Suara.com - Sejumlah aktivis muslim menegaskan keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbudristek PPKS) sudah tepat karena berorientasi pada perlindungan masyarakat.
Adanya anggapan berbeda terhadap aturan ini dinilai sebagai bentuk ketidakpahaman bagaimana cara berpihak kepada korban kekerasan seksual.
Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus Aktivis Kesetaraan Gender, Kalis Mardiasih, menyatakan semua warga negara yang normal semestinya turut berbahagia dengan lahirnya Permendikbudristek PPKS.
Cakupan Permendikbudristek PPKS cukup lengkap karena memuat poin pencegahan, penanganan dan perlindungan kekerasan seksual yang berfokus pada perlindungan dan keadilan untuk korban.
"Permendikbudristek PPKS lahir dari pengalaman korban kekerasan seksual di kampus. Tentu saja, Permendikbudristek tetaplah dokumen. Dokumen dapat memiliki “bunyi” jika diimplementasikan oleh “leading sector” yang berkomitmen," ujarnya ditulis Sabtu (6/11/2021).
Terkait penolakan oleh segelintir pihak, Kalis mengungkapkan kelompok penolak Permendikbudristek PPKS tidak sepakat dengan definisi kekerasan seksual sebagai tindakan pemaksaan di luar persetujuan seksual (sexual consent) seseorang.
Padahal, masyarakat pada umumnya akan sepakat dengan definisi tersebut yang artinya setiap individu memiliki otoritas dalam menetapkan batas ruang aman bagi tubuhnya sendiri dan bisa melawan pihak-pihak yang melecehkan, mengancam dan menyerang keamanan diri sendiri.
Menurut dia, sebagai manusia beragama yang beriman bahwa seks yang dapat diterima adalah seks berbasis kesepakatan di dalam lembaga pernikahan, dapat melindungi diri dari praktik pelecehan seksual di sekitarnya.
“Tapi, kelompok kecil yang menolak tidak sepakat. Mereka justru membayangkan pemaknaan sexual consent akan membuat semua orang melakukan seks dengan suka sama suka. Mereka membayangkan semua orang tak punya pikiran mandiri dan tak punya martabat diri sehingga semua orang akan menyepakati aktivitas seksual. Sungguh sebuah imajinasi yang merendahkan manusia yang berakal dan bermoral,” tegasnya
Baca Juga: Ditangkap! Pemerkosa Anak di Medan Ternyata Pacar Ibu Korban
Menurut Kalis, hal yang paling membingungkan dari warga negara yang menolak Permendikbudristek PPKS ini adalah tuduhan bahwa Pemerintah telah melegalisasi zina. Padahal, jika memahami substansi dokumen ini berisi penanganan kasus dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Tidak ada satu pun pembahasan soal zina.