Jurnalis Asrul Divonis 3 Bulan Penjara, SAFEnet: Proses Pemidanaan Yang Keliru

Selasa, 23 November 2021 | 21:43 WIB
Jurnalis Asrul Divonis 3 Bulan Penjara, SAFEnet: Proses Pemidanaan Yang Keliru
Muhammad Asrul, jurnalis dikriminalisasi karena menulis berita tentang dugaan korupsi. [dokumentasi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jurnalis Berita.news, Muhammad Asrul divonis tiga bulan penjara dalam perkara tindak pidana Undang Undang ITE. Putusan itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan, Selasa (23/11/2021).

Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet menilai, kasus yang menjerat Asrul merupakan kriminalisasi terhadap jurnalis. Hal itu terlihat dari konstruksi yang dibangun sejak awal berupa dicantumkannya
Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian yang ancamannya di atas lima tahun.

"Kriminalisasi terhadap jurnalis ini terlihat dari bagaimana konstruksi kasus ini dibangun sejak awal dengan dicantumkannya pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian yang ancamannya di atas lima tahun. Dari sini saja sudah terlihat keliru dalam proses pemidanaannya," kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto dalam konfrensi pers secara virtual, Selasa sore.

Damar pun membeberkan kekeliruan pemidanaan terhadap Asrul dalam perkara ini. Pertama, jika karya jurnalistik Asrul mengandung ujaran kebencian, maka unsur tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu.

Baca Juga: Divonis Penjara karena Berita Korupsi, Kasus Arsul jadi Preseden Buruk Kebebasan Pers

Damar melanjutkan, jika merujuk pada konstruksi ujaran kebencian, artinya harus berdasar pada diskriminasi ras, suku, agama dan antargolongan. Sedangkan, karya jurnalistik Asrul berisi tentang berita soal dugaan korupsi.

"Kalau ternyata mengangkat soal dugaan korupsi, maka tidak bisa dinyatakan bahwa ada golongan tertentu yang dirugikan. Apakah golongan koruptor yang dirugikan. Ini sebuah penanda bahwa konstruksi kasus ini adalah kriminalisasi," tegas Damar.

Terhadap laporan terhadap Asrul dalam kasus ini, Damar melihat adanya relasi yang tidak seimbang. Sebagaimana diketahui, Farid Karim Judas selaku pelapor mempunyai posisi yang kuat di wilayah Palopo.

"Dia (Farid) menggunakan kekuasaan untuk memenjarakan Asrul," papar Damar.

Damar melanjutkan, kepolisian yang menangani kasus ini seharusnya mengedepankan MoU antara Polri dengan Dewan Pers. Artinya, produk jurnalistik yang bermasalah harus diproses terlebih dahulu melalui sengketa pers.

Baca Juga: Jurnalis Asrul Divonis 3 Bulan Penjara UU ITE, Pengacara: Preseden Buruk Kemerdekaan Pers

"Bahwa mekanismenya harus melalui sengketa pers terlebih dahulu, tapi itu dilangkahi," tutur dia.

Tidak sampai situ, menurut catatan SAFEnet, dalam proses pengadilan JPU juga melakukan hal yang sama. Salah satunya mencantumkan tiga pasal Undang-Undang ITE.

"Pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2 ITE, pasal 14-15 UU nomor 1 tahun 1946. Tapi semua terbantahkan dan dimasukkan pasal 27 ayat 3," kata Damar.

Dukung Asrul Banding

Damar mendukung agar Asrul mengajukan banding atas vonis tiga bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo. Menurut dia, putusan tersebut keliru karena tidak berbasis fakta persidangan dan mengabaikan upaya yang dilakukan untuk membuktikan bahwa Asrul tidak layak dipidana.

"Kalau banding kami akan mendukung, dan meminta majelis hakim di pengadilan tinggi Sulawesi Selatan untuk membebaskan Asrul," pungkas Damar.

Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, mewakili koalisi turut menyesalkan putusan tiga bulan kepada jurnalis Berita.news tersebut. Sebab, putusan tersebut akan menjadi preseden buruk untuk kebebasan pers di Indonesia.

"Kami sangat menyesalkan putusan ini. Karena bagaimanapun keputusan ini akan menjadi preseden buruk kebebesan pers," kata Ade.

Di tengah upaya merevisi Undang-Undang ITE, kata Ade, dalam praktik penegakan hukumnya berkaitan SKB menteri, disebutkan bahwa karya jurnalistik tidak bisa dipidana. Tapi, karya jurnalistik yang ditulis Asrul jusru dipidanakan.

"Tapi praktiknya pengadilan tetap memberikan putusan terhadap karya jurnalistik," sambungnya.

Menurut Ade, jika karya jurnalistik Asrul dipermasalahkan, seharusnya hal itu bisa ditempuh dengan jalur sengketa pers. Menurutnya, kasus yang menjerat Asrul menjadi semacam paradoks bagi jurnalis lain dalam upaya mendapatkan kebebasan pers.

"Tapi pengadilan terus mengadili dan ini sangat paradoks dalam mencari keadilan dari teman-teman jurnalis," beber dia.

Abdul Azis Dumpa selaku perwakilan Koalisi Advokat untuk Kebebasan Pers dan Berekspresi kecewa dengan putusan tersebut. Menurut dia, karya jurnalistik Asrul harus di proses di Dewan Pers. Di sisi lain, lanjut Abdul, Dewan Pers telah mengeluarkan surat jika karya Asrul adalah produk jurnalistik.

"Kan Maret lalu dewan pers sudah mengeluarkan surat bahwa tulisannya produk jurnalistik," kata Abdul.

Mengutip KabarMakassar.com -- jaringan Suara.com, menurut Majelis Hakim, terdakwa Asrul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga bulan. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari tindak pidana yang dijatuhkan," kata Hasanuddin dalam putusannya di Ruang Kusuma Atmadja, Pengadilan Negeri Palopo.

Putusan majelis hakim lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Palopo yang menuntut Asrul dipidana penjara selama 1 tahun. Mendengar putusan majelis hakim, JPU Kejari Palopo Erlysa mengaku masih mempertimbangkan untuk melakukan banding.

"Kami dikasih kesempatan satu minggu, ini masih masa pikir-pikir ya," kata Erlysa.

Untuk diketahui, kasus Jurnalis Asrul berawal saat ia menulis tiga artikel dugaan korupsi di Berita.news yang membawa nama Putra Mahkota Palopo pada tahun 2019 lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI