Suara.com - Dua karyawati aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal yang menjadi tersangka digaji sekitar Rp4 juta hingga Rp10 juta perbulan. Mereka ditugaskan untuk menagih hutang disertai dengan ancaman ke nasabahnya. Gaji itu belum termasuk bonus.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari kedua tersangka berinisial RA (21) yang menjabat sebagai Desk Collection (penagih) digaji Rp4-5 juta, sementara AH (27) Team Leader digaji Rp10 juta.
Wakpolres Metro Jakarta Barat, AKBP Bismo Teguh Prakoso, mengatakan gaji mereka akan ditambah jika berhasil memenuhi target dengan membuat nasabah membayar lebih cepat.
"Akan mendapat bonus bila melakukan penagihan lebih cepat, dapat bonus dari atasannya mereka. Menggunakan ancaman kekerasan untuk memenuhi target," kata Bismo di Mabes Polres Metro Jakarta Barat, Jumat (12/11/2021).
Baca Juga: Pegawai Pinjol Ilegal Lakukan Ancaman ke Nasabah, Dikendalikan dari China
Agar mendapatkan bonus mereka mengirimkan pesan ke nasabahnya. Adapun beberapa contoh pesan ancaman itu sebagai berikut.
"INI GUE SEBAR DATA LO SEKARANG. KAMI PANTAU JAM 1 SIANG INI ANDA SUDAH BAYAR. KALAU TIDAK, DATA ANDA KAMI SEBARLUASKAN KALAU TIDAK DISALAHGUNAKAN."
"5.000 ORANG YANG ANDA KENAL ADA DI SINI. ANDA BAYAR JAM 8 PAGI DI SINI. ATAU DENGAN SANGAT MUDAHNYA KAMI SEBAR DATA ANDA KE SELURUH KONTAK ANDA. BAYAR SEKARANG INI DATA ANDA SUDAH DITANYAKAN TERUS OLEH TIM PENYEBAR KAMI. JAM 1 SIANG SEMUA DATA NASABAH YANG BELUM BAYAR FOTO DAN DATANYA AKAN KAMI SEBAR. PERUSAHAAN TIDAK TANGGUNG JAWAB ATAS PENYEBARAN DATA ATAU BAYAR PERPANJANGANNYA SAJA DULU."
Tak hanya itu mereka juga melakukan perbuatan ilegal dengan mengakses data nomor telepon yang tersimpan di handphone nasabah. Kemudian mengirimkan pesan berisi ancaman ke masih-masing kontak yang dicuri dengan kalimat, "WARNING! BURONAN POLISI! SUDAH PAKAI UANG KAMI TAPI TIDAK DIKEMBALIKAN DAN KABUR. KAMI ADA BUKTI."
Bismo mengatakan dalam sehari mereka melakukan penagihan hingga ke 10 nasabah. Hasil penyelidikan, pinjol Uang Hits dikelola oleh PT Karya Mandiri Trading yang dikendalikan dari China.
Baca Juga: Ancam Satroni Nasabah hingga Sebar Identitas, 2 Karyawati Pinjol Uang Hits jadi Tersangka
Dari informasi yang dihimpun Polres Metro Jakarta Barat baru ada 15 korban yang mendapat teror dari aplikasi. Namun, diduga jumlah itu bisa lebih, mengingat PT Karya Mandiri Trading sudah beroperasi di Indonesia selama empat tahun dengan berbagai aplikasi pinjol lainnya.
Seperti pemberitaan sebelumnya, RA dan AH telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan Undang-undang ITE Nomor 19 tahun 2016 pasal 27 ayat 4, dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Aplikasi pinjol dengan penagihan disertai ancaman penyebaran identitas pribadi ini terungkap setelah adanya laporan dari korban bernama Morin.
Dilaporkan Korban
Morin mengaku pada Oktober 2021 lalu meminjam uang ke salah satu aplikasi pinjol senilai Rp3 juta dengan tempo tujuh hari. Namun dana yang dicairkan hanya Rp 2 juta, dia pun merasa potongan bunga di awal itu terlalu besar.
"Saya juga enggak tahu bunga yang harus dibayar dalam waktu satu pekan itu berapa, karena sudah terlanjur pinjam ya sudah," ujar Morin kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Barat pada Rabu (11/11/2021) lalu.
Belum masuk jatuh tempo atau sekitar lima hari, tiba-tiba pihak aplikasi pinjol menghubungi Morin meminta agar uang Rp 3 juta yang dipinjamnya segera dilunasi.
Karena merasa belum jatuh tempo dia memilih tidak mengindahkan tagihan tersebut. Namun, pihak pinjol menghubunginya setiap hari, hingga diancam identitas pribadinya akan disebar. Bahkan Morin juga diancam akan didatangi ke rumahnya.
"Ada ancaman juga 'Kamu hati-hati saya tahu rumah kamu di mana', dia sampai segitunya," kata Morin.
Mendapat pesan itu, Morin langsung melunasi hutangnya. Dia berpikir jika urusannya dengan pihak pinjol telah selesai.
Namun beberapa hari kemudian dia dihubungi kembali oleh pihak pinjol dengan dali, Morin masih memiliki hutang senilai Rp3 juta.
Tidak terima dengan hal itu, dia lantas melapor ke Polres Metro Jakarta Barat.
"Karena merasa saya enggak minjam dan dapat ancaman fisik atau penyebaran data, akhirnya saya membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Barat," ujarnya.