Suara.com - Situasi di Afghanistan kian memburuk, ditambah kekeringan berkepanjangan. Setelah perabot habis dijual untuk biaya sehari-hari, keluarga Afghanistan terpaksa menjual anak mereka.
Ekonomi Afghanistan yang sebelumnya telah babak belur kini dihantam kekeringan berkepanjangan dan berkuasanya kembali Taliban. Masa depan negara itu tampak suram.
Taliban hingga kini masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional setelah merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus 2021.
Di dalam negeri, mereka juga berjuang untuk memahami dan mengendalikan situasi Afghanistan yang memburuk. Namun rakyat miskinlah yang harus membayar harga paling mahal.
"Pandemi COVID-19, krisis pangan yang telah berlangsung, dan datangnya musim dingin semakin memperburuk keadaan," menurut laporan yang baru diterbitkan oleh UNICEF, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan perkembangan kepada anak-anak di seluruh dunia.
"Pada tahun 2020, hampir setengah dari populasi Afganistan sangat miskin dan tidak bisa memenuhi kebutuhan seperti nutrisi dasar atau air bersih," menurut laporan tersebut.
Dan ini menggambarkan kondisi sebelum pergolakan belakangan ini.
Menurut UNICEF, jutaan anak masih membutuhkan bahan-bahan kebutuhan penting, termasuk perawatan kesehatan primer, vaksin polio dan campak, nutrisi, pendidikan, perlindungan, tempat tinggal, air dan sanitasi.
Anak perempuan terpaksa dijual Mohammad Ibrahim, penduduk Kabul, adalah salah satu dari banyak orang yang tidak punya pilihan lain selain menawarkan putrinya yang berusia tujuh tahun bernama Jamila untuk dijual.
Baca Juga: Demi Pekerjaan dan Hidup Baru, Warga Afghanistan Menyelundupkan Diri ke Iran
Uang hasil penjualan Jamila akan dipakai untuk membayar utang-utang keluarganya.