Suara.com - Persoalan pinjaman online (pinjol) bukan menjadi permasalahan di ranah privasi belaka, namun telah menjadi permasalahan publik secara luas. Sebab, praktik pinjol dengan pola penagihan yang serampangan telah berjalan secara masif dan bahkan mengabaikan hak asasi manusia.
Hal tersebut disampaikan oleh pengacara publik LBH Jakarta Charlie Albajili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/11/2021). Sebagaimana diketahui, LBH Jakarta bersama 19 warga datang ke lokasi dan membikin gugatan warga negara atau citizen law suit terkait pinjol.
"Problem pinjaman online ini sudah sangat masif dan di sini bukan hanya persoalan privat saja, ini persoalan publik. Ini ada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di sini. Itu kenapa kami menggunakan mekanisme citizen law suit, karena bukan hanya korban yang dirugikan, tapi masyarakat indonesia secara keseluruhan," kata Charlie.
Pada masa pandemi Covid-19, problem lemahnya regulasi mengenai pinjol terlihat begitu nyata. Charlie menyebut, lemahnya regulasi tersebut banyak masyarakat di Indonesia.
Baca Juga: Regulasi Pinjol Makan Banyak Korban, Jokowi, Maruf hingga Puan Digugat Warga ke Pengadilan
"Tentunya dengan berbagai keterbatasan pendidikan, dan mereka tidak mengetahui tentang bahaya bahaya dari praktik pinjaman online," ucap dia.
Gugatan yang dibuat kali ini bukan sekedar menagih tindakan reaktif pemerintah yang dalam waktu ke belakang telah merespons permasalahan pinjol tersebut. Justru yang menjadi problem adalah aturan atau regulasi yang masih lemah dan berujung pada jatuhnya banyak korban.
"Problemnya bukan masalah legal atau ilegal, tapi aturan tentang pinjaman online masih sangat lemah diatur oleh pemerintah," ucap Charlie.
Lemahnya regulasi dari pemerintah, lanjut Charlie, memunculkan banyak problematika. Mulai dari korban yang tidak sanggup membayar utang satu per satu bermunculan hingga praktik penagihan utang yang serampangan dan tidak manusiawi.
"Jadi sini memang apa yang kami tuntut adalah bagaimana negara, pemerintah, DPR maupun OJK membuat regulasi yang lebih komperhensif yang tujuannya perlindungan terhadap konsumen, khususnya warga negara," papar Charlie.
Baca Juga: Sering Dibahas Dalam Pinjol, Apa Itu OJK Serta Peran dan Tugasnya?
Daftar Gugatan
Kedatangan pihak penggugat turut diwarnai aksi simbolik berupa bola rantai yang terikat di tubuh para penggugat. Bola rantai itu bertuliskan "Utang Pinjol", "Teror Pinjol", "Data Sebar Pinjol", hingga "Regulasi Pinjol".
Dalam gugatan ini, pihak penggugat bukan berasal dari korban saja. Mereka berasal dari berbagai macam kalangan seperti pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM), pemerhati perempuan dan anak, pendamping masyarakat miskin perkotaan, komunitas disabilitas, buruh, hingga mahasiswa.
"Hari ini kami 19 warga negara Republik Indonesia, mewakili seluruh warga dari seluruh indonesia, mendaftarkan gugatan pinjaman online," kata Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Sirait di lokasi.
Jeanny mengatakan, gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas perbuatan melawan hukum atas kegagalan negara mengendalikan penyelenggaraan pinjaman online di Tanah Air. Adapun pihak tergugat di antaranya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya, Ma'ruf Amin, Menteri Komunukasi dan Informatika Johnny G. Plate, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
Jeanny menjelaskan, Jokowi-Ma'ruf masuk menjadi pihak tergugat karena tanggung jawabnya sebagai pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan negara. Dalam konteks ini, Jokowi-Ma'ruf sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
Kemudian, Menteri Komunukasi dan Informatika, Johnny G. Plate turut menjadi tergugat lantaran bertanggung jawab atas mekanisme pendaftaran aplikasi pinjaman online. Sementara Puan selaku Ketua DPR RI lantaran punya tanggung jawab dalam hal pengawasan terhadap kinerja OJK, Presiden dan Menteri serta Wakil Presiden.
"Terakhir yang juga pasti harus digugat adalah ketua otoritas, dewan komisaris OJK yang harusnya memiliki kewenangan penuh terhadap mekanisme penyelenggaraan pinjaman online di Indonesia dan mengatur seluruh regulasi terkait dengan penyelenggaraan bisnis pinjaman online di Indonesia," jelas Jeanny.
Menambahkan Jeanny, Arif Maulana yang juga berasal dari LBH Jakarta mengatakan, gugatan ini adalah bagian dari tuntutan menagih tanggung jawab negara dalam memastikan jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Dalam hal ini, hak rasa aman dan hak privasi warga negara.
Arif memaparkan, penyelenggaraan pinjol yang berlaku hari ini di Indonesia menempatkan warga negara ada dalam himpitan mekanisme pasar tanpa adanya perlindungan dari negara. Negara, kata dia, telah gagal memastikan jaminan terhadap warga negara.
"Negara telah gagal dalam memastikan jaminan penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak atas privasi dan juga hak rasa aman warga negara," papar Arif.
Pinjaman online, dalam pandangan Arif, seharusnya bertujuan memberikan akses inklusi ekonomi kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ada eksploitasi dan penindasan dengan jubah bernama pinjaman online.
"Dan yang kami saksikan justru seperti lintah darat, difasilitasi oleh negara, masyarakat tidak dilindungi tapi para provider bisa meraih keuntungan sebesar-sebesarnya," tegas dia.
LBH Jakarta bersama para penggugat juga berharap gugatan yang dilayangkan kali ini juga bisa memastikan tanggung jawab negara untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia berjalan sepenuhnya. Kekinian, nomor gugatan tersebut masih dalam proses pengetikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.