Suara.com - Masyarakat adat Tano Batak yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL (PT Toba Pulp Lestari) mendapat tindakan represif dari kepolisian saat menggelar aksi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jumat (26/11/202).
Koordinator Aliansi Gerak Tutup TPL Hengky Manalu menuturkan tindakan represif terjadi saat perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL hendak menunggu respon dari KLHK untuk beraudiensi dengan Menteri LHK Siti Nurbaya.
Namun sekitar pukul 17.40 aparat kepolisian langsung memerintahkan pasukan untuk membubarkan paksa.
"Polisi pada datang, dengan waktu yang segitu mereka langsung ramai ramai memberi peringatan, jika massa tidak membubarkan diri pukul 18.00, masa akan dibubarkan paksa," ujar Hengky kepada Suara.com.
Baca Juga: Gelar Aksi di Depan Gedung KLHK, Masyarakat Tano Batak Tuntut TPL Ditutup
Hengky menuturkan bahwa pihaknya telah selesai menggelar aksi dan hanya menunggu respon untuk beraudiensi dengan Menteri LHK atau jajarannya.
Ia menyebut aparat kepolisian tidak kooperatif dan langsung melakukan tindakan represif dengan membawa paksa peserta aksi yang terdiri anggota organisasi masyarakat sipil dan rombongan masyarakat adat ke dalam mobil.
"Kami sudah nggak aksi lagi, poster sudah ditutup semua, pengeras suara sudah dimatikan,kami minta audiensi namun pihak kepolisian nggak kooperatif memaksa bubarkan. Ramai ramai datang ada 2 truk. Kami menunggu respon, kami minta waktu 5 menit dan minta pihak kepolisian supaya disampaikan jam berapa bersedia. Namun kita dihadapkan tindakan represi padahal ada banyak orangtua," kata dia.
Para peserta aksi kata Hengky, kemudian dibawa ke dalam mobil menuju Polres Jakarta Pusat.
"Informasinya masih di sana mereka (peserta aksi di Polree Jakarta Pusat)," kata Hengky.
Baca Juga: Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL Geruduk DPRD Sumut, Ini Tuntutannya
Hengky melanjutkan, tindakan aparat kepolisian tersebut merupakan gambaran negara yang sangat represif terhadap masyarakat yang hendak bertemu dengan menteri LHK.
"Orang-orang tua yang hadir dari perwakilan masyarakat adat juga mengalami kekerasan dari aparat kepolisian," ucap Hengky.
Dari video yang didapat Suara.com, salah satu aparat kepolisian meminta para peserta aksi yang tengah duduk di dalam kawasan KLHK untuk masuk ke dalam mobil.
Aparat Polisi melalui pengeras suara juga memerintahkan pasukan untuk mengangkut para peserta aksi yang masih berada di dalam kawasan KLHK.
"Agar segera meninggalkan lokasi LHK. Pasukan, angkat masuk ke dalam mobil. Saya perintah kan masukkn, masukan. Kami perintahkan kepada seluruh peserta aksi dengan sukarela masuk, angkat," kata seorang aparat kepolisian
"Kami sudah ingatkan secara persuasif agar secara sukarela meninggakan lokasi KLHK angkat. Kami sudah ingatkan dan peringatkan agar dengan sukarela, kami sudah ingatkan tiga kali," sambungnya.
Berikut 21 nama masyarakat adat dan anggota organisasi masyarakat sipil yang dibawa paksa aparat kepolisian :
- Sahala Pasaribu
- Abriani Siahaan
- Marsinondang Simanjuntak
- Hemat Purba
- Suhunan Siregar
- Saputra Huta Soit
- Bintang Simatupang
- Jemil Sitanggang
- Manukkun Simamora
- Juaksa Siagian
- Roganda Simanjuntak
- Darman Siahaan
- Maruli Tua Simanjuntak
- Fernando Simanjuntak
- Vilarian
- Rudi Situmorang
- Yerico Manurung
- Krismon Gultom
- Reza
- Franki Situmorang
- Valdo souisa
Sebelumnya Masyarakat adat Tano Batak yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL (PT Toba Pulp Lestari) menggelar aksi di depan Gedung KLHK, Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat (26/11/2021).
Dalam aksinya mereka meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk mencabut izin operasional PT TPL yang merupakan tanah adat.
"Hari ini kami berkumpul mengajukan tuntutan perihal persoalan tanah. Kami berharap agar Menteri Siti dibukakan hatinya agar izin TPL segera dicabut," ujar salah satu orator aksi di Gedung Kementerian LHK, Jakarta, Jumat (26/11/2021).
Selain menuntut Menteri LHK, dalam aksinya mereka juga menuntut Presiden Jokowi dan Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan untuk segera mengembalikan wilayah adat, mencabut izin dan menutup PT. TPL.
Menurut perwakilan masyarakat adat, Siti Nurbaya dan Luhut, Jokowi merupakan orang yang bertanggung jawab terkait izin konsesi TPL.
"Persoalan soal konsensi yang mengeluarkan konsesi TPL yakni manusia yang pertama (Yang bertanggungjawab adalah Menteri LHK karena beliau yang mengeluarkan surat keputusan itu (Izin PT TPL), kedua Menteri Marinves bapak Luhut, dan ketiga adalah Presiden Jokowi," tutur orator.