Geser ke Balai Kota, Buruh Ultimatum Anies: Kenaikan UMP Tak Dicabut, Kami Datang Lagi!

Kamis, 25 November 2021 | 14:25 WIB
Geser ke Balai Kota, Buruh Ultimatum Anies: Kenaikan UMP Tak Dicabut, Kami Datang Lagi!
Unjuk rasa buruh bergeser ke Balai Kota Jakarta. Massa buruh mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies agar mencabut kenaikan UMP. (Suara.com/Yosea Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ratusan massa buruh dari berbagai elemen satu demi satu bergerak meninggalkan kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (25/11/2021) siang. Mereka secara berbondong-bondong bergerak menuju gedung Balai Kota DKI Jakarta untuk kembali menyampaikan aspirasinya.

Diketahui, hari ini mereka menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja. Tidak hanya itu, massa buruh juga menatau secara daring jalannya sidang putusan uji materil Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di gedung Mahkamah Konstitusi.

Pantauan Suara.com, massa buruh begerak dari kawasan Patung Kuda menuju Balai Kota pada pukul 13.30 WIB. Imbasnya, satu ruas arus lalu lintas Jalan Medan Merdeka Selatan terpaksa ditutup untuk kendaraan.

Tujuan massa buruh pindah ke depan Balai Kota lantaran Anies Baswedan dinilai bisa menjadi cermin dan contoh bagi gubernur daerah lainnya di Indonesia.

Baca Juga: UMK 2022 Cianjur Tidak Naik, DPRD: Kami Minta Naik, Kebutuhan Sehari-Hari Semakin Mahal

Tidak hanya itu, orang nomor satu di Ibu Kota diminta berani keluar dari aturan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan memihak pada kaum buruh.

"Kami minta Anies cabut kenaikan UMP. Kalau dalam waktu 3x24 jam, kalau tidak dicabut, kami balik ke sini (Balai Kota)," ujar Said Iqbal selaku Presiden KSPI di lokasi.

Sementara itu, massa aksi buruh tidak lama menggelar aksi unjuk rasa di gedung Balai Kota. Mereka hanya menyampaikan aspirasinya kurang lebih menit.

Tuntutan Buruh 

Dalam demo ini, mereka menolak upah minimum serta mengajukan tiga tuntutan dalam aksi tersebut. Pertama, KSPSI sebagai konfederasi buruh di Indonesia menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021.

Baca Juga: Kapolda dan Pangdam Temui Massa Buruh di Patung Kuda, Bagi-bagi Roti hingga Naik Kuda

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea beleid menyebut, peraturan ini sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law sehingga belum dianggap tepat jika dijadikan dasar penetapan upah.

"Kenaikan upah minimum ini sangat tidak adil," kata dia dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (24/11/2021).

Selanjutnya, kSPSI juga menuntut MK MK mengumumkan keputusan formil uji materi UU Cipta Kerja agar berlaku adil.
Kedua, KSPSI meminta bisa Permintaan itu bertepatan dengan pelaksanaan sidang pembacaan putusan gugatan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.

"Kami berharap hakim MK bisa berlaku seadil-adilnya. Karena, saya yakin MK merupakan benteng keadilan terakhir yang bisa memutuskan secara adil dan selalu ada untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Ketiga, laki-laki yang juga menjabat Pimpinan Konfederasi Buruh Se-ASEAN (ATUC) ini menuntut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merevisi atau mencabut instruksi Mendagri ke kepala daerah dalam rangka penetapan upah minimum.
Aksi ini jadi salah satu dari rangkaian dari aksi besar yang rencananya akan dilakukan pada 29 dan 30 November 2021.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI