Suara.com - Kualitas udara yang kian memburuk di ibu kota India, Delhi, membuat beberapa orang khawatir keluar rumah. Namun sebagian besar warga setempat sudah menganggap hal itu sebagai masalah biasa, menurut seorang warga negara Indonesia yang tinggal di sana.
Mohamad Agoes Aufiya, 32 tahun, yang tinggal di Munirka, Delhi Selatan, mengatakan kota itu diselimuti kabut asap dengan jarak pandang sekitar satu kilometer.
"Saya lihat aktivitas warga sedikit menurun karena ada beberapa kegiatan yang diminta pemerintah untuk tidak dilakukan demi mengurangi polusi," kata Agoes kepada BBC News Indonesia, Kamis (18/11).
Pihak berwenang di Delhi telah menutup semua sekolah dan perguruan tinggi sampai batas waktu yang belum ditentukan akibat polusi udara.
Baca Juga: Kabut Asap Polusi Selimuti Langit Beijing
Baca juga:
- Udara di ibu kota India jadi beracun setelah pesta kembang api Diwali
- Umur warga India diperpendek akibat polusi, lebih parah dari warga Jakarta
- Apakah polusi udara benar-benar mengakibatkan tindakan kriminal?
Pekerjaan konstruksi juga dilarang hingga 21 November kecuali untuk proyek-proyek transportasi dan terkait pertahanan.
Hanya lima dari 11 pembangkit listrik berbasis batu bara di kota itu yang diizinkan untuk beroperasi.
Kabut asap beracun telah mencekik Delhi sejak Festival Diwali, awal November lalu.
Level PM2.5 - partikel kecil yang dapat menyumbat paru-paru - di Delhi jauh lebih tinggi dari pedoman keselamatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada Selasa (16/11) lalu, beberapa daerah di kota tersebut mencatat angka mendekati atau lebih tinggi dari 400, yang dikategorikan "parah".
Baca Juga: Bahaya! Kabut Asap Karhutla Mulai Selimuti Banjarbaru
Angka antara nol dan 50 dianggap "baik", dan antara 51 dan 100 "memuaskan", menurut indeks kualitas udara atau AQI.
Beberapa sekolah sudah ditutup sejak pekan lalu karena polusi. Bahkan, pemerintah mengatakan sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan lockdown untuk meningkatkan kualitas udara seiring awan tebal kabut asap menutupi seluruh kota.
Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI New Delhi, Hanafi, mengatakan pihaknya telah mengimbau para WNI di Delhi untuk mengurangi aktivitas di luar rumah serta bekerja dari rumah demi mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Saat ini terdapat 122 WNI di kota tersebut.
"WNI di Delhi sendiri juga sudah memahami hal ini sehingga umumnya lebih memilih berada di dalam rumah yang biasa dilengkapi air purifier dan menggunakan masker saat sedang berada di luar rumah," kata Hanafi lewat pesan singkat kepada BBC News Indonesia.
Apa penyebab polusi udara di Delhi?
Campuran berbagai faktor seperti emisi kendaraan dan industri, debu, serta pola cuaca membuat Delhi menjadi ibu kota paling tercemar di dunia.
Udara terutama menjadi beracun dalam bulan-bulan musim dingin karena petani di negara-negara bagian tetangga membakar tunggul tanaman.
Praktik ini sudah dilarang pada 2015 - tetapi penegakannya lemah.
Kemudian kembang api selama Festival Diwali memperburuk kualitas udara.
Beberapa negara bagian telah melarang penjualan dan penggunaan kembang api selama perayaan Diwali, tetapi penerapan larangan itu lemah di banyak negara bagian.
Sebuah studi tahun 2018 mendapati ada efek "kecil namun signifikan secara statistik" dari kembang api saat perayaan Diwali.
Sebuah laporan oleh Pusat Sains dan Lingkungan, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Delhi, menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 meningkat selama Diwali pada 2018, 2019 dan 2020 di ibu kota.
