Perubahan Iklim: Apakah Tubuh Satwa Liar Menyusut Akibat Pemanasan Global?

SiswantoBBC Suara.Com
Selasa, 16 November 2021 | 11:05 WIB
Perubahan Iklim: Apakah Tubuh Satwa Liar Menyusut Akibat Pemanasan Global?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penderitaan hewan-hewan menjadi simbol perubahan iklim, tetapi para beruang kutub di Teluk Hudson Barat, Kanada, telah mengalami masa-masa paling sulit dalam beberapa dekade terakhir.

Mencairnya es di laut Arktik, yang sangat penting bagi beruang kutub sebagai tempat berburu, telah berkontribusi pada penurunan tajam populasinya di wilayah tersebut.

Dr. Stephanie Penk, seorang ahli biologi di LSM Polar Bear International, mengatakan kepada BBC bahwa jumlah beruang kutub turun dari 1.200 ekor menjadi 800 sejak tahun 1980-an.

Tetapi rekan-rekan Penk juga mengamati bahwa populasi beruang bukan satu-satunya yang menyusut - ukuran tubuhnya juga.

Baca Juga: Perubahan Iklim di Bangladesh: Terancam Kehilangan Pekerjaan dan Tempat Tinggal

Baca juga:

Tubuh beruang betina telah menjadi lebih kurus dan lebih kecil - ada kehilangan berat rata-rata 65kg dan panjang 5cm antara 1980-an dan 2010-an - dan ini kemungkinan besar akan mengurangi kemampuan mereka untuk membesarkan anak-anak mereka.

"Kami mengamati beruang betina melahirkan lebih sedikit anak daripada dahulu, dan anak-anak ini juga lebih kecil karena induknya tidak punya banyak energi untuk diberikan kepada mereka (dalam bentuk susu)," Penk menjelaskan.

"Tingkat reproduksi sudah rendah pada populasi beruang kutub yang sehat, jadi bahkan penurunan kecil pun penting."

Namun beruang kutub bukan satu-satunya hewan yang menyusut.

Baca Juga: Hadiri COP26 di Glasgow, Gus Muhaimin Tawarkan Solusi Atasi Ancaman Perubahan Iklim

Para ilmuwan percaya bahwa kenaikan suhu menyebabkan ukuran tubuh hewan di seluruh dunia menurun.

Fenomena ini sudah diamati selama beberapa dekade terakhir pada ratusan spesies, dari ikan hingga reptil, amfibi, mamalia dan bahkan serangga.

Dan daftar spesies yang terdampak tampaknya terus bertambah.

Para pakar khawatir perubahan ini dapat berdampak besar pada ekosistem dan juga memengaruhi umat manusia.

Mengapa ukuran penting

Singkatnya, ukuran tubuh adalah faktor kunci dalam fertilitas, umur, dan kemampuan suatu hewan untuk bertahan hidup dalam peristiwa seperti kekurangan makanan atau kekeringan.

Hewan selalu beradaptasi dengan perubahan di lingkungan mereka dengan menambah atau mengurangi ukuran tubuhnya, sesuatu yang dapat dengan mudah diamati dalam catatan fosil, misalnya.

Tetapi perubahan ini sekarang terjadi dengan sangat cepat, kata para ilmuwan.

Sebuah studi tahun 2020 tentang sebuah spesies [newt] yang hidup di California menemukan penurunan 20% dalam kondisi tubuh - rasio berat badan terhadap panjang - hanya dalam delapan tahun.

Laju perubahan seperti itu dapat memengaruhi kapasitas hewan untuk makan atau bereproduksi dan dapat mengakibatkan efek domino di sepanjang rantai makanan yang lebih luas, terutama jika beberapa makhluk lebih terdampak daripada yang lain.

Hewan mana saja yang menyusut?

Berbagai studi ilmiah tentang terhadap satwa liar telah mengamati bahwa perubahan iklim dapat memengaruhi berbagai aspek mulai dari habitat hingga pergeseran waktu peristiwa kehidupan seperti migrasi dan kelahiran.

Tetapi dalam satu dekade terakhir muncul semakin banyak penelitian tentang ukuran tubuh dan kemungkinan kaitannya dengan suhu.

Sebuah studi telaah pada 2020 menganalisis lebih dari 50 penelitian dengan tema tersebut.

Salah satu studi yang paling terkenal adalah analisis lebih dari 70.000 burung yang mati akibat menabrak jendela di Chicago, yang merupakan bagian dari koleksi Museum Lapangan di kota itu.

Para peneliti menemukan bahwa antara tahun 1978 dan 2016, ukuran keseluruhan 52 spesies burung telah menurun - panjang tulang kaki bagian bawah burung, yang merupakan penanda umum ukuran tubuh, telah memendek sebanyak 2,4%.

Penurunan tersebut bertepatan dengan periode meningkatnya temperatur tidak hanya di Amerika tetapi di Bumi secara keseluruhan.

Lembaga Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menyatakan bahwa suhu planet Bumi meningkat sebesar 0,08 derajat Celcius per dekade sejak 1880 dan sebesar 0,18 derajat Celcius per dekade sejak 1981.

"Kami menemukan bahwa hampir semua spesies menjadi semakin kecil," kata Brian Weeks, asisten profesor di sekolah lingkungan dan keberlanjutan di Universitas Michigan serta peneliti utama dalam studi burung tersebut, kepada BBC.

"Spesiesnya cukup beragam, tetapi mereka merespons dengan cara yang sama," katanya.

"Konsistensinya mengejutkan."

Berbagai spesies

Bukti lebih luas dari "penyusutan" ini didapatkan pada tahun 2012 oleh para ilmuwan di Inggris.

