namanya bahkan beberapa kali disandingkan dengan tokoh politik lain sebagai pasangan capres dan cawapres.
Melansir dari Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, pengamat komunikasi dan politik, Jamiluddin Ritonga menanggapi munculnya wacana duet antara ganjar Pranowo dengan Moeldoko.
Ia mengaku bingung jika memasangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan KSP Moeldoko pada Pilpres 2024.
Baca Juga: 'Uang Jajan' Cuma Diberi Rp 639 Juta, Partai Politik di Bontang Mengeluh
"Saya rasa tampaknya tidak pas," ujar Jamiluddin Ritonga, Rabu (1/3/2021).
Jamiluddin Ritonga yang juga akademisi dari Universitas Esa Unggul itu menilai pasangan ini sangat timpang apabila diduetkan sebagai capres dan cawapres.
"Ganjar memiliki elektabilitas yang cukup tinggi, sementara Moeldoko sangat rendah," ucapnya.
Lebih lagi, berdasarkan hasil survei dari beberapa lembaga yang kredibel, elektabilitas Moeldoko tidak muncul. Oleh sebab itu, jamiluddin menyebut akan sia-sia belaka apabila Moeldoko dipaksanakan mendampingi Ganjar di pilpres 2024 kelak.
"Jadi kalau dipasangkan, Moeldoko tidak membantu Ganjar untuk menambah suara," ucapnya.
Baca Juga: Anies Disebut Jaga Jarak dengan 212 Jelang Pilpres 2024, Pengamat Beberkan Alasan Ini
Tak hanya itu saja persoalannya, kedua tokoh ini juga disebut akan mengalami kesulitan untuk mendapat kendaraan politik.
"Selain itu, pasangan ini sulit mendapat perahu dari partai," tegasnya.
Jamiluddin menilai, meski elektabilitas ganjar tinggi ia sulit mendapat 'perahu' karena Ganjar belum mengantongi dukungan dari partainya.
"Sebab, sosok Puan Maharani akan menjadi ganjalan terbesar bagi Ganjar untuk mendapt dukungan dari PDIP," tambahnya.
Terkait elektabilitas Moeldoko yang rendah, Jamiluddin menegaskan hanya partai yang bodoh mau mengusung sosok dengan elektabilitas sangat rendah.
Ia pun menilai bahwa wacana duet Ganjar-Moeldoko hanyalah bumbu-bumbu dalam proses demokrasi saja.
"Jadi, wacana duet Ganjar dengan Moeldoko tampaknya hanya pemanis demokrasi saja," pungkasnya.