Suara.com - Pengamat menilai Presiden Duterte mencari cara untuk tetap berada dalam lingkaran politik untuk bisa menghindari penyelidikan internasional soal perangnya terhadap narkoba.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada hari Senin (15/11) mengajukan diri untuk mengikuti pemilihan Senat Filipina pada tahun depan.
Ia dinilai mencari cara untuk tetap berada dalam lingkaran politik sambil menghadapi penyelidikan internasional atas langkah-langkahnya dalam perang terhadap narkoba.
Duterte secara konstitusional dilarang mencalonkan diri lagi sebagai presiden. Ia kemudian mengajukan pencalonannya di kantor Komisi Pemilihan, beberapa menit sebelum tenggat waktu untuk mengikuti pemilihan.
Baca Juga: Tebar Psywar ke Duterte, Manny Pacquiao Siap Jadi Capres Filipina
Dia terdaftar sebagai kandidat senator di bawah partai politik yang bersekutu dengan partai PDP-Laban yang kini berkuasa, kata Melvin Matibag, sekretaris jenderal PDP-Laban.
Seorang pengacara menyerahkan dokumen atas nama presiden, demikian menurut dokumen yang dilihat oleh kantor berita AFP.
Dokumen ini memadamkan spekulasi bahwa dia akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden, posisi yang juga diincar oleh putrinya, Sara.
Duterte, 76, sebelumnya mengatakan, dia akan mencalonkan diri untuk jabatan tertinggi kedua di negara itu.
Ia lalu berubah pikiran dan pada bulan lalu mengumumkan rencana untuk pensiun dari politik, yang disambut dengan skeptisisme yang mendalam di antara para analis.
Baca Juga: Tuding Duterte Korupsi, Manny Pacquiao Siap Maju sebagai Capres
Pada September 2015, Duterte pernah membuat pernyataan serupa dengan mengatakan dia "akan pensiun dari kehidupan publik untuk selamanya."
Tapi dua bulan kemudian ia mengumumkan pencalonannya sebagai presiden. Dinilai untuk hindari tuntutan pengadilan internasional Profesor ilmu politik Universitas Filipina Jean Franco mengatakan Duterte mencalonkan diri sebagai Senat karena dia "takut dengan tuntutan hukum dan ICC."
Bulan September lalu, para hakim di Pengadilan Kriminal Internasional telah mengizinkan penyelidikan penuh terhadap kampanye antinarkotika Duterte, dengan mengatakan kampanye itu ibarat serangan tidak sah dan sistematis terhadap warga sipil.
Kelompok hak asasi memperkirakan perang narkoba ala Duterte telah menewaskan puluhan ribu orang.
Sebelumnya, rencana awal Duterte untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden membuat marah para aktivis, yang menggambarkannya sebagai bencana hak asasi manusia di benteng demokrasi Asia.
''Duterte mencalonkan diri sebagai Senat adalah upaya lain dari tiran untuk menghindari akuntabilitas dari Pengadilan Kriminal Internasional dan mekanisme akuntabilitas lainnya,'' kata Cristina Palabay dari Karapatan, aliansi sayap kiri kelompok hak asasi manusia.
''Ini sama jahatnya, oportunis dan liciknya dengan upaya putrinya dan sekutunya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan 2022.''
Sebagai seorang senator, Duterte akan terlindungi dari penangkapan karena kejahatan yang membawanya ke hukuman penjara "tidak lebih dari enam tahun" saat Kongres sedang berlangsung, kata Profesor Jean Franco, mengutip konstitusi negara itu.
Dia menambahkan Duterte juga ingin "memiliki kekuatan tawar-menawar dalam pemerintahan berikutnya."
Belum merasa aman?
Sementara Carlos Conde, peneliti senior Human Rights Watch untuk Filipina mengatakan bahwa Duterte "jelas ketakutan" dan "ingin menutupi semua pintu" guna memastikan dia akan dilindungi dari penuntutan.
"Bahkan dengan pencalonan putrinya sebagai wakil presiden dan ajudan tepercayanya Bong Go sebagai presiden, itu tampaknya tidak cukup menjamin bahwa dia dapat mencapai tujuannya setelah masa jabatan berakhir," kata Conde.
Sara Duterte sebelumnya diperkirakan akan mencalonkan diri sebagai presiden dalam upaya untuk menggantikan ayahnya, dan berpotensi melindunginya dari tuntutan pidana di Filipina dan dari penyelidik ICC.
Tetapi pada hari Sabtu (13/11) dia mengajukan diri di pemilihan wakil presiden. Langkah ini segera didukung oleh calon presiden Ferdinand Marcos Jr. ae/yf (AFP, dpa, AP)