Suara.com - Greenpeace Indonesia membatah tudingan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) yang menyebut mereka terlibat dalam kerja sama dengan perusahaan penyebab deforestasi.
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik menjelaskan, kerja sama antara Greenpeace dengan perusahaan APP dan Sinar Mas sudah berakhir pada 2018.
"Kerja sama kami dengan APP dan Sinar Mas sudah berakhir sejak 2018. Kami juga mengumumkan hal ini kepada publik melalui siaran pers di web kami," kata Kiki saat dihubungi, Rabu (17/11/2021).
Kiki juga menegaskan bahwa Greenpeace tidak pernah mendapatkan keuntungan dari kerja sama tersebut.
Baca Juga: Bukan Satu Persen, Buruh Minta Kenaikan Upah Minimum 10 Persen di Tahun 2022
"Greenpeace juga tidak pernah meminta dan menerima kompensasi apapun dari APP Sinar Mas dalam kerja sama setara ini, murni hanya dukungan agar APP Sinar Mas berhenti melakukan deforestasi," tegasnya.
Dia meminta agar tidak terjadi kesalahpahaman dari tudingan KLHK tersebut, karena kerja sama Greenpeace dengan dua perusahaan tersebut tidak sama dengan mendukung deforestasi di Indonesia.
"Kita jangan menutup mata dengan apa yang saat ini terjadi di depan mata kita. Dampak deforestasi di Kalimantan akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan atau pertambangan telah nyata terasa," ucapnya.
Dia mencontohkan, wilayah Kalsel, Kalbar, Kalteng tak pernah luput dari ancaman titik panas, saat ini banjir juga telah meluas selama beberapa minggu, ini merupakan dampak nyata dari deforestasi yang terjadi di Kalimantan.
Tudingan KLHK
Baca Juga: Dalih Tak Ingin Buat Kesan Pemerintah Antikritik, Cyber Indonesia Cabut Laporan Greenpeace
Sebelumnya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menyebut Greenpeace turut ambil bagian dalam perusahaan itu dalam kerjasama yang dilakukannya dalam kurun waktu tahun 2011 hingga 2018.
Dia merinci, pada 2011, Greenpeace mulai berkolaborasi dengan perusahaan grup sawit yang cukup besar, yang di antaranya menunjukkan bagaimana tidak mudahnya melepaskan dirinya dari deforestasi, pengeringan gambut serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla), baik yang terjadi pada konsesi-konsesi grup sawit itu sendiri maupun rantai pasokannya yang ketika itu terjadi, justru dalam periode saat kerjasama perusahaan-perusahaan itu dengan Greenpeace.
Tak hanya itu, lanjut Bambang, pada tahun 2013, Greenpeace juga berkolaborasi dengan grup perusahaan industri pulp dan kertas, di Sumatera yang juga terkait dengan deforestasi.
“Menteri LHK memberikan sanksi-sanksi kepada sejumlah perusahaan grup besar tersebut serta perusahaan lainnya dari kejadian Karhutla 2015; pembukaan kanal-kanal baru serta kegiatan penanaman akasia di atas areal terbakar. Sanksi-sanksi itu diberikan pemerintah justru pada saat Greenpeace masih dalam kerja bersama, dalam kolaborasinya dengan perusahaan dimaksud,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/11/2021).
Dia menilai Greenpeace memiliki pemahaman dan pengalaman yang cukup atas isu deforestasi karena pernah secara dekat berkolaborasi dengan grup besar perusahaan sektor sawit dan pulp/kertas bertahun-tahun lamanya.