Tim peneliti dari University of Liverpool dan Queen Mary University of London menerbitkan analisis dari eksperimen dengan 169 spesies hewan yang hidup di darat atau di air, yang menemukan bahwa 90% dari hewan-hewan tersebut mencapai kedewasaan pada ukuran tubuh yang lebih kecil ketika suhu lebih tinggi.

"Ini adalah fenomena yang meluas," David Atkinson, seorang Profesor ekologi Integratif di University of Liverpool dan salah satu peneliti yang terlibat, menjelaskan.

Analisis lain dari delapan spesies ikan komersial di Laut Utara menunjukkan bahwa enam dari mereka mengalami penyusutan dalam waktu 39 tahun seiring temperatur air meningkat sejak tahun 1970-an.

Ikan dan organisme air lainnya adalah sumber makanan penting bagi miliaran orang di seluruh dunia, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

Tetapi bisakah perubahan ukuran tubuh yang diamati di tengah kenaikan suhu global ini hanya kebetulan?

Prof Atkinson percaya bahwa penurunan ukuran tubuh adalah apa yang oleh para ilmuwan disebut "respons universal ketiga" terhadap pemanasan iklim, di samping waktu peristiwa kehidupan dan jangkauan geografis.

"Tentu saja ada lebih banyak penelitian yang perlu dilakukan untuk menganalisis efek suhu di alam liar, tetapi apa yang telah kita lihat adalah tanda-tanda yang mengkhawatirkan," kata profesor itu.

"Perubahan ukuran tubuh dapat memengaruhi kelangsungan hidup individu dan keberhasilan reproduksi, yang dapat berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem."

Karena tidak semua hewan menyusut dengan kecepatan yang sama, ini dapat menyebabkan skenario di mana predator perlu makan lebih banyak mangsa untuk memuaskan rasa lapar mereka, situasi yang akan diperburuk jika tingkat kesuburan hewan yang menyusut juga turun.

Temperatur dan ukuran hewan

Perbedaan ukuran hewan dari spesies yang sama akibat temperatur sudah lama diamati di alam.

Pada abad ke-19, ahli biologi Jerman Carl Bergmann menemukan bahwa spesies hewan berdarah panas - kebanyakan burung dan mamalia, yang mampu menghasilkan panas di dalam tubuh - cenderung lebih besar ukurannya di daerah yang lebih dingin di dunia daripada di daerah yang lebih hangat.

Pola ini, meskipun tidak universal, dalam ilmu Zoologi disebut sebagai aturan Bergmann.

Sederhananya, individu besar lebih baik dalam mempertahankan panas tubuhnya daripada individu yang lebih kecil.

Efek serupa, yang dikenal sebagai aturan ukuran-temperatur, telah diamati pada hewan berdarah dingin seperti ikan, amfibi dan reptil.

Tentu saja ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan - ukuran tubuh beberapa hewan tampaknya lebih sensitif terhadap vegetasi dan kualitas makanan daripada temperatur.

Dan tentu saja ada pengecualian untuk aturan umum ini: analisis terhadap puluhan spesies oleh para ilmuwan di University of Singapore dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature Climate Change pada 2011 mendeteksi bahwa beberapa hewan malah menjadi semakin besar dalam suhu yang lebih hangat, namun yang terpenting empat dari lima spesies yang dianalisis telah mengalami penurunan ukuran.

"Banyak penelitian yang menguatkan tren umum ini, dan seiring lebih banyak penelitian yang diterbitkan mengatakan hal yang sama, kita perlu memahami mengapa tren ini terjadi dan apa artinya bagi masyarakat," tulis penulis Profesor David Bickford dan Dr Janet Sheridan.

'Penyusutan' pra-historis

Ada juga bukti yang kuat bahwa temperatur telah memengaruhi ukuran hewan selama jutaan tahun.

Sekitar 56 juta tahun yang lalu, suhu Bumi naik hingga delapan derajat Celcius dalam waktu 10.000 tahun, menurut data paleoklimatologis.

Fosil dari hewan seperti Sifrhippus, kuda purba yang pernah hidup di area yang sekarang menjadi wilayah barat tengah AS, menunjukkan bahwa spesies ini sempat mengalami pengurangan ukuran tubuh sebanyak 30%, dan kemudian pulih kembali, tumbuh sebesar 76%.

Para ilmuwan mengamati fenomena yang sama pada hewan lain seperti kerang.

Hasil serupa ditemukan dalam studi hewan darat yang hidup di Inggris selama 750.000 tahun terakhir yang dilakukan oleh Museum Sejarah Nasional Inggris. Dalam satu analisis, para ilmuwan mendeteksi fluktuasi ukuran tulang rusa merah.

"Penyusutan" ini bisa dipulihkan lagi dalam beberapa kasus.

Para peneliti dari University of New Mexico, di Amerika Serikat mempelajari fosil pelet tinja dari spesies hewan pengerat, tikus hutan ekor berbulu, dan menemukan "efek yoyo".

Ukuran tubuh tikus naik dan turun selama 25.000 tahun sejalan dengan peningkatan dan penurunan suhu.

"Ukuran tubuh menurun selama periode pemanasan iklim, seperti yang diprediksi dari aturan Bergmann dan dari respons fisiologis hingga tekanan suhu," para peneliti menyimpulkan.

Banyak spesies terbukti sangat tahan terhadap perubahan iklim di masa lalu, tetapi ada kekhawatiran bahwa, berbeda dari era-era sebelumnya, perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia menghangatkan Bumi dengan begitu cepat sehingga setiap penurunan berat badan yang dialami oleh hewan tidak mudah pulih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI