Suara.com - "Lebih baik menangis di dalam mobil Rolls-Royce ketimbang bahagia naik sepeda."
Patrizia Reggiani mengucapkan kalimat tersebut dalam sebuah wawancara televisi saat masih menjadi bagian dari kaum elite Italia. Kalimat itu juga mungkin yang paling mencerminkan obsesinya terhadap kemewahan dan glamor sepanjang hidupnya.
Bertahun-tahun kemudian, Patrizia lebih dikenal dengan julukan 'Vedova Nera' atau 'Black Widow' setelah pengadilan Italia memvonisnya hampir 30 tahun penjara karena terbukti mendalangi pembunuhan mantan suaminya menggunakan pembunuh bayaran pada 1995.
Suaminya tak lain adalah Maurizio Gucci, pewaris merek fesyen ternama yang didirikan kakeknya, Guccio Gucci, pada 1906.
Baca Juga: House of Gucci: Ketika Gadis Sederhana Berubah karena Harta dan Kemewahan
Kasus pembunuhan yang mengejutkan Italia dan dunia mode pada 1990-an ini kembali disoroti media lantaran kemunculan film berjudul "House of Gucci' yang disutradarai Ridley Scott dan dibintangi Lady Gaga.
Penyanyi dan aktris tersebut memerankan Patrizia Reggiani. Sederet nama kondang turut pula berakting dalam film itu, seperti Adam Driver, Al Pacino, Jared Leto, Salma Hayek, dan Jeremy Irons.
Baca juga:
Film ini didasari buku terbitan 2001 berjudul The House of Gucci: A Sensational Story of Murder, Madness, Glamour and Greed karya Sara Gay Forden. Setelah ditayangkan secara perdana di London pada Selasa (09/11), film tersebut akan tayang di bioskop-bioskop dunia mulai 25 November 2021.
Namun, bagaimana sebenarnya kisah perempuan yang diperankan Lady Gaga sehingga dijuluki 'black widow'?
Baca Juga: Diangkat dari Kisah Nyata, Ini 6 Fakta Menarik Film House of Gucci
Awal mula
Patrizia Reggiani dilahirkan di sebuah kota kecil di luar Kota Milan, Italia bagian utara, pada 2 Desember 1948. Dia tidak mengenal ayah kandungnya, sedangkan ibunya bekerja sebagai pelayan.
Hidupnya berubah ketika berusia 12 tahun, tatkala ibunya menikah dengan Ferdinando Reggiani, pebisnis kaya di bidang transportasi.
Sejak saat itu, ayah tirinya memberikan banyak hadiah mewah, mulai dari mantel berbulu dan mobil mahal.
Perlahan tapi pasti, Patrizia mulai memanjat status sosial dan berinteraksi dengan kaum elite di Milan….termasuk Maurizio Gucci.
Keduanya bertemu di sebuah pesta pada November 1970 dan dua tahun kemudian mereka menikah. Pernikahan tersebut menghasilkan dua putri, Alessandra (lahir 1977) dan Allegra (lahir 1981).
Kemewahan melingkupi pasutri ini. Sebut saja apartemen besar di Fifth Avenue, New York; vila mewah di Meksiko; rumah musim dingin di Pegunungan Alpen; hingga yacht kayu terbesar di dunia.
Patrizia pun selalu mengenakan busana-busana mahal di setiap acara sosial. Media Italia menjulukinya "Joan Collins-nya Monte Napoleone", merujuk jalan di Kota Milan yang dipenuhi toko mode dan perhiasan.
Akan tetapi, ayah Maurizio, Rodolfo Gucci, tidak pernah merestui hubungan anaknya dan Patrizia. Rodolfo menganggap Patrizia sebagai "perempuan materialistis", sebut Sara Gay Forden dalam bukunya.
https://www.instagram.com/tv/CLtdF-WJm52/
Ketika Rodolfo meninggal dunia dan Maurizio mewarisi 50% saham Gucci, hubungan Maurizio dan Patrizia mulai retak. Hal itu terjadi berbarengan dengan sikap Patrizia yang terus menekan suaminya cara mengelola merek kondang tersebut.
"Saat masih muda, Maurizio dekat dengan Patrizia untuk mendapatkan dukungan dan kekuatan ketika berhadapan dengan ayahnya. Namun, ketika dia meraih kekuasaan, dia merasa ditindas oleh kritik [Patrizia]," tulis Forden.
Pernikahan keduanya pun kandas.
Tak hanya itu, Maurizio terpaksa menjual kepemilikan merek Gucci kepada bank Investcorp yang bermarkas di Bahrain sebesar US$120 juta pada 1993.
Dari cinta ke benci
Pada 1985, Maurizio meninggalkan Patrizia. Dia pergi dari rumah dan tak pernah kembali.
Menurut Forden, selama bertahun-tahun Patrizia berharap Maurizio kembali padanya. Namun, ketika Maurizio mulai berpacaran dengan perempuan lain, harapan Patrizia berubah menjadi kepahitan.
Pada 1991, keduanya bercerai.
"Dia [Patrizia] melihat segala yang dia ingin capai dalam hidup melalui Maurizio, kemasyhuran, status, dan kekayaan, hilang dari tangannya," jelas Forden.
Pada 1992, Patrizia didiagnosa mengidap tumor otak, yang kemudian diambil lewat operasi tanpa konsekuensi berat. Dia meminta Maurizio untuk mengurus kedua putri mereka, namun sang mantan suami menolak dengan alasan sibuk dengan pekerjaan.
Selama tiga tahun berikutnya, Maurizio memberikan uang bulanan kepada Patrizia sebesar US$100.000 (Rp1,4 miliar dengan nilai tukar masa kini), namun Patrizia dilarang menghuni rumah-rumah mewahnya. Akses ke ragam properti itu justru diberikan ke kekasihnya, Paola Franchi.
Menurut Forden, Patrizia berikrar menghancurkan mantan suaminya itu dan mengatakan ke sejumlah orang, termasuk pembantunya, bahwa dia ingin "melihatnya mati".
Patrizia mengakui mengucapkan pernyataan itu.
Pembunuhan Maurizio
Pada pukul 08.20, 27 Maret 1995, Maurizio Gucci pergi dari rumah ke kantornya.
Selang 15 menit kemudian, pria berusia 46 tahun itu ditembak sebanyak empat kali di luar kantornya yang terletak di salah satu kawasan paling elite di Kota Milan.
Maurizio dibunuh seorang laki-laki dengan ciri-ciri rambut berombak, menurut laporan yang beredar. Belakangan kepolisian memastikan laki-laki tersebut adalah pembunuh bayaran.
Tak lama kemudian, Patrizia pindah ke kediaman mantan suaminya di Jalan Corso Venezia bersama kedua putrinya. Kekasih Maurizio, Paola Franchi, diusir.
Selama hampir dua tahun, kasus itu tak bisa dipecahkan. Namun, pada 31 Januari 1997, dua mobil polisi tiba di depan gerbang rumah Patrizia dan perempuan itu ditangkap.
Alih-alih terlihat panik, Patrizia tampak tenang saat keluar rumah dengan memakai emas dan perhiasan berlian nan mengilap, mantel bulu yang menyapu lantai, serta tas tangan kulit merek Gucci.
"Saya pikir saya bisa menghindari [gugatan] pembunuhan, saya akan kembali ke rumah dalam beberapa jam," papar Forden, menerangkan sikap Patrizia saat itu.
Tapi tidak demikian adanya.
Kepolisian Milan mengantongi bukti bahwa Patrizia telah memerintahkan pembunuhan terhadap suaminya dan memberi uang sebesar US$375.000 (Rp5,3 miliar) kepada seorang pembunuh bayaran.
Pada Juni 1998, dia diadili di sebuah pengadilan Kota Milan. Rambut hitam potongan pendeknya tampak berantakan. Dia memakai celana katun biru dan sweater katun sederhana. Status perempuan elite yang biasa disandangnya tak terlihat lagi.
Dalam hitungan bulan, tepatnya pada November 1998, Patrizia bersama empat kaki tangannya dinyatakan bersalah atas pembunuhan Maurizio Gucci. Dia dihukum penjara selama 29 tahun.
Proses persidangan itu mendapat perhatian banyak media. Pada periode itulah dia mendapat julukan "black widow fesyen".
Dua putri Patrizia—korban sebenarnya dalam tragedi ini, menurut Forden—memohon agar vonis dibatalkan dengan alasan Patrizia terganggu oleh tumor otak yang diidapnya sehingga hal itu mungkin mempengaruhi kepribadiannya.
Hukuman penjara tidak dibatalkan, tapi durasinya dikurangi hingga menjadi 26 tahun. Patrizia sempat mencoba bunuh diri, namun para sipir mampu menggagalkan usaha itu, sebagaimana dilaporkan media setempat pada 2000.
Pada akhrnya, Patrizia menghabiskan 18 tahun di dalam penjara dan bahkan menolak pembebasan bersyarat pada 2011. "Saya tidak pernah bekerja seumur hidup, dan saya jelas tidak akan memulainya sekarang," kata Patrizia kepada pengacaranya, menurut The Guardian.
Dia dibebaskan dari penjara dengan durasi hukuman yang dikurangi karena "perilaku baik".
Menurut harian The Telegraph, melalui perjanjian yang ditandatangani pada 1993, Patrizia memperoleh lebih dari US$1 juta setahun dari warisan Gucci. Dia juga menerima pembayaran lebih dari US$22 juta, yang dia akumulasikan semasa di penjara.
Sejak bebas dari bui, Patrizia bermukim di Milan, tempat dia terlihat dalam beberapa acara dengan burung kakatua pada bahunya.
Bulan lalu, perempuan yang kini berusia 72 tahun itu mengatakan kepada pers Italia: "Saya cukup kesal Lady Gaga memerankan saya dalam film garapan Ridley Scott tanpa mempertimbangkan dan sensitivitas untuk datang dan bertemu dengan saya."
Dia juga mengutarakan ketidaksenangannya terlibat dalam film itu seraya menegaskan tidak mendapat "sepeser pun dari film tersebut."
"Ini bukan soal ekonomi, ini soal akal sehat dan rasa hormat," tambahnya.
Sampai sekarang, dia selalu membantah menjadi dalang pembunuhan mantan suaminya.