Suara.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek), Nadiem Makarim mendapatkan banyak kritikan karena Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Padahal menurutnya, aturan tersebut menjadi pegangan bagi korban kekerasan seksual di kampus yang selama ini tidak bisa berpegangan pada hukum lainnya.
Nadiem melihat sudah ada beberapa undang-undang yang mengatur soal kekerasan seksual, tetapi tidak ada yang spesifik ditujukan bagi lingkungan perguruan tinggi. Misal saja Undang-Undang Perlindungan Anak yang ditujukan bagi anak di bawah usia 18 tahun.
Kemudian ada juga undang-undang yang mengatur soal kekerasan dalam rumah tangga. Legislasi itu memang ditujukan untuk kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah tangga.
Ada juga undang-undang yang mengatur tindak pidana perdagangan orang namun ditujukan bagi sindikat perdagangan manusia.
Baca Juga: Sebut Kasus Kekerasan Perempuan Capai 90 Persen, Nadiem: Laki-laki juga jadi Korban
"Jadi kita ada kekosongan ini di usia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjerat dalam sindikat perdagangan manusia, dan kampus ini masuk di dalam kotak ini," kata Nadiem dalam acara Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual secara virtual, Jumat (12/11/2021).
Nadiem juga melihat terdapat sejumlah keterbatasan dalam penanganan kasus kekerasan seksual apabila menggunakan KUHP. Karena di dalam aturan tersebut, tidak ada pemberian fasilitas khusus kepada korban. Pun dengan kekerasan seksual berbasis online tidak tertuang dalam KUHP.
Padahal menurutnya, civitas akademika dan tenaga pendidikan termasuk yang menjadi pengguna perangkat digital secara aktif. Nadiem juga menyebut kalau dampak psikologis yang dialami korban kekerasan seksual secara digital juga sama dengan korban kekerasan seksual secara langsung.
"Jadi ini harus kita masukkan dan konsiderasi bahwa sekarang dengan dunia teknologi, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang veribal non fisik dan secara digital itu juga harus ditangani segera," ujarnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengungkapkan setidaknya terdapat 4 tujuan besar di balik penerbitan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual tersebut. Tujuan yang paling utama ialah untuk memberikan fasilitas pendidikan yang aman.
Baca Juga: Permen Anti Kekerasan Seksual di Kampus Jadi Polemik, Nadiem Ungkit Nasib 3 Anaknya
Kedua memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk bisa mengambil langkah tegas.
"Saat ini belum ada kerangka hukum yang di mana banyak kali dosen dan rektor berbicara kepada saya mengenai masalah ini, Tapi mereka kadang-kadang tidak tahu cara untuk mengambil tindakan karena belum dikasih payung hukum yang jelas," ungkapnya.
Tujuan ketiga ialah memberikan edukasi soal isu kekerasan seksual dan keempat yakni menjadi sarana kolaborasi antara kementerian, kampus-kampus, untuk menciptakan budaya akademik yang sehat sesuai dengan akhlak mulia.
"Sasarannya siapa? Semua Permen PPKS ini adalah ruang lingkupnya adalah siapapun, walaupun itu pelaku ataupun korban ya, kalau salah satu dari mereka itu ada di dalam lingkungan kampus, Permen PPKS ini berlaku."