Suara.com - Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU DKI Jakarta, KH Syamsul Ma’rif menyebut dirinya tak menyetujui aksi Reuni 212 yang rencananya akan digelar dalam waktu dekat.
Dalam video yang tayang di kanal Youtube PadasukaTV, Kiai Syamsul menilai, pada dasarnya tidak ada yang salah dengan kegiatan reuni.
Namun, menurutnya reuni semestinya dilakukan oleh sekelompok orang yang perkumpulannya harus jelas. Misalnya, bersama teman-teman sekolah, kampus, ataupun pondok pesantren.
"Ya kalau kita alumni perguruan tinggi atau sekolahan, atau pondok pesantren, itu biasanya ada reuni. Jadi ada sebuah proses belajar mengajar lalu mendapatkan ijazah, itu baru ada reuni. Ini hanya sekedar peristiwa satu hari kok reuni," ujar Kiai Syamsul, dikutip Suara.com, Minggu (28/11/2021).
Baca Juga: Pemegang Komando Tertinggi PBNU Marah, Perintahkan Muktamar NU Dipercepat
Lebih lanjut, Kiai Syamsul menjelaskan panitia maupun penggagas acara harus mempertimbangkan esensi diadakannya reuni 212 tersebut.
"Harus dipertimbangkan lagi esensinya apa reuni itu diadakan. Kalau kita lihat sejarah latar belakang adanya 212 itu karena memang semangat pada waktu itu umat Islam kepingin punya pemimpin di Jakarta, sekarang Alhamdulillah Pak Anies sudah menjadi gubernur," tuturnya.
Aksi reuni 212 memang tak bisa lepas dari sosok Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat itu menjadi tokoh sentral dalam aksi 212.
Kiai Syamsul juga menyinggung soal sosok Ahok yang ia sebut sebagai korban. Ia juga mengingatkan jangan sampai acara Reuni 212 terkesan seperti menari di atas penderitaan orang lain (Ahok).
"Bahkan Pak Ahok sendiri menjadi korban ya, kita senang di atas penderitaan orang lain. Tolonglah jangan terus-terus dijadikan alat politik. Menurut saya umat Islam terutama harus menata diri. Kalau ingin berkuasa, berpolitiklah secara baik dengan perencanaan yang matang," terangnya.
Baca Juga: Perintah Rais Aam PBNU: Muktamar NU Harus Diselenggarakan 17 Desember 2021
Lebih lanjut, Kiai Syamsul menilai tak bijak jike terus-terusan menggunakan gerakan masa untuk tujuan tertentu. Ditambah lagi, kondisi pandemi saat ini harusnya menjadi pertimbangan agar agenda-agenda yang kurang ada manfaatnya tidak digelar.
"Jangan terus-menerus menggunakan gerakan massa. Saya kira untuk sekarang ini jelas-jelas kurang ada manfaatnya di situasi kondisi pandemi ini," ucapnya.
Ia juga menyebut alangkah lebih baik untuk melakukan kegiatan yang jauh lebih bermanfaat. Termasuk dalam hal menkritik pemerintah pun juga harus melihat sisi kesopanan tanpa melibatkan rasa kebencian.
"Kalau mau melakukan kritik kepada pemerintah misalnya, kritiklah pemerintah secara sopan, secara baik berbasis data yang kuat. Tidak berdasarkan asumsi atau tidak berdasarkan kebencian," imbuhnya.