Suara.com - Isu kasus tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus kembali mencuat, pelakunya diduga merupakan salah satu guru besar Universitas Indonesia.
Dugaan ini muncul dari sebuah utas pengguna Twitter @IbnuTarsip yang mengungkapkan bahwa guru besar yang diduga melakukan kekerasan seksual tersebut mengajar di Fakultas Ilmu Politik UI berinisial BM.
Dia bahkan menyebut kasus ini sudah menjadi gosip bertahun-tahun dan akan diungkap setelah munculnya Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"The iceberg has cracked (gunung es akan terbongkar)," cuit @IbnuTarsip.
Baca Juga: LBH Bali Temukan 42 Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Unud, Rektor Minta Korban Lapor
Menanggapi hal ini, Sekretaris UI, Agustin Kusumayati mengatakan bahwa isu ini sudah masuk dalam radar mereka, namun penyelesaiannya tetap dengan menggunakan asas praduga tak bersalah.
"UI telah memiliki perangkat hukum dan mekanisme penyelesaian dugaan pelanggaran yang mungkin terjadi. Dalam menangani berbagai dugaan pelanggaran, hak dari korban dan hak dari terduga pelaku sama-sama dijaga dan dihormati," kata Agustin dalam keterangannya, Selasa (23/11/2021).
Dia menerangkan bahwa Peraturan Rektor Universitas Indonesia/PRUI No.14 tahun 2019 telah jelas menegaskan bahwa setiap warga UI harus menjunjung tinggi norma kesusilaan dan sopan santun.
"Tidak hanya mencakup pelarangan kekerasan seksual, melainkan mencakup pula larangan untuk melakukan segala bentuk pelecehan dan perundungan, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual," tegasnya.
Sesuai dengan Permendikbud 30/2021 tentang PPKS, Agustin menyebut UI akan segera membentuk Satuan Tugas anti kekerasan seksual yang akan menindaklanjuti semua laporan tindak kekerasan seksual di kampus UI.
Baca Juga: Kemarin, Keluarga Korban Air Keras Tuntut Keadilan, Guru Besar UI dan Berita Lainnya
"Setiap laporan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual, kami upayakan penyelesaikannya sedemikian rupa, sehingga dapat menjaga dan menghormati hak-hak korban maupun terduga pelaku," tutupnya.