KTT Iklim COP 26 di Glaslow, KLHK: Terdapat Kemajuan Besar dalam Proses Negosiasi

Senin, 08 November 2021 | 18:55 WIB
KTT Iklim COP 26 di Glaslow, KLHK: Terdapat Kemajuan Besar dalam Proses Negosiasi
Direktur Jenderal PPI KLHK, selaku Ketua Delegasi Indonesia pada COP 26 Laksmi Dhewanthi. (Dok: KLHK)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Negosiasi yang terjadi dalam KTT Iklim COP 26 di Glaslow, Skotlandia, dinilai cukup baik. Terdapat kemajuan besar dalam proses negosiasi, terutama dalam hal telah disepakatinya prosedur dan teks/narasi untuk membahas isu-isu krusial.

"COP-26 ini penting, karena inilah waktunya dimana negara-negara dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda karena pandemi Covid 19,” ujar Direktur Jenderal PPI KLHK, selaku
Ketua Delegasi Indonesia pada COP 26 Laksmi Dhewanthi, Sabtu (6/11/2021).

Sinyal positif ini diharapkan menjadi sebuah tanda akan dicapainya kesepakatan-kesepakatan penting, yang segera dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement (Paris Rules Book) yang semestinya mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Laksmi pun menjelaskan tentang perkembangan perundingan. Dalam tempo 2-3 hari pertama, isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan, ini menjadi positif karena seluruh negara yang terlibat dalam perundingan segera dapat bernegosiasi dengan bahan yang sama.

Baca Juga: Waspada La Nina, KLHK Tetap Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan

"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama,” imbuh Laksmi.

Selesainya pembahasan agenda-agenda prosedural, serta terdapatnya teks/narasi dasar yang telah disepakati untuk dirundingkan bersama-sama atas isu-isu krusial, akan membuat negosiasi-negosiasi selanjutnya berjalan lebih efektif dan efisien.

Laksmi juga menjelaskan jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP-26 ini. Sejumlah isu-isu krusial berusaha untuk diselesaikan dalam pelaksanaan COP-26 ini, isu krusial pertama terkait operasionalisasi dari artikel 6 Perjanjian Paris atau Paris Agreement, yang menyangkut instrument pasar dan nonpasar (market-nonmarket) atau carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030.

Berikutnya isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. Ada periode waktu yang perlu disepakati antar negara, yaitu 5 atau 10 tahun sekali.

Kemudian ketiga, isu krusial mengenai metodologi bagaimana format pelaporan terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi (Common Reporting Format, Common Reporting Tables).

Baca Juga: KLHK Buat Standarisasi Bank Sampah Nasional

Hal ini agar apa yang menjadi komitmen negara-negara di dunia untuk penurunan emisi GRK dalam Nationally Determined Contributions (NDC) mereka, bisa ditelusuri dan dilaporkan dengan metodologi yang standar sesuai kesepakatan bersama agar mudah disintesakan.

Selanjutnya yang keempat, isu krusial terkait Global Goal on Adaptation atau kesepakatan untuk mendefinisikan tujuan global adaptasi. Dan kelima isu krusial terkait finance atau pendanaan. Ada dua hal penting dalam kaitan pendanaan. Pertama, bagaimana kita bisa memastikan rencana-rencana atau janji negara maju untuk membantu negara berkembang turut serta dalam usaha pengendalian perubahan iklim.

Kedua, adalah bagaimana kita merancang New Collective Quantified Goal (NCQG) nanti pada 2030-2050 untuk mengetahui secara lebih pasti berapa sebenarnya dana yang akan dimobilisasi negara maju kepada negara berkembang untuk aksi-aksi pengendalian perubahan iklim.

"Karena jika tidak ada target baru yang kuantitatif, nanti akan sulit mengukurnya. Kalau kita hanya menyebut perlu dana yang memadai dan cukup, akan sulit mengukurnya. Jadi perlu collective quantified goal,” tegas Laksmi.

KTT Iklim COP 26 merupakan kali ke 26 penyelenggaraan COP sejak pertama kali diselenggarakan tahun 1994 lalu dengan inisiasi dari PBB. KTT Iklim COP 26 ini secara keseluruhan terdiri atas 5 rangkaian pertemuan, yaitu pertama pertemuan COP-26 itu sendiri, kemudian kedua pertemuan Protokol Kyoto ke 16, Ketiga pertemuan untuk CMA13.

Keempat Sesi SBI atau Subsidiary Body for Implementation, dan kelima Sesi SBSTA (Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice), semua dilakukan secara parallel dalam COP-26.

Selain negosiasi yang meliputi 5 agenda di atas tadi, masih ada jalur non-negosiasi untuk mendukung apa yang sedang dinegosiasikan sekaligus memberikan edukasi-edukasi kepada publik. Jalur negosiasi penting untuk menunjukkan kepada publik aksi-aksi iklim yang telah dilakukan oleh masing-masing negara pihak dalam KTT Iklim COP. Indonesia menggunakan jalur non negosiasi dengan menyelenggarakan Paviliun Indonesia.

KTT Iklim COP 26 juga diisi dengan agenda mobilisasi pendanaan dan juga agenda World Leaders Summit dan High-Level Segments yang membahas berbagai isu seperti energi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan inovasi, transportasi, pembangunan kota, dan juga pembangunan yang ramah lingkungan.

Selama dua minggu di Glasgow, yaitu 31 Oktober hingga 12 November 2021, selegasi Indonesia akan berjuang mencapai kesepakatan melalui jalur negosiasi dan non negosiasi atas agenda-agenda krusial. Tentu saja kesepakatan yang dicapai harus mereflesikan kepentingan berbagai negara-negara pihak, termasuk Indonesia sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI