Suara.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Sulistyowati Irianto mendesak Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggunakan hati nurani saat membahas Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Sulistyo mengatakan korban-korban kekerasan seksual sudah sangat banyak dan masih banyak korban kekerasan seksual yang masih takut bersuara karena tidak ada payung hukum yang melindungi mereka di negara ini.
"Wakil kita yang terhormat Baleg di DPR, untuk meluangkan ruang di hati nuraninya mendengarkan suara-suara yang setiap tahun ribuan yang dilaporkan Komnas Perempuan dan ada jauh lebih banyak yang tidak dilaporkan," kata Sulistyowati dalam diskusi virtual, Jumat (26/11/2021).
Dia menyebut perdebatan di DPR RI yang selama delapan tahun tak kunjung selesai tentang isi dari RUU TPKS ini harus dibahas secara akademis bukan berdebat pada hal-hal yang bersifat politik identitas.
Baca Juga: Puan Klaim Semangat Tuntaskan RUU TPKS, Tapi Suara Mayoritas Fraksi di Panja Masih Berbeda
"Saya ajak teman-teman para wakil rakyat yang terhormat di Baleg itu untuk melihat syarat-syaratnya, secara filosofis, yuridis, dan sosisologis apakah RUU ini baik atau tidak," tegasnya.
"Jangan membangunkan sentimen politik identitas, karena itu akan membuat Indonesia tidak bisa menjadi bangsa yang maju," sambung Sulistyowati.
Sulistyowati menegaskan, bangsa yang maju tidak hanya diukur dari perkembangan ekonomi saja, tetapi soal kemanusian termasuk negara yang bebas dari ancaman kekerasan seksual.
Diketahui, Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual gagal menggelar rapat pleno untuk pengambilan keputusan draf RUU TPKS tingkat pertama pada 25 November kematin karena suara fraksi-fraksi belum sama.
Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan kekinian ada dua fraksi yang bersurat ke Panja. Isi surat dari dua fraksi pada intinya meminta penundaan rapat untuk kembali melakukan pendalaman. Sementara beberapa fraksi lain juga turut mengirimkan masukan mereka.
Baca Juga: Gara-gara Golkar dan PPP Minta Tunda, Panja Gagal Ambil Keputusan Tingkat Pertama RUU TPKS
"Ya kalau yang bersurat secara resmi ya Golkar dan PPP, bersurat secara resmi untuk meminta pendalaman penundaan. Ini yang kita benar-benar cermati," kata Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Willy mengatakan secara materi muatan RUU TPKS sebenarnya sudah hampir selesai. Namun belakangan upaya-upaya itu ditolak kembali.