Suara.com - Sudah sejak lama, dunia pendidikan lekat dengan stigma bahwa murid yang pintar biasanya duduk di bagian kelas paling depan, sedangkan mereka yang kurang berprestasi duduk di bangku belakang. Hal ini sangat lekat dengan kepercayaan bahwa posisi siswa di dalam kelas menentukan prestasinya.
Sayangnya, sebagian masyarakat percaya pada stigma tersebut, sehingga banyak yang masih menganggap bahwa pemilihan posisi duduk di dalam kelas menggambarkan karakter, tipe belajar murid, dan berpengaruh langsung pada prestasi di sekolah.
Posisi bangku depan identik dengan murid yang pintar, rajin belajar, dan aktif bertanya pada guru saat di kelas, tapi sebaliknya, bangku belakang diyakini sebagai tempat bagi murid yang malas, tidak memperhatikan pelajaran, suka membuat onar, dan jauh dari prestasi yang membanggakan.
Stigma yang melekat tersebut, akhirnya mau tak mau menjadi semacam self-fulfilling prophecy. Murid dengan sendirinya yakin, jika ia berada di bangku depan kelas, maka ia “lebih” daripada yang lain. Lebih pintar, lebih disayang guru, lebih mendapat perhatian guru, lebih banyak teman dan lainnya.
Sebaliknya, jika ia duduk di bangku belakang, maka ia menilai dirinya sebagai “yang kurang”. Kurang pintar, kurang disayang guru, kurang mendapat perhatian guru, kurang diapresisasi sebagai teman dan sebagainya.
Murid yang telah dicap pemalas, karena duduk di bangku belakang kemungkinan kurang mendapat perhatian dari guru saat pelajaran dan seringkali kurang dilibatkan saat diskusi dengan teman sekelas. Hal ini bisa berakibat pada diskriminasi dan berdampak pada rendahnya rasa percaya diri dan self-esteem siswa.
Stigma yang diberikan masyarakat kepada murid, sekali lagi, belum tentu benar. Setiap individu memiliki keunikannya sendiri, dengan kebutuhan belajar yang berbeda-beda dan tidak ada hubungannya dengan posisi duduknya di kelas. Setiap murid merupakan individu unik dengan kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda, dan tidak seharusnya mendapat label tertentu berdasarkan posisi duduknya.
Hal ini disadari betul oleh Ruangguru, yang percaya bahwa kesuksesan seorang siswa merupakan hasil upaya dari proses belajar yang serius dan tekun, bukan dari posisi duduk di kelas.
Pengalaman Belajar Terpersonalisasi dengan Adapto
Ruangguru memiliki Fitur Adapto yang dapat memfasilitasi kebutuhan belajar siswa. Fitur ini mendukung pembelajaran dengan memberikan respons atau feedback yang terpersonalisasi kepada user, tergantung jawabannya di In Video Quiz. Ruangguru menyesuaikan ritme belajar siswa, bukan sebaliknya.
Baca Juga: 10 Pesona Sabrina Anggraini, Calon Istri CEO Ruang Guru Belva Devara
Adapto merupakan fitur adaptif dalam aplikasi RuangGuru yang bisa ditemui di video pembelajaran “Konsep Kilat” untuk jenjang SMP dan SMA. Fitur ini mendukung pembelajaran siswa dengan memberikan respons/feedback yang personal kepada user, tergantung jawabannya pada kuis (In Video Quiz).