Suara.com - Pihak berwenang Selandia Baru menemukan jenazah manusia di sebuah tambang batu bara yang sempat mengalami insiden dahsyat satu dekade yang lalu.
Menyadur Sky News Rabu (17/11/2021), sedikitnya 29 orang tewas akibat serangkaian ledakan gas metana di tambang Sungai Pike.
Kecelakaan yang terjadi pada bulan November 2010 tersebut mengakibatkan luka yang mendalam dan trauma bagi keluarga korban.
Selama bertahun-tahun setelah ledakan tersebut, semua warga dilarang masuk ke area tambang dan ditutup secara permanen karena masalah keamanan.
Baca Juga: Bosan saat Lockdown, Pria Ini Bangun Tembok Raksasa 5,6 Meter, Tetangga Protes
Pada 2019, sembilan tahun setelah kejadian, penyelidik diizinkan masuk ke dalam tambang untuk menyelidiki para korban.
Polisi mengatakan telah menemukan dua mayat di tambang tersebut dan kemungkinan masih ada mayat lain yang tertinggal.
Namun, sisa-sisa jenazah tersebut jauh dari pintu masuk tambang yang mengakibatkan tidak dapat dievakuasi.
"Meskipun kami tidak dapat mengidentifikasi jenazah, kami bekerja dengan ahli forensik untuk mengkonfirmasi identitas mereka," jelas Detektif Inspektur Peter Read.
Dia menambahkan bahwa penyelidik percaya ada enam hingga delapan orang yang bekerja di tempat jenazah ditemukan.
Baca Juga: Geger! Warga Asahan Temukan Mayat Bayi dalam Goni di Sungai
Dua tahun setelah ledakan, sebuah laporan Royal Commission menemukan bahwa perusahaan pertambangan Pike River Coal mengabaikan 21 peringatan.
Peringatan tersebut menjelaskan bahwa ada gas metana yang terakumulasi sangat tinggi dan dapat menyebabkan ledakan.
Royal Commission mengatakan pada saat bencana, hanya ada dua inspektur tambang yang tidak dapat memenuhi beban kerja mereka.
Mantan Perdana Menteri Selandia Baru John Key mengatakan: "Perusahaan sepenuhnya dan sama sekali gagal melindungi para pekerjanya."
Para pekerja berada sekitar 5.000 kaki dari pintu masuk tambang ketika ledakan terjadi. Ledakan lebih lanjut terjadi dan orang-orang itu diduga telah tewas.