PSHK: Permen Nadiem Cegah Kekerasan Seksual di Kampus Tidak Legalkan Zina

Minggu, 14 November 2021 | 15:39 WIB
PSHK: Permen Nadiem Cegah Kekerasan Seksual di Kampus Tidak Legalkan Zina
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim [Suara.com/Muhlis]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia atau PSHK mendukung langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim yang menerbitkan aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual/PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi mengatakan penolakan terhadap Permendikbudristek 30/2021 karena dianggap melegalkan perbuatan hubungan seksual di luar pernikahan atau zina adalah keliru.

"Penolakan yang ada cenderung berlandaskan pada pemahaman yang keliru akan konteks. Perlu dipahami bahwa semangat dari pembentukan Permendikbud Ristek tersebut sejak awal adalah melindungi segenap sivitas akademika di lingkungan perguruan tinggi dari ancaman tindakan kekerasan seksual," kata Fajri dalam keterangannya, Minggu (14/11/2021).

Perihal pasal yang mengundang penolakan terhadap Permendikbud Ristek ini, yaitu Pasal 5 ayat (2) huruf l dan m yang mencantumkan syarat "consent” atau “persetujuan korban”.

Baca Juga: Isi Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang Jadi Kontroversi

PSHK menilai syarat itu adalah unsur yang memang digunakan dalam konstruksi tindakan kekerasan. Itu kembali ditegaskan dengan sangat jelas dalam Pasal 5 ayat (3) yang menyebutkan bahwa unsur-unsur “persetujuan korban” mencakup “tidak dalam tekanan, sadar, dan tidak rentan”.

"Dalam hukum, adanya aspek persetujuan ini berkaitan dengan kecakapan dan kedewasaan peserta didik. Oleh hukum, seorang dewasa bisa menilai akibat hukum dari tiap-tiap pilihan perbuatan hukumnya," jelasnya.

"Akan tetapi, pengakuan atas otonomi itu tidak berarti mengesampingkan berlakunya nilai-nilai lain yang juga hidup di masyarakat, seperti moralitas, kesusilaan, adat setempat, serta agama," tegasnya.

Oleh sebab itu syarat consent atau persetujuan korban dalam pasal 5 ayat (2) bukan berarti melegalkan perbuatan zina.

"Justru, melalui Permendikbud Ristek ini, peluang untuk memasukkan pendidikan seksual, termasuk dari perspektif adat dan agama, dapat lebih terbuka dengan adanya kewajiban bagi perguruan tinggi untuk melakukan pencegahan, salah satunya dalam bentuk pembelajaran," tutur Fajri.

Baca Juga: Anggota Komisi X Merasa Tak Diajak Bicara Sebelum Nadiem Terbitkan Permendikbud PPKS

PSHK juga mendorong DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sudah diusulkan koalisi masyarakat sipil sejak 2016.

Sebelumnya, Peraturan Mendikbudristek 30/2021 tentang PPKS ini mendapat sorotan dari Muhammadiyah, MUI, hingga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menafsirkan salah satu pasal yang dinilai telah melegalkan perzinahan atau seks bebas di lingkungan kampus.

Hal ini dibantah oleh Kemendikbudristek yang menyebut fokus dari Permen PPKS ini adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual, sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI