Mengungkap Aksi Pengepul Kokain Selundupan di Pelabuhan Rotterdam

SiswantoBBC Suara.Com
Sabtu, 27 November 2021 | 14:31 WIB
Mengungkap Aksi Pengepul Kokain Selundupan di Pelabuhan Rotterdam
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seiring meningkatnya penyelundupan kokain melalui Pelabuhan Rotterdam, Belanda, jumlah pemuda yang dipekerjakan oleh geng kriminal untuk 'mengamankan' narkoba yang datang dari Amerika Selatan juga ikut meningkat. BBC berkesempatan menyaksikan aksi para 'pengepul kokain', yang menjadi salah satu mata rantai utama bagi pasokan narkoba di Eropa.

Melalui layar kamera pemantau alias CCTV, sejumlah orang tampak berlari layaknya pasukan militer menuju sebuah kapal kontainer di Pelabuhan Rotterdam. Mereka menggunakan pakaian gelap sehingga tampak seperti bayangan.

Proses bongkar muat kapal pengangkut buah-buahan tropis dari Kolombia mungkin sudah selesai, tapi terdapat satu peti kemas sepanjang 12 meter yang masih menyimpan muatan.

Peti kemas itu tampak identik dengan ribuan peti kemas lainnya di pelabuhan, namun di dalamnya terdapat lemari pendingin yang menyimpan 80 kilogram kokain bernilai sekitar €4 juta (Rp64,3 miliar).

Baca Juga: Tangkap Bos Besar Kokain, Kolombia Bakal Ekstradisi Otoniel ke Amerika Serikat

Para pengepul bertugas mengeluarkannya dari peti kemas dan membawanya keluar dari dermaga. Dari sana narkoba itu akan diangkut untuk didistribusikan ke Amsterdam, Berlin, dan London.

"Pelabuhan itu seperti tambang emas," kata seorang pria yang wajahnya ditutupi topeng dan tudung, kepada jurnalis Danny Ghosen melalui acara Danny's Wereld yang disiarkan melalui jaringan televisi Belanda, VPRO.

"Saya bisa menghasilkan banyak uang, lokasinya dekat dari rumah, dan pekerjaannya juga selalu tersedia."

Mereka ini adalah para lelaki muda yang dipekerjakan oleh jaringan kriminal yang berkuasa.

"Setiap tugas berbeda," lanjut pria itu. "Satu bos mengatakan, 'kalian akan mendapatkan sejumlah uang untuk dibagi di antara kalian'. Yang lainnya akan berkata, 'kalian akan mendapatkan narkoba untuk kalian jual sendiri.'"

Baca Juga: Seludupkan Kokain dalam Sekotak Pizza, Polisi Tahan Pria asal Mesir

Baca juga:

Pengepul bisa menghasilkan sekitar €2.000 (Rp32,2 juta) untuk setiap kilogram kokain yang mereka amankan. Bisnis kriminal ini juga terus berkembang.

"Pertama kali kami melihat mereka itu sekitar dua tahun yang lalu," kata Andre Kramer, yang memiliki perusahaan peti kemas di pelabuhan.

"Saat itu hanya ada satu atau dua orang, dan itu hanya terlihat sekali sampai dua kali dalam setahun. Tetapi dalam enam bulan terakhir, jumlah mereka semakin banyak - ada 10 sampai 12 orang dan mereka bisa muncul tiga atau empat kali dalam seminggu."

Meningkatnya jumlah kokain yang diimpor ke Belanda juga membuat para pengepul menggunakan metode yang semakin canggih.

Terkadang mereka tidak langsung mengeluarkan kokain dari pelabuhan. Mereka akan memindahkannya ke kontainer lain yang telah ditandai oleh kelompok yang menugaskan mereka dengan bantuan orang dalam.

Setelah itu, baru kemudian kontainer diangkut keluar pelabuhan menggunakan truk. Kadang-kadang mereka juga akan menunggu di dalam pelabuhan.

"Baru-baru ini kami menemukan tiga kontainer 'hotel'," kata Kramer. "Para pengepul sepertinya tinggal di sana selama berhari-hari. Mereka makan dan minum di sana. Kami menemukan kasur, botol air yang telah kosong, dan bungkus makanan."

Namun, menunggu di dalam kontainer "hotel" sampai pelabuhan sepi bisa berdampak fatal.

Pada awal September lalu, sembilan pemuda terjebak setelah pintu kontainer tempat mereka bersembunyi macet. Sebagian dari kontainer itu memuat batang pohon.

"Jika Anda terjebak dengan material biologis seperti buah atau kayu yang juga membutuhkan oksigen, artinya akan ada lebih sedikit oksigen bagi orang-orang di dalamnya," jelas Kepala Polisi Pelabuhan Rotterdam, Jan Janse.

"Biasanya mereka berhati-hati agar bisa membuka kontainer dari dalam, tetapi pada saat itu ada sesuatu yang tidak beres sehingga mereka tidak bisa keluar."

Di tengah kepanikan dan temperatur di dalam kontainer yang semakin meningkat, para pengepul itu akhirnya menghubungi layanan darurat.

"Kami awalnya mendapat informasi bahwa sembilan orang terancam tewas di dalam peti kemas, tetapi peti kemas itu ada di antara 100.000 peti kemas lainnya di terminal. Para pengepul juga tidak tahu persis di mana mereka berada," kata Janse.

"Kami menggeledah seluruh tempat - ada beberapa helikopter, banyak polisi, petugas bea cukai, pemadam kebakaran, dan layanan ambulans. Mereka beruntung kami menemukan mereka tepat waktu."

Proses pencarian para pengepul itu memakan waktu empat jam. Beberapa di antara mereka dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan.

Namun, Janse menolak mengungkapkan bagaimana mereka akhirnya menemukan para pengepul itu demi alasan keamanan.

"Anggap saja kami melakukan beberapa hal cerdas," kata dia.

Pada 2014, otoritas Rotterdam menyita lebih 5.000 kilogram kokain di pelabuhan. Pada 2020, jumlahnya mencapai 41.000 kilogram.

"Tahun ini kami memperkirakan jumlah yang kami temukan akan mencapai 60.000 kilogram," kata Janse.

"Kami terus memecahkan rekor setiap tahun, tetapi saya tidak bangga dengan itu. Memang bagus kami bisa menyitanya, tetapi itu juga berarti setiap tahun jumlah yang masuk menjadi semakin besar."

Sementara itu, narkotika yang ditemukan di pelabuhan hanyalah sebagian kecil dari yang didistribusikan melalui rantai impor gelap.

Pada September, sebanyak 110 pengepul ditangkap di area pelabuhan dalam kurun satu minggu.

Apabila tidak tertangkap basah, mereka hanya akan didenda kurang dari €100 (Rp1,6 juta) karena berkeliaran di pelabuhan. Beberapa pengepul bahkan menyiapkan uang tunai sehingga bisa membayar denda saat itu juga apabila dicegat petugas.

"Kami akan mengatakan bahwa 'kami hanya jalan-jalan.. kami mengagumi peti kemas'," kata seorang pengepul bertopeng yang mengandalkan pekerjaan ini untuk mencari nafkah.

"Apakah saya membawa sesuatu? Apakah saya membawa narkoba? Atau peralatan lain? Tidak, saya tidak membawa apa-apa," lanjut dia.

Pelabuhan Rotterdam merupakan pelabuhan terbesar di Eropa dengan panjang mencapai 42 kilometer. Jumlah kontainer yang diproses di pelabuhan ini mencapai lebih dari 23.000 setiap harinya. Pekerjaan para pengepul dan organisasi kriminal itu diuntungkan oleh satu faktor penting: korupsi.

"Kalau Anda datang ke sini besok pagi, saya menjamin Anda bisa mendapatkan akses. Anda hanya perlu mengatakan kepada seorang pekerja, 'Pinjamkan kartu pass-¬mu sampai besok, maka kamu bisa mendapat 500 euro'," kata pengepul itu.

"Sulit untuk melakukan tugas kami tanpa bantuan orang dalam seperti petugas bea cukai. Dia bisa saja memeriksa peti kemas tersebut, tapi dia bisa juga menghapusnya dari daftar pemeriksaan untuk membantumu."

Apabila orang dalam menolak untuk bekerja sama, para kolektor menggunakan intimidasi.

"Kalau petugas bea cukai menolak, kami akan mengancam terkait anak-anaknya," kata pengepul bertopeng itu. "Petugas itu kemudian akan mengiyakan dengan cepat."

Baca juga:

Andre Kramer juga mengatakan bahwa karyawannya tertekan karena mereka melihat langsung orang-orang yang bekerja untuk kejahatan terorganisir.

"Mereka didekati di rumah mereka, misalnya untuk menempatkan kontainer di dekat pagar," kata dia.

"Staf saya ada yang mengundurkan diri karena tidak ingin bekerja di sini lagi, mereka ketakutan."

Kepala jaksa Rotterdam juga akrab dengan cerita-cerita ini.

"Banyak kriminalitas di kota ini berkaitan dengan isu narkoba di pelabuhan," kata Hugo Hillenaar.

"Kami menghadapi insiden penembakan hampir setiap hari. Padahal sepuluh tahun yang lalu, itu tidak pernah terjadi di jalanan, sedangkan sekarang peristiwa kekerasan meningkat."

Dampak perdagangan kokain juga telah meluas secara nasional, termasuk pembunuhan terhadap seorang jurnalis kriminal di Belanda, Peter R de Vries yang terjadi pada siang hari di Amsterdam.

Baca juga:

"Kelompok-kelompok kriminal itu sangat terorganisir, mereka memiliki CEO, HRD, staf, dan perekrut," kata Nadia Barquioua, pendiri organisasi anak muda, YOUZ.

YOUZ menjalankan proyek-proyek kepemudaan di selatan Rotterdam, salah satu wilayah paling miskin di Belanda tempat banyak pengepul kokain berasal. Lebih dari seperempat populasi di wilayah itu berusia di bawah 23 tahun dan mayoritas berlatar belakang sebagai imigran.

Pada era 1960-an hingga 1970-an, orang-orang yang datang dari luar Belanda menetap di wilayah ini karena tertarik dengan peluang bekerja di pelabuhan. Tetapi ketika kegiatan industri pindah ke sisi barat demi bisa menampung kapal-kapal yang sangat besar, maka pekerjaan yang tersedia pun berkurang. Sebagian mampu pindah, dan situasi ini memicu kemiskinan di wilayah itu.

Aktivitas YOUZ dijalankan melalui sekolah-sekolah, klub-klub, dan pusat komunitas demi mengalihkan anak muda dari potensi terlibat kegiatan kriminal.

"Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa menghasilkan uang dengan cara biasa jauh lebih aman daripada melakukannya tindakan kriminal, selain itu, mereka juga memiliki peluang di kota," kata Nadia Barquioua. "Lebih mudah membesarkan anak-anak yang bahagia daripada mengobati pria yang telah rusak."

Jumlah pengepul kokain yang berusia muda juga terus meningkat di Pelabuhan Rotterdam.

"Ada remaja laki-laki berusia 14 atau 15 tahun yang melakukan pekerjaan ini, danitu sangat mengkhawatirkan," kata Hillenaar, "mereka [pengepul yang direkrut] berusia semakin muda."

Baca juga:

Di Rotterdam, ada pembicaraan mengenai "Natal Putih", namun apa yang dimaksud tidak mengacu pada salju.

Menjelang perayaan Natal ini, Hillenaar berpesan kepada pengguna kokain.

"Setiap hari ada lebih dari 40.000 baris kokain yang dihirup di Rotterdam," katanya. "Setiap baris yang Anda hirup memiliki sejarah kekerasan, pemerasan, dan kematian."

Hillenaar berharap perubahan Undang-Undang yang mulai berlaku pada 2022 bisa mencegah orang-orang menjadi pengepul.

Undang-undang tersebut menghilangkan hukuman denda bagi orang-orang tidak berwenang yang berkeliaran di pelabuhan dan mengenakan hukuman penjara hingga satu tahun. Namun, mengingat betapa besarnya uang yang didapat oleh para pengepul, tidak semua orang yakin aturan itu akan berhasil.

"Sejujurnya saya tidak yakin itu akan menghentikan narkoba masuk ke pelabuhan Rotterdam," kata pengusaha Andre Kramer.

Dia juga khawatir perubahan aturan yang meningkatkan ancaman hukuman itu justru memicu kekerasan di wilayah pelabuhan.

"Para pengepul bisa saja pergi diam-diam hari ini, tetapi akan sangat mengkhawatirkan apabila mereka mencoba menggunakan senjata untuk melarikan diri. Anda tentu tidak ingin ada pertunjukan semacam Wild West di terminal Anda.

Bagi beberapa pemuda, ancaman hukuman penjara mungkin membuat mereka berpikir dua kali sebelum melakukan pekerjaan itu. Namun, mengingat besarnya yang bisa mereka hasilkan, tidak semua orang bisa menghindarinya.

Mereka juga menyadari bahwa mereka adalah mata rantai penting dalam rantai peredaran kokain di Eropa. Selain itu, bisnis ini juga tidak akan berakhir dalam waktu dekat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI