Dipaksa Tanggalkan Pakaian dan Diperiksa, Otorita Qatar Digugat

SiswantoBBC Suara.Com
Selasa, 16 November 2021 | 12:18 WIB
Dipaksa Tanggalkan Pakaian dan Diperiksa, Otorita Qatar Digugat
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekelompok perempuan Australia yang diminta menanggalkan pakaian dan menjalani pemeriksaan di bandar udara di Doha mengajukan gugatan terhadap pihak berwenang di Qatar.

Para perempuan ini diperintahkan turun dari pesawat dan diperiksa untuk mengetahui apakah ada dari mereka yang baru saja melahirkan, menyusul penemuan bayi di bandar udara Doha pada Oktober 2020.

Mereka menggambarkan insiden ini sebagai "serangan yang diperintahkan oleh negara" dan kejadian tersebut memicu kemarahan yang meluas.

Pemerintah Qatar kemudian meminta maaf dan seorang pejabat bandara dijatuhi hukuman percobaan.

Baca Juga: Suku Mori Minta Demonstran Anti Vaksin di Australia Tak Pakai Gerakan Haka

Namun para perempuan ini mengatakan setelah permintaan maaf ini "seakan-akan kasusnya sudah selesai".

Saat diminta turun dari pesawat milik Qatar Airways, para perempuan ini dikawal oleh petugas bersenjata dan dimasukkan ke dalam ambulans yang menunggu di landasan bandara.

Di kendaraan ini mereka diperiksa oleh beberapa perawat.

Baca juga:

Para perempuan ini menyatakan mereka tidak memberikan persetujuan dan tak pula diberi tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Baca Juga: Gegara Tak Mau Disuntik Vaksin COVID-19, 2 Juta Warga Australia Wajib Lockdown

Salah seorang perempuan, yang tak ingin diungkap jati dirinya, kepada BBC mengatakan, "dirinya mengalami pemeriksaan fisik yang mengerikan dan menakutkan".

"[Sebegitu mengerikan dan menakutkan] saya sampai pada kesimpulan bahwa saya akan dibunuh oleh orang-orang bersenjata atau suami saya di pesawat yang akan dibunuh," katanya melalui pengacara.

Pemeriksaan berlangsung selama lima menit sebelum mereka dikawal kembali masuk ke pesawat.

Alami 'trauma dan mimpi buruk'

Beberapa perempuan melaporkan insiden ini ke polisi saat mendarat di Australia, yang menarik perhatian publik dan memicu kecaman dari sejumlah negara.

Ketika itu, Perdana Menteri Qatar, Khalid bin Khalifa bin Abdulaziz Al Thani, mengeluarkan pernyataan di Twitter yang menyebutkan, "Kami menyesalkan perlakuan yang tak bisa diterima terhadap beberapa penumpang perempuan ... apa yang terjadi tidak mencerminkan hukum atau nilai-nilai Qatar."

Qatar melakukan proses hukum yang berujung dengan vonis hukuman percobaan terhadap seorang pejabat bandara.

Tetapi, Damian Sturzaker, pengacara tujuh perempuan Australia, kepada BBC mengatakan "upaya melakukan komunikasi dengan pihak berwenang Qatar seperti berhadapan dengan tembok".

Para perempuan ini menuntut permintaan maaf secara resmi dan juga mendesak otorita bandara mengubah prosedur untuk memastikan insiden yang menimpa mereka tak terjadi di masa depan, ujar Sturzaker.

Mereka juga menuntut ganti rugi atas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Qatar, Otorita Penerbangan Sipil Qatar, dan Qatar Airways.

Salah seorang perempuan mengatakan dirinya trauma dan mengalami mimpi buruk setelah insiden tersebut.

Ia mengatakan "pasifnya pihak berwenang di Qatar" mendorongnya untuk mengambil tindakan.

"Dengan berbicara, kami ingin memastikan tak akan ada lagi perempuan yang mengalami perlakuan yang mengerikan dan memalukan," katanya.

BBC sudah meminta komentar ke kedutaan Qatar di Camberra namun sejauh ini belum memberikan tanggapan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI