WN Panama dan Dua Anaknya Jadi Korban Dugaan KDRT Oleh Seorang Pria

Selasa, 16 November 2021 | 12:56 WIB
WN Panama dan Dua Anaknya Jadi Korban Dugaan KDRT Oleh Seorang Pria
Pengacara Elza Syarif saat menjelaskan kronologi kasus dugaan KDRT yang dialami kliennya seorang WNA Panama bersama dua anaknya. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang perempuan yang merupakan warga negara asing (WNA) asal Panama berinsial RLPS diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh mantan suaminya yang merupakan warga negara Indonesia berinsial PSV. Selain RLPS, dua anaknya turut menjadi korban KDRT yang diduga dilakukan oleh PSV.

Hal itu disampaikan dalam sebuah konfrensi pers yang berlangsung di Jalan Latuharhari, Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/11/2021) hari ini. Elza Syarif selaku kuasa hukum RLPS menyampaikan jika kasus KDRT tersebut telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 27 Juni 2019.

Kasus tersebut teregister dalam nomor TBL/3878/VI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tertanggal 27 Juni 2019. Saat itu, RLPS turut membawa bukti-bukti berupa surat visum yang dikeluarkan oleh pihak RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat dan foto lebam akibat dugaan KDRT tersebut.

"Perkara itu pernah dikirim ke Kejaksaan dan pernah di SP3, dihentikan. Kami lihat kekuasaan dari suami dan lawyernya. Kemudian Praperadilan dibuka lagi jadi statusnya sampai detik ini tersangka dan diproses," kata Elza Syarief, Senin (15/11/2021) kemarin.

Baca Juga: Bocor Pengakuan Henny Rahman Menjadi Korban KDRT Zikri Daulay, Dipukuli Saat Hamil

Dalam perjalanannya, dugaan KDRT yang dilakukan oleh PSV juga terjadi saat dia dan RLPS sama-sama menjalani sidang gugatan perceraian pada 2019 lalu. Saat itu, anak pertama mereka, APVP masih berusia 9 tahun dan anak kedua, PPV masih berusia setahun.

PSV yang disebut dalam konfrensi pers kemarin sore kerap mengkonsumsi alkohol dan tempramental itu kerap melakukan dugaan KDRT terhadap APVP, anak pertama mereka yang kini berusia 11 tahun. Bahkan, APVP juga disebut sempat melakukan upaya bunuh diri di sekolahnya.

"Mereka diselamatkan oleh ibunya karena jangan sampai terjadi traumatik yang berat karena anaknya pernah melakukan percobaan bunuh diri di sekolah Mahatma Gandhi, milik kakeknya," jelas Elza.

Dalam konfrensi pers sore kemarin, sejumlah video juga diputar oleh pihak Elza Syarif. Video tersebut menampilkan seorang lelaki yang diduga sebagai PSV dan ayahnya, yang merupakan kakek dari APVP.

Meski tidak terlihat jelas, dalam video tersebut menampilkan jika dua lelaki dewasa itu berbicara dalam nada tinggi. Hanya saja, dugaan KDRT tersebut tidak benar-benar ditampilkan karena video tersebut hanya potongan-potongan saja.

Baca Juga: Kasus KDRT di Bantul Meningkat dari Tahun ke Tahun, Bupati Bentuk Kader Pencegahan

Pada layar yang ditampilkan, terlihat pula foto dari RLPS dengan luka lebam pada bagian lengan. Selain itu, rekaman suara dalam bahasa asing juga diputar, yang diduga suara dari ayah PSV yang sedang memarahi APVP.

"Dia (APVP) trauma sekali sama bapak dan kakeknya. Perlu diketehui, kehidupan mereka tertekan. Ibunya kenapa dapat kekerasan? Karena melindungi anaknya, tapi pejabat kita tidak mau kasih bantuan ke ibu ini karena klien saya orang asing," ucap Elza.

Izin Tinggal Tidak Diurus

Selain KDRT, Elza mengatkan jika kliennya juga mengalami masalah soal izin tinggal di Indonesia. Pasalnya, PSV disebut Elza tidak memperpanjang dan mencabut sponsor Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) kliennya. Di sisi lain, ketika dalam proses gugatan perceraian, PSV masih mempunyai kewajiban untuk memperpanjang KITAP Kliennya.

RLPS, kata Elza, juga sempat berupaya menjadi seorang WNI. Bahkan, upaya tersebut juga sempat dilakukan dengan mengeluarkan sejumlah biaya, tapi tidak diurus oleh PSV.

"Dia ingin jadi WNI karena ibunya WNi dan sudah pernah urus dan minta tolong ke suaminya untuk jadi WNI dan sudah keluar biaya, tapi tidak diurus suaminya," ucap Elza.

"Dan liciknya, kan KITAP sponsornya suami, tapi tidak diperpanjang. Harusnya 2020 diperpanjang," sambungnya.

Pengakuan RLPS

RLPS sore kemarin juga memberikan pernyataan melalui sambungan virtual Zoom. Kepada awak media, dia mengaku sudah 13 tahun tinggal di Tanah Air.

Selain itu, dia mengatakan jika ibunya juga merupakan WNI. Dan sebelum menikah dengan PSV, dia kerap bolak-balik Panana-Indonesia.

RLPS turut membenarkan jika anak pertamanya sempat melalukan upaya percobaan bunuh diri pada 2019 lalu. Sejak peristiwa itu, dia terus berjuang menyelamatkan nyawa kedua anaknya dari dugaan kekerasan yang dilakukan oleh PSV, mantan suaminya.

RLPS mengakui jika dugaan KDRT yang dilakukan oleh mantan suaminya terjadi secara berulang. Bahkan, dugaan KDRT tersebut bisa terjadi dua sampai tiga kali dalam seminggu.

"Bentuknya ya banyak, pukul, verbal. Dia selalu bicara yang menyakiti. Kadang dia lempar saya ke pintu jadi sering kali dan pasti ada," ucap RLPS.

RLPS juga membernarkan jika mantan suaminya kerap minum hingga mabuk. Hal itu menjadi salah satu pemicu dugaan KDRT dilakukan oleh PSV.

Selain itu, adanya perempuan idaman lain juga disinyalir menjadi penyebab dugaan KDRT dilakukan oleh PSV. Ketika pulang dalam kondisi mabuk, RLPS menyebut jika anak pertamanya kerap menjadi sasaran dugaan KDRT.

"Penyebabnya, dia punya hubungan sama wanita lain, kebanyakan sejak itu dan banyak pengsfuh dari wanita itu. Dia sering kalau pulang mabuk atau banyak minum dan pukul. Sering mabuk lah," beber RLPS.

Kubu PSV Membantah

Ivonne Woro Respatiningrum selaku kuasa hukum PSV membantah soal dugaan KDRT yang disampaikan oleh Elza Syarief maupun RLPS. Menurut dia, apa yang disampaikan oleh Elza Syarief dan mantan istri kliennya tersebut sama sekali tidak benar.

Dalam sambungan telepon pada Senin malam, Ivonne menyatakan bahwa Elza Syarief tidak cukup mempunyai bukti untuk menuding PSV melakukan dugaan KDRT. Dia meminta agar Elza tidak asal berbicara dan berkoar-koar di media massa.

"Elza punya bukti tidak? Jangan asal bicara aja gitu dia. Kami heran dia koar-koar ke mana mana tapi dia tidak punya bukti, bukti apa yang dia punya?" ucap Ivonne, Senin malam.

Pada kesempatan itu, Ivonne juga membantah soal sejumlah video yang diputar oleh pihak Elza Syarif saat konfrensi pers berlangsung. Menurut dia, video itu juga sempat diputar saat kliennya menjalani sidang perceraian dengan RLPS.

Bahkan, lanjut Ivonne, video yang diputar itu disebut majelis hakim di dalam perisidangan sebagai bukan tindakan KDRT. Sebab, di dalam video itu, PSV tidak terbukti melakukan tindakan sebagaimana yang dituduhkan oleh mantan istrinya tersebut.

"Tidak betul, karena itu pernah dipasang juga saat sidang cerai di PN Jaksel. Video itu saya nonton, hakim nonton, tidak ada dinyatakan oleh hakim dia melakukan atau terbukti melakukan kekerasan atau KDRT terhadap anak," sebut dia.

Menurut Ivonne, video tersebut merupakan potongan-potongan saja. Soal video yang menampilkan PSV sedang marah-marah, lanjut dia, hal itu disebutkan karena anak pertama yakni APVP berbicara kasar.

"Karena anak ini diajarkan tidak sopan oleh Ibunya nah akhirnya dia suka ngomong kata kata kasar nah itu yang diajarkan bapaknya dan kakeknya jangan ngomong kayak gitu. Jadi itu hal wajar seorang bapak ngajarin anaknya gitu," jelas Ivonne.

Terhadap upaya bunuh diri yang dilakukan oleh APVP, Ivonne juga memberikan komentarnya. Saat 2019, APVP tercatat sebagai siswa kelas 4 di Mahatma Gandhi School. Saat itu, PSV dan RLPS sedang menjalani proses persidanga perceraian.

Ivonne mengatakan, APVP yang saat itu berusia 9 tahun merasa tertekan atas polemik yang terjadi antara ibu dan ayahnya. Imbasnya, APVP pada suatu hari naik ke atas meja di salah satu ruang kelas.

Kata Ivonne, APVP menurunkan celananya, dan kemudian mengambil sebuah gunting dan didekatkan ke lehernya. Sontak, guru yang berada di ruang kelas itu merasa heran dan bertanya pada sang anak.

Menirukan ucapan APVP, Ivonne menyebut, "Saya stres, saya pusing orang tua saya ribut terus." Ivonne juga membantah jika upaya bunuh diri itu disebabkan oleh dugaan KDRT yang dituduhkan kepada PSV.

"Dia tidak menyebut bapak maupun ibunya tetapi orang tuanya. Kemudian atas kejadian itu sekolah memanggil," beber dia.

Ivonne juga menambahkan jika kliennya mempunyai bukti yang cukup kuat. Misalnya, PSV hendak membawa anak pertama mereka ke psikolog, sedangkan RLPS enggan.

"Sekarang ke media kok ngomongnya lain, sekarang anak itu mau bunuh diri gara gara kekerasan yang dilakukan oleh bapaknya. Yang dipakai keterangannya yang mana nih," kata Ivonne.

Lebih lanjut Ivonne berharap agar akses pertemuan PSV dan dua anaknya tidak ditutup. Selain itu, dia juga meminta agar RLPS tidak curhat dan berkoar-koar di media dan menyudutkan kliennya.

"Harapannya simple minta pertemukan anak cuma itu. Jangan tutup akses pertemuan Bapak dan Anaknya. Kita sama-sama punya hak, itu saja tapi dia tidak mau malah curhat ke media yang tidak tidak-tidak."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI