Suara.com - Normalisasi sungai di Jakarta berjalan lamban dan bahkan terkesan mandek. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang bertugas membebaskan lahan di bantaran sungai untuk pengerjaan tak berjalan mulus.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Syarief mengungkap alasan pembebasan lahan mandek. Syarif menyebut Gubernur Anies Baswedan melakukan pendekatan yang lebih humanis dalam melakukan penggusuran.
"Pak Anies pendekatannya maunya humanis. Humanis ya, enggak ada kekerasan," ujar Syarif saat dikonfirmasi, Rabu (24/11/2021).
Syarif pun membandingkan pembebasan lahan di era Anies dengan masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Saat itu, penggusuran dilakukan dengan cara mengedepankan kekerasan yang akhirnya menimbulkan kecaman dari banyak pihak.
Baca Juga: Cerita Anies Baswedan Kecemplung Got, Sampai Bikin Deddy Penasaran Banget
"Ahok cuma bisa gusur doang, waktu itu dia pakai cara kekerasan," katanya.
Karena menggunakan cara yang lebih humanis, Syarif mengakui pembebasan lahan jadi lebih sulit dilaksanakan. Meski sudah ada dananya, muncul masalah lain seperti penyelesaian administrasi.
"Uangnya ada, tapi rupanya yang kita bayangkan enggak semudah urusan tanah. Warga enggak bayar PBB, kalau mau dibayar (untuk pembebasan lahan), mereka harus melunasi PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dulu," tutur Syarif.
Untuk masalah PBB ini, Syarif menyebut Pemprov tak bisa ikut melunasinya. Sebab, jika dilakukan akan bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
"Warga sudah siap direlokasi, sudah mau geser, tanah kosong. Cuma harus bayar PBB dulu, tunggakannya 15 sampai 20 tahun," pungkasnya.
Baca Juga: Tak Dapat Gambaran Jelas, DPRD DKI Hapus Usulan Pinjaman Jakpro Senilai Rp 4,026 Triliun