Suara.com - 12 orang menteri di Kabinet Sudan saat ini dilaporkan mengundurkan diri pada Senin (22/11/2021) waktu setempat. Keputusan itu sebagai bentuk protes atas tercapainya kesepakatan antara militer dengan pemerintah usai kudeta di negara itu.
Menyadur laman kantor berita Anadolu, Selasa (23/11/2021), kesepakatan politik antara pihak dewan militer yang berkuasa di Sudan dengan pemerintah Perdana Menteri Abdalla Hamdok memicu reaksi protes dari kalangan menteri.
Pada Minggu (21/11/2021), Perdana Menteri Hamdok dibebaskan setelah menandatangani perjanjian politik dengan kepala dewan militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
Upaya itu untuk mengakhiri krisis selama berminggu-minggu yang mengancam akan merusak transisi politik di Sudan.
Baca Juga: Demo Menentang Kudeta Sudan, 15 Orang Tewas Ditembak Aparat
Sementara kesepakatan itu sebagian besar disambut oleh masyarakat internasional, kekuatan politik Sudan telah menolaknya sebagai "upaya untuk melegitimasi kudeta".
Menteri yang mengundurkan diri termasuk menteri luar negeri, kehakiman, pertanian, irigasi, investasi dan energi, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh para menteri.
Menteri pendidikan, tenaga kerja, transportasi, kesehatan, pemuda dan urusan agama juga mengajukan pengunduran diri mereka.
Pernyataan itu mengatakan lima menteri koalisi Pasukan Kebebasan dan Perubahan (FFC), yang telah berbagi kekuasaan dengan militer sebelum kudeta militer bulan lalu, tidak dapat melakukan rapat kabinet pada Senin.
Para menteri tidak menjelaskan alasan di balik pengunduran diri mereka.
Baca Juga: Transisi ke Pemerintahan Sipil, Begini Janji Panglima Militer Sudan Abdel Fattah Al-Burhan
Para menteri yang mengundurkan diri adalah bagian dari pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Hamdok yang dibubarkan pada 25 Oktober oleh al-Burhan.
Pada saat itu, al-Burhan mengumumkan keadaan darurat dan membubarkan pemerintah transisi, di tengah protes dan tuduhan yang saling bersaing antara militer dan politisi.
Puluhan orang telah tewas sejak kudeta militer 25 Oktober di tengah aksi protes yang menuntut pemerintahan sipil. (Sumber: Kantor Berita Anadolu)