Tidak semua kembang api menghasilkan banyak partikel PM2.5, namun kembang api mengandung berbagai zat beracun lainnya, termasuk logam berat. Dewan Pengendalian Polusi Pusat pemerintah sendiri mencantumkan 15 zat dalam kembang api yang katanya "berbahaya dan beracun".
Namun, ada sangat sedikit penelitian yang mengkuantifikasi secara pasti kontribusi yang kembang api terhadap kualitas udara yang buruk pada periode ini.
'Masalah tahunan'
Agoes, yang tinggal di Delhi sejak 2013 guna menempuh studi di Universitas Jawaharlal Nehru, mengatakan warga Delhi menganggap kabut asap ini sebagai masalah tahunan.
"Sudah biasa seperti ini, jadi masalah ini masih terus ada sejak saya datang di sini. Biasanya terjadi di musim dingin," ujarnya.
Pria yang juga memiliki channel YouTube itu mengatakan kabut asap telah membuat ia dan keluarganya khawatir keluar rumah. Namun mereka tetap melakukannya pada sore hari dengan menggunakan masker N95.
"Rasa khawatir itu ada... jadi kita hanya keluar rumah pada saat memang diperlukan saja," kata Agoes.
Agoes yang berasal dari Martapura, Kalimantan Selatan, mengatakan kabut asap di Delhi mengingatkannya pada peristiwa serupa di kampung halamannya beberapa tahun yang lalu. Namun, menurutnya, kabut asap di Delhi ini lebih parah.
"Kalau saya merasakan antara kota Martapura, tidak separah di kota New Delhi ini dari sisi waktu lamanya dan dari sisi jarak pandangnya saya pikir masih mending," ungkapnya.
Tahun ini, polusi menjadi begitu parah sehingga Mahkamah Agung India mengeluarkan peringatan keras, yang memerintahkan pemerintah negara bagian dan federal mengambil langkah-langkah "segera dan darurat" untuk mengatasi masalah tersebut.
Menyusul sidang di Mahkamah Agung, Komisi Manajemen Kualitas Udara Delhi mengadakan sebuah pertemuan dan langkah-langkah darurat diumumkan.
Langkah-langkah lain yang diumumkan oleh panel tersebut mencakup larangan masuk bagi truk ke Delhi dan negara-negara bagian tetangga Uttar Pradesh, Punjab, Haryana, dan Rajasthan hingga 21 November, kecuali yang membawa komoditas esensial.
Panel juga mengarahkan Delhi dan negara-negara lain untuk "mendorong" kantor swasta untuk membolehkan 50% karyawan mereka bekerja dari rumah selama periode tersebut demi mengurangi emisi kendaraan dan tingkat debu.
Bagaimanapun wartawan BBC News di Delhi, Geeta Pandey menyebut langkah-langkah ini "seperti meletakkan perban di lubang peluru".
"Mereka telah dicoba di masa lalu dan telah membuat banyak perubahan pada udara kota dalam jangka panjang," ujarnya.
Para pakar mengatakan bahwa untuk membersihkan udara diperlukan langkah-langkah drastis yang bukan prioritas bagi para pemimpin negara, imbuhnya, dan ada kemungkinan pada awal musim dingin tahun depan situasi yang sama akan terjadi lagi.
Masalah polusi di India tidak hanya terbatas pada Delhi.
Kota-kota di India secara rutin mendominasi peringkat polusi global, dan udara kotor membunuh lebih dari satu juta orang setiap tahun, menurut sebuah laporan oleh kelompok riset AS, Energy Policy Institute di University of Chicago (EPIC).
Laporan tersebut menambahkan bahwa warga di India utara menghirup "tingkat polusi yang 10 kali lebih buruk daripada yang ditemukan di wilayah lain di dunia" dan, seiring waktu, tingkat polusi tinggi ini telah menyebar ke bagian-bagian lain India.