Suara.com - Kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang alami oleh MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi sebuah ironi. Di balik tugasnya sebagai lembaga pengawas siaran, yang menyensor konten-konten yang tidak bermoral atau tidak mendidik, tak menjadi representasi perilaku pegawainya yang diduga menjadi pelaku pelecehan dan perundungan terhadap MS.
Hal itu diungkapkan oleh Psikolog, Zoya Amirin, sekaligus ahli yang dilibatkan Komnas HAM dalam penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami MS pegawai KPI.
“Ini ironis ya. Ada double standard, kalau saya melihat di sini. Kalau misalnya ini adalah orang (pegawai KPI) yang memiliki standar moral yang kayaknya tinggi, dengan menentukan mana yang cukup bermoral untuk kita tonton sehari-hari, tiba-tiba dia (pegawai KPI) tidak,” ujar Zoya kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (29/11/2021).
Dalam temuan Komnas HAM, MS diduga kuat menjadi korban. Pegawai pria itu dilecehkan secara seksual dan di-bully oleh rekannya sesama pegawai KPI di divisi Visual Data.
Baca Juga: Keluarga Korban Pelecehan Seksual di Depok Terima Ganti Rugi Rp18 Juta
“Salah satu bagiannya dengan menampilkan tayangan-tayangan bermoral, harusnya sejalan dengan kondisi moral yang ada di dalam,” tegas Zoya.
“Karena ini sebagian besar terduga pelaku itu adalah orang yang incharge di visual. Jadi mereka yang nge-cut, nge-make sure apa batasan-batasan yang lazim, enggak lazim, pantas, enggak pantas itu kan mereka yang cut,” sambungnya.
Zoya pun menyebut, kasus yang menimpa MS menjadi representasi lingkungan kerja di KPI yang tidak peka terhadap kesehatan mental. Tidak seperti yang diperlihatkan dalam kerja-kerjanya, melakukan pengawasan dalam penyiaran.
“Benar-benar KPI enggak sejalan dengan moral yang mereka tampilkan dan moral yang diberikan pada pekerjanya sendiri,” tegas Zoya.
KPI Gagal Lindungi Korban Pelecehan
Baca Juga: Disebut Gagal Lindungi Pegawai Korban Pelecehan, Komnas HAM Minta Kominfo Evaluasi KPI
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara sebelumnya mengatakan dari hasil penyelidikan, diduga kuat MS mengalami pelecehan seksual dan perundangan di lingkungan kerja KPI.
"Kuat dugaan terjadi adanya peristiwa perundungan terhadap MS dalam bentuk candaan atau humor yang bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu, kebiasaan dalam relasi antar pegawai di lingkungana KPI yang memuat kata-kata kasar dan seksis di lingkungan KPI," kata Beka saat konperensi pers di kantor Komnas HAM, Senin (29/11/2021).
"Adanya candaan atau humor yang bersifat serangan fisik seperti memaksa membuka baju, mendorong bangku atau memukul," sambungnya.
Komnas HAM juga menemukan peristiwa perundangan bukan hanya menimpa MS seorang.
"Kuat dugaan peristiwa perundungan juga terjadi pada pegawai KPI lainnya namun hal ini dianggap sebagai bagian dari humor, candaan, lelucon yang menunjukkan kedekatan pertemanan rekan kerja," ujar Beka.
Atas temuan itu, KPI dinilai gagal memberikan perlindungan kepada pegawainya.
"KPI gagal secara lembaga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman serta mengambil langkah-langkah yang mendukung pemulihan korban," ujar Beka.
"Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja serta belum ada pedoman panduan dalam merespon serta menangani kasus pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja," jelas Beka.