Sejarah Reuni 212: Berawal Tuntut Ahok Dipenjara hingga Jadi Agenda Tahunan

Kamis, 02 Desember 2021 | 14:15 WIB
Sejarah Reuni 212: Berawal Tuntut Ahok Dipenjara hingga Jadi Agenda Tahunan
Aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi 212 pertama kali dilaksanakan pada 2 Desember 2016. Aksi yang diklaim dihadiri oleh dua juta orang itu menjadi sorotan media luar negeri. Simak sejarah Reuni 212 berikut.

Sejarah reuni 212 pada awalnya mengusung gerakan bela Islam yang dipicu oleh pidato Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mereka menuntut agar Ahok dipenjarakan.

Setelah aksi itu berlangsung dan Ahok telah dipenjara, reuni 212 diadakan kembali dan menjadi agenda rutin setiap tahun dengan agenda utama mengkritik kinerja pemerintah.

Hari ini, 2 Desember 2021, aksi 212 juga kembali digelar. Untuk itu, agar tidak lupa asal usul aksi 212, mari kita mengulas sejarah reuni 212: asal mula dari penjarakan Ahok hingga jadi agenda tahunan. Apakah semuanya demi agama atau ada unsur politik di dalamnya?

Baca Juga: Halau Peserta Aksi 212, Polisi Sekat Pintu Masuk Kota Solo

Apabila dipandang dalam lanskap politik di Indonesia, reuni 212 memiliki hubungan erat dengan pemenjaraan Ahok dan membuatnya turun dari jabatannya. Oleh karena itu, banyak yang memandang reuni 212 merupakan gerakan massa yang erat dengan politik dan kekuasaan, namun dibalut dalam nama agama.

Hal itu dapat dilihat dalam sejarah reuni 212 dari momen Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019, massa reuni 212 mendukung calon tertentu yang sedang mengincar kedudukan sebagai gubernur pada waktu itu.

Rapat mediasi di Gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (5/3).
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok

Asal Mula Aksi 212

Aksi 212 terjadi bermula karena calon gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Gubernur yang akrab disapa Ahok itu dikritik menistakan agama Islam.

Dalam pidato Ahok ketika melakukan kunjungan di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016, Ahok mengungkapkan kegeramannya ketika ada sejumlah oknum memprovokasi masyarakat dengan memanfaatkan Surat Al-Maidah ayat 51. Nah, hal ini menyulut massa aksi yang kita kenal sekarang dengan nama aksi 212 ini.

Baca Juga: Reuni 212 Dilarang tapi Demo Lain Boleh, Massa Merasa Didiskriminasi

Surat Al-Maidah ayat 51 itu sendiri memiliki arti yang berbunyi, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi sebagian mereka yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".

Sehubungan dengan isi Surat Al-Maidah ayat 51 itu, pidato Ahok yang dipermasalahkan massa aksi 212 adalah penggalan atau kutipan pidato Ahok berikut ini:

"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohi, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu".

Ribuan umat Islam melaksanakan salat Jumat saat Aksi Bela Islam III di kawasan Silang Monas-Thamrin, Jakarta, Jumat (2/12).
Ribuan umat Islam melaksanakan salat Jumat saat Aksi Bela Islam III di kawasan Silang Monas-Thamrin, Jakarta, Jumat (2/12).

Sontak, rekaman pidato Ahok yang beredar di sosial media itu mendapatkan respon yang berujung pada tuntutan pemenjaraan Ahok. Rekaman pidato Ahok itu juga menjadi senjata utama untuk menurunkan Ahok dari jabatannya dan sekaligus mengkritik Ahok sebagai penista Agama Islam.

Ahok dilaporkan ke pihak berwajib dengan tuduhan menista agama Islam. Pihak berwajib merespon laporan itu dan melakukan penyelidikan.

Massa aksi 212 terus mengawal proses penyelidikan kepolisian sampai tuntutan terhadap Ahok yang yang dikoordinir oleh Ormas Islam mencapai keberhasilannya. Selama aksi tersebut, sejumlah tokoh turut terlihat di lapangan aksi 212, antara lain Rizieq Shihab, Ustaz kondang Arifin Ilham dan Jenderal Polisi Tito Karnavian yang waktu itu masih menjabat sebagai kepala kepolisian negara Republik Indonesia.

Pada akhirnya, polisi menahan Ahok dan menetapkannya sebagai tersangka. Ahok juga turun dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dan tidak dapat melanjutkan rencananya berkontes menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017.

Berkembang Jadi Agenda Tahunan

Pasca aksi 212 dengan agenda utama menuntut Ahok dipenjara dengan tuduhan menista agama Islam, aksi 212 berkembang menjadi agenda tahunan. Massa aksi 212 menjadi pengkritik pemerintah.

Massa aksi 212 yang terdiri dari anggota FPI, Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 ini, pada 2020 meminta pemerintah untuk menindak tegas berbagai aktivitas pada Pilkada Serentak 2020 yang menimbulkan kerumunan. Tahun 2020 merupakan tahun dimana kasus virus Covid-19 sedang tinggi-tingginya di Indonesia.

Dibubarkan Polisi

Pada 2 Desember 2021, reuni 212 yang kembali digelar dibubarkan oleh pihak kepolisian.

Terpantau di lapangan sejumlah jalan telah dijaga ketat oleh aparat kepolisian untuk mencegah massa aksi 212 melaksanakan rencana mereka. Misalnya saja di kawasan Sarinah, Jakarta, polisi membubarkan massa aksi 212 secara persuasif.

Pihak kepolisian juga melakukan penyekatan di sejumlah wilayah di Jakarta untuk mengantisipasi membludaknya massa aksi 212. Pencegahan ini dilaksanakan demi untuk mencegah penularan virus covid-19.

Indonesia saat ini sedang dalam masa pemulihan pasca masalah puncak akibat Pandemi Covid 19 sudah teratasi. Massa aksi 212 diminta untuk memahami situasi demi keamanan seluruh masyarakat.

Itulah sedikit ulasan mengenai sejarah reuni 212. Semoga bermanfaat!

Kontributor : Mutaya Saroh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI