Dalai Lama Mengkritik Pemimpin China yang Dinilainya Terlalu Mengontrol

SiswantoABC Suara.Com
Jum'at, 12 November 2021 | 05:43 WIB
Dalai Lama Mengkritik Pemimpin China yang Dinilainya Terlalu Mengontrol
Pemimpin keagamaan di Tibet, Dalai Lama (tengah) menghadiri sebuah acara. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemimpin Tibet dalam pengasingan Dalai Lama mengatakan para pemimpin China tidak "memahami adanya keberagaman budaya di dunia" dan mengatakan kontrol ketat yang dilakukan Partai Komunis China bisa berbahaya.

Pemimpin Tibet berusia 86 tersebut hari Rabu (10/11) juga mengatakan dia akan tetap berada di pengasingan di India, tempat ia bermukim sejak tahun 1959.

Sebagai pemimpin agama Buddha Tibet, Dalai Lama juga mengatakan tidak tidak akan terlibat dalam 'politik yang rumit' antara China yang dikuasai oleh Partai Komunis yang ateis dengan Taiwan kawasan yang memiliki aliran Buddha. 

Berbicara dalam acara online yang diselenggarakan oleh Tokyo Foreign Correspondents Club, Dalai Lama mengatakan dia tidak memiliki rencana untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dan juga menolak memberikan komentar mengenai rencana Xi Jinping untuk terus berkuasa setelah masa jabatan lima tahun ketiganya selesai.

Baca Juga: Demi Kuasai Tibet, China Diklaim Susun Strategi 'Bunuh' Dalai Lama

"Dalam realitasnya, terlalu banyak kuasa buruk bagi masyarakat."

China dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkatkan usaha untuk mengatur seluruh agama di sana dan meningkatkan usaha melakukan asimilasi budaya dengan sasaran warga Tibet, warga Muslim Uyghur dan kelompok minoritas lainnya.

Dalai Lama mengatakan dia tidak mau terlibat dalam 'masalah politik lokal' namun mendedikasikan hidupnya untuk membantu 'para saudara' baik di Taiwan maupun di China Daratan.

"Situasinya agak rumit," katanya.

Baca Juga: Dalai Lama Sesalkan Aksi Brutal Polisi AS yang Menewaskan George Floyd

"Kadang saya merasa bahwa sebagai pendeta Buddha sederhana seperti saya, saya tidak ingin terlibat dalam politik yang rumit," katanya sambil tertawa.

Dalai Lama sudah mundur dari politik sejak tahun 2011 namun masih menjadi kekuatan utama dalam usaha mempertahankan tradisi dan budaya Tibet.

China menuduhnya sebagai pejuang kemerdekaan Tibet dan sudah tidak menjalankan kontak dengan perwakilan Dalai Lama selama lebih dari 10 tahun.

Dalai Lama mengatakan dia hanya memperjuangkan adanya otonomi lebih besar untuk Tibet dan perlindungan bagi budaya Buddha di sana.

Juru bicara Departemen Luar Negeri China, Wang Wenbin, mengatakan pintu dialog dengan Dalai Lama 'tetap terbuka' tapi tidak akan mendiskusikan status Tibet.

"Yang harus dilakukan dari pihak Dalai Lama adalah menghentikan posisi untuk memecah belah China, menghentikan kegiatan pemisahan diri dan melakukan tindakan nyata untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari pemerintah pusat dan warga China," kata Wang dalam jumpa pers harian hari Rabu.

Memuji komentar Paul Keating

Dalam jumpa pers tersebut, Wang Wenbin juga mengatakan bahwa pemerintah Australia harus mendengarkan pendapat 'yang objektif dan rasional' mengenai China di Australia ketika ditanya mengenai komentar yang dikeluarkan oleh mantan Perdana Menteri Australia Paul Keating.

Paul Keating sebelumnya memperingatkan pemerintah Australia untuk tidak terlibat konflik dengan China terkait Taiwan karena "Taiwan bukanlah kepentingan utama bagi Australia".

Ketika ditanya bagaimana Australia bisa mengembalikan hubungan dengan China, Paul Keating mengatakan Beijing menghendaki rasa hormat yang lebih besar dari  Australia.

Wang Wenbin mengatakan, untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara, semuanya tergantung pada Australia.

"Sudah sekian lama banyak tokoh visioner di Australia memberikan pandangan yang objektif dan rasional terkait hubungan China-Australia dan memberikan usulan yang bermanfaat untuk meningkatkan hubungan bilateral," katanya.

"Pihak Australia sepenuhnya bertanggung jawab atas kemunduran hubungan kedua negara, dan harus memandang China secara objektif, serta menjalani hubungan bilateral dengan prinsip kesetaraan dan saling menghormati."

"Australia harus memperbaiki pernyataan dan tindakan salah terhadap China yang sudah terjadi dan melakukan hal yang bisa membantu meningkatkan rasa saling percaya dan kerja sama praktis."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI