Sebut Kronologi Penganiayaan Versi Polisi Berbeda, Aktivis Papua Takut Dikriminalisasi

Kamis, 18 November 2021 | 17:34 WIB
Sebut Kronologi Penganiayaan Versi Polisi Berbeda, Aktivis Papua Takut Dikriminalisasi
Sebut Kronologi Penganiayaan Versi Polisi Berbeda, Aktivis Papua Takut Dikriminalisasi. Eks Tahanan politik Papua, Ambrosius Mulait. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan tahanan politik sekaligus aktivis Papua, Ambrosius Mulait menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan sejumlah anggota polisi di Papua pada September 2020 tahun lalu. Hari ini, dia bersama pendampingnya, Suarbudaya Rahardian menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna melakukan audiensi.

Sebab, kronologi yang merujuk pada hasil investigasi Polda Papua terkait kasus ini justru berbeda. Dalam kronologi tersebut, dinyatakan bahwa Ambrosius melakukan pemukulan dan bukan sebagai korban penganiayaan.

Usai melakukan pertemuan dengan pihak Komnas HAM bidang pemantauan, Suarbudaya selaku pendamping Ambrosius buka suara. Mereka khawatir jika kronologi yang berbeda dari pihak Polda Papua bisa berujung pada tindakan kriminalisasi.

"Kami khawatir, ini bisa jadi kriminalisasi ujungnya. Kami bisa dituduh menyebarkan berita bohong dan fitnah," kata Suarbudaya, Kamis (18/11/2021).

Baca Juga: Kronologi Penganiayaan Versi Polisi Janggal, Eks Tapol Papua Audiensi dengan Komnas HAM

Agar kasus penganiayaan yang diduga dilakukan aparat kepolisian itu terang benderang, maka Suarbudaya dan Ambrosisus melakukan klarifikasi. Suarbudaya berharap agar Komnas HAM bisa meluruskan kejadian, bahwa Ambrosius lah yang menjadi korban.

"Jadi daripada simpang siur, kami meminta Komnas HAM membantu mengklarifikasi, bahwa dalam hal ini Ambrosius yang menjadi korban dan dia bukan pelaku," ucap Suarbudaya.

Suarbudaya menambahkan, hasil investigasi internal yang dilakukan oleh Polda Papua akan menjadi masalah di kemudian hari. Sebab, dengan kronologi yang menempatkan Ambrosius sebagai pelaku pemukulan -- bukan korban penganiayaan, bisa saja sewaktu-waktu berujung pada upaya kriminalisasi.

Ambrosius Mulait seusai mendatangi Komnas HAM terkati kasus dugaan penganiayaan di Polda Papua. (Suara.com/Yosea Arga)
Ambrosius Mulait seusai mendatangi Komnas HAM terkati kasus dugaan penganiayaan di Polda Papua. (Suara.com/Yosea Arga)

"Dengan adanya hasil pemeriksaan sepihak dari Polda Papua kan posisi kami jadi seolah-olah membuat cerita bohong, bisa saja sewaktu-waktu kami di laporkan karena membuat berita bohong, itu bahaya kan. Jadi kami menegaskan bukan seperti itu kejadiannya dan kami siap untuk dikonfrontasi," tegas Suarbudaya.

Kronologi Berbeda

Baca Juga: Legislator: Kriminalisasi Greenpeace Karena Kritik Jokowi Cuma Ulah Oknum Cari Panggung

Sebelumnya, Ambrosius telah mengadu ke Komnas HAM terkait kasus ini pada Senin (2/11/2020) tahun lalu. Tidak hanya itu, dia juga telah membuat laporan ke Propam Mabes Polri terkait penganiayaan yang dia alami.

Ambrosius yang datang berdua bersama Suarbudaya Rahardian selaku pihak pendamping langsung bertemu pihak Komnas HAM pada bidang pemantauan. Dalam proses mediasi tersebut, Ambrosius  turut membawa hasil visum dan bukti laporan yang dia buat ke Propam Mabes Polri.

Suarbudaya mengatakan, pihaknya menerima informasi yang menyatakan bahwa Polda Papua telah menyurati Komnas HAM pada 15 April 2021 lalu. Isi surat tersebut, beber dia, tentang hasil investigasi internal yang telah dilakukan.

"Karena itu mengejutkan, di dalam hasil pemeriksaan dari Propam Polda Papua disebutkan kalau Ambrosius yang melakukan pemukulan," kata Suarbudaya.

Kronologi dari Polda Papua, melalui hasil investigasi internal itu malah menyatakan kalau Ambrosius lah yang melakukan pemukulan. Sehingga, kasus pemukulan terhadap Ambrosius malah tidak terbukti.

Ambrosius pun turut berbicara soal pangkal permasalahan sehingga penganiayaan itu menyasar kepada dirinya. Ambrosius mengatakan, pada 25 September 2020, menemukan rekannya sedang adu mulut dengan salah satu resepsionis di Hotel Anggrek, Papua.

Tidak lama kemudian, datang anggota polisi diduga dari Polsek Abepura, Jayapura. Mereka pun melakukan pemukulan terhadap Ambrosius.

"Dalam proses, dalam isi surat itu tidak sesuai dengan kronologi kejadian karena peristiwa awalnya saya selaku korban, waktu itu yang melerai ada pihak yang sedang ribut. Tidak lama kemudian, kepolisian datang melakukan penganiayaan terhadap saya," ucap Ambrosius.

Ambrosius melanjutkan, pelaporannya yang telah diterima oleh pihak Propam Mabes Polri hingga kini belum ada tindak lanjut. Di satu sisi, dirinya malah mendapatkan surat dari pihak Komnas HAM yang berisi soal kronologi kejadian merujuk pada surat yang dikirim oleh Polda Papua pada 15 April 2021 lalu.

"Saya kaget ketika kemarin ada surat dari Komnas HAM, karena setelah kami audiensi, ternyata surat yang diterima oleh pihak Komnas HAM dari Polda Papua," ucap Ambrosius.

"Sedangkan surat yang diproses dari Propam Mabes Polri sampai sekarang belum ada. Bahkan, suratnya ini hampir setahun baru kami bisa dapat respons," tambahnya.

Penganiayaan

Pada 25 September 2020, Ambrosius menemukan rekannya sedang adu mulut dengan salah satu resepsionis di Hotel Anggrek, Papua. Ambrosius melerai mereka. Sejurus kemudian, datang oknum yang dikatakan Ambrosius tiba-tiba memukulnya.

Tidak lama setelah itu, Ambrosius didatangi sekelompok orang yang disebutnya anggota berpakaian preman. Satu orang di antaranya disebutkan memegang senjata. Ambrosius mengaku dianiaya dengan menggunakan popor senjata.

Ambrosius juga mengaku diborgol dan dibawa ke kantor Kepolisian Sektor Abepura. Di tempat itu, kata dia, kembali mendapatkan penganiayaan yang dilakukan enam orang.

Ambrosius mengalami patah di bagian bagian hidung, mata bengkak, dan retina pecah serta telinga kanan sobek. Untuk mencari keadilan, dia juga melaporkan kasus itu kepada Propam Polri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI