Suara.com - Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Willy Aditya mengaku belum bisa memastikan bahwa draf RUU tersebut bakal dibawa pada pengambilan keputusan tingkat pertama.
Sebelumnya Panja merencanakan pengambilan keputusan tingkat pertama draf RUU TPKS pada 25 November 2021. Dengan begitu diharapkan selanjutnya draf dapat dibawa kepada pengambilan keputusan tingkat dua di rapat paripurna untuk disahkan sebagai draf RUU inisiatif DPR.
"Kita sedang menunggu saja kita belum bisa memastikan sesuai dengan tanggal 25," kata Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/11/2021)
Sebagai Ketua Panja, Willy mengaku dirinya masih terus melakukan komunikasi dan melihat perkembangan terkait kesamaan pandang dan perbedaan antarfraksi soal rencana pengesahan draf RUU TPKS.
Baca Juga: Guru Besar UI Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Selama Bertahun-tahun
"Tentu masih komunikasi kiri dan kanan, kalau bisa dengan jadwal 25 November alangkah lebih bagus dan berbahagianya saya dan teman-teman yang lain. Tapi kalau belum ya kita lagi lihat primbon lah gitu hari baik langkah baik," tutur Willy.
Sementara itu menanggapi perkembangan seputar draf RUU TPKS, diakui Willy perbedaan pandang memang tentunya akan terjadi di ruang politik. Kendati keberadaan RUU TPKS itu sendiri mendapat sambutan positif.
"Gini sesuatu yang benar itu belum tentu cocok secara politik. Jadi gini, benar, bener, ini bener di ruang politik bisa jadi berbeda gitu," ujarnya.
Tak Atur Ranah Privat
Willy Aditya mengatakan bahwa RUU tersebut tidak mengatur soal urusan pribadi seks masyarakat luas. Yang diatur, kata Willy berkaitan dengan kekerasan seksual.
Baca Juga: LBH Bali Temukan 42 Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Unud, Rektor Minta Korban Lapor
"Seksualitas itu privasi itulah puncaknya private. Yang diatur oleh negara ini adalah tindakan kekerasan yang kebetulan objeknya seksualitas jadi biar clear kita semua ini," kata Willy.
Willy meminta keberadaan RUU TPKS harus dilihat secara objektif. Di mana memang tidak ada aturan yang melewati ranah-ranah privasi publik berkaitan seksualitas.
Seksualitas itu kan hal yang privasi kebetulan objeknya itu. Kalau hal lain itu enggak bisa negara intervensi. Nah ini yang kemudian menjadi biar kita tidak menyatukan minyak dan air ya sama-sama melihat secara objektif dan profesional," tutur Willy.
Sementara itu terkait pembahasan RUU TPKS, Willy berujar hal itu hampir selesai. Direncanakan sebelumnya, RUU TPKS sendiri akan disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada 25 November 2021 untuk kemudian dilakukan pembasan kembali menjadi undang-undang.
"Kalau perdebatan (judul) hampir selesai ya tinggal bagaimana teman-teman meminta masukan. Kita tidak hanya mengatur kekerasan seksual, kita juga mengatur kebebasan seksual dan penyimpangan seksual itu dua hal yang berbeda," kata Willy.