Suara.com - Seorang mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah dinyatakan terlibat dalam genosida minoritas Yazidi.
Menyadur Sky News Rabu (1/12/2021), Taha al Jumailly dinyatakan bersalah oleh pengadilan Franfrurt karena terlibat dalam kasus genozida, termasuk pembunuhan seorang gadis Yazidi berusia lima tahun.
Pria Irak tersebut ditangkap di Yunani dan diekstradisi ke Jerman dua tahun lalu. Ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan di Frankfurt.
Putusan tersebut diyakini pertama kalinya seseorang dinyatakan bersalah melakukan genosida atas penganiayaan minoritas Yazidi oleh ISIS.
Baca Juga: Bungkam Arminia, Bayern Munich Patahkan Rekor Gol Berusia 44 tahun
Dalam putusan itu, Taha dihukum karena terlibat dalam pembunuhan lebih dari 3.000 orang Yazidi dan perbudakan 7.000 wanita dan anak perempuan oleh ISIS pada tahun 2014-2015.
Taha juga didakwa melakukan pembunuhan seorang gadis lima tahun yang ia ikat menggunakan rantai di jendela dan di bawah terik matahari pada tahun 2015 di Irak.
Menurut jaksa, pria 29 tahun tersebut, membeli seorang wanita Yazidi dan putrinya yang berusia lima tahun Reda sebagai budak di pangkalan ISIS di Suriah pada 2015.
Jaksa juga menyebutkan jika ibu dan anak tersebut menjadi tahanan militan ISIS dari kota Kocho, Irak utara, pada awal Agustus 2014 dan sempat dijual beberapa kali sebagai budak.
Taha kemudian membawa perempuan dan putrinya tersebut ke rumahnya di kota Fallujah untuk bekerja menjaga rumah dan hidup sesuai dengan aturan Islam yang ketat.
Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan: Ketika Kehidupan Sehari-hari Jadi Mimpi Buruk
Jaksa menyebutkan jika Taha memberi mereka sedikit makanan dan sering memukuli keduanya sebagai hukuman jika melakukan kesalahan.
Menjelang akhir tahun 2015, Taha merantai bocah itu di sebuah jendela dan dijemur di bawah sinar matahari yang suhunya mencapai 50 derajat Celcius hingga ia tewas. Taha diduga tega menghukum gadis kecil itu, lantaran ia dia mengompol.
Melalui pengacaranya, Taha telah membantah tuduhan yang dilayangkan oleh jaksa, namun ia tetap dihukum dan harus membayar ibu gadis itu 50.000 euro (Rp 812,5 juta).
Bulan lalu, istrinya yang berkebangsaan Jerman, yang diidentifikasi hanya sebagai Jennifer W, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara atas kematian gadis itu.
Ibu anak itu, yang selamat dari penawanan, bersaksi di persidangan dan merupakan penggugat bersama.
"Inilah saat yang ditunggu-tunggu oleh Yazidi," jelas Amal Clooney, selaku pengacara dari ibu gadis tersebut pada Selasa (30/11/2021).
"Setelah tujuh tahun, akhirnya mendengar hakim menyatakan bahwa apa yang mereka derita adalah genosida. Menyaksikan seorang pria menghadapi keadilan karena membunuh seorang gadis Yazidi," sambungnya.
Yazidi adalah minoritas agama kuno di Suriah timur dan Irak barat laut yang dianggap oleh ISIS sebagai penyembah setan.
Yazidi dianggap sesat oleh ISIS karena keyakinan mereka yang menggabungkan keyakinan Zoroaster, Kristen, Manichean, Yahudi, dan Muslim.
PBB menyebut serangan ISIS di Yazidi pada tahun 2014 sebagai genosida. Sedikitnya 400.000 orang mengungsi, ditangkap atau dibunuh akibat serangan tersebut.
Pihak berwenang Jerman menangani kasus ini berdasarkan prinsip yurisdiksi universal, di mana negara tersebut dapat mengadili kejahatan yang sangat serius bahkan jika itu terjadi di tempat lain dan tidak ada hubungan langsung dengan Jerman.
Pemenang hadiah Nobel perdamaian Nadia Murad, yang selamat dari kekejaman ISIS, menyebut putusan itu sebagai kemenangan bagi para penyintas genosida, penyintas kekerasan seksual, dan seluruh komunitas Yazidi.