Suara.com - Dua kepala desa yang berada di kawasan pertambangan batu bara PT Inmas Abadi, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu menolak penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) tersebut.
Kepala desa tersebut berasal dari Desa Suka Baru dan Suka Maju menegaskan menolak penambangan di sekitar Bentang Alam Seblat yang menjadi habitat terakhir Gajah Sumatera di Provinsi Bengkulu.
Penolakan tersebut langsung disampaikan Kepala Desa Suka Baru Wakidi dan Kepala Desa Suka Maju Mukhlis saat pertemuan penyusunan Amdal di Kantor Camat Marga Sakti Seblat, Sabtu (20/11/2021).
Salah satu warga Desa Suka Maju, M Toha menyebut, perusahaan tersebut mengadakan sosialisasi sekaligus membuat berita acara untuk AMDAL, namun hal tersebut tidak dikoordinasikan dengan masyarakat sama sekali.
"Kita tidak menolak sosialisasi tapi menolak keberadaan PT Inmas Abadi mengeruk Tanah Pekal dan merusak Seblat," katanya.
Dia juga menambahkan, bahwa 99 persen masyarakat yang berada di lahan tersebut menolak keberadaan perusahaan tersebut.
Dia menjelaskan, Izin Usaha Perusahaan (IUP) PT Inmas yang diterbitkan Gubernur Bengkulu pada 23 Agustus 2017 menyebutkan, jika semua pemukiman yang ada di Air Kuro termasuk dalam Desa Suka Maju masuk dalam IUP PT Inmas Abadi.
"Di mana dalam desa tersebut berisikan 1.000 jiwa masyarakat yang terdiri dari 248 kepala keluarga yang sudah berada di sana selama 15 tahun," ujarnya.
Namun kenyataannya Gubernur Bengkulu tidak mencabut izin IUP bagi PT Inmas abadi dan hanya mengecilkan lahan yang digunakan PT Inmas Abadi dari 5.000 hektare menjadi 4.051 hektare.
Dalam areal pertambangan itu, juga termasuk Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang merupakan habitat Gajah Sumatera.
Baca Juga: Olive Melahirkan, Populasi Gajah di Tangkahan Sumut Bertambah
"Padahal lahan masyarakat yang digunakan oleh PT Inmas Abadi berdampingan langsung dengan TWA," sebutnya.