Suara.com - Seorang kakek bernama Jahya Komar Hidayat diduga menjadi korban kriminalisasi. Pria berusia 74 tahun itu harus mendekam di sel Polda Metro Jaya dalam keadaan sakit dan kondisi sel yang tidak layak.
Komar lewat kuasa hukumnya Reynald Tonak mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna melaporkan dugaan pelanggaran HAM dan meminta perlindungan hukum, Jumat (5/10/2021).
Reynald mengatakan kliennya ditangkap Polda Metro Jaya atas dasar dugaan pemberian kesaksian palsu pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur tahun 1999. Dugaan itu dilaporkan oleh seorang pria berinisial CS.
Penangkapan dilakukan Polda Metro Jaya pada 28 September 2021 lalu di kediaman Komar di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Reynald mengatakan kasus kriminalisasi terhadap kliennya diduga dilakukan agar CS dapat mengusai aset PT Tjitajam berupa tanah seluas 150 hektare di Citayam, Bogor.
PT Tjitajam sendiri merupakan milik Komar dan juga sekaligus menjabat sebagai komisaris perusahaan tersebut.
“Tujuan penangkapan ini dilakukan adalah, kami merasa bahwa klien kami dibuat sedemikian rupa supaya melakukan hal yang namanya menyerah. Untuk menyerahkan seluruh aset-aset PT Tjitajam kepada pihak-pihak pelapor dalam hal ini Pak CS,” ujar Reynald kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jumat (5/11/2021).
Baca Juga: Babak Baru Kasus Pelecehan Pegawai KPI, Komnas HAM Beri Kesimpulan November Ini
Padahal dalam sengketa aset PT Tjitajam, antara kliennya dengan pihak CS, Reynald mengklaim Komar telah menang sebanyak sembilan kali di pengadilan.
“Dengan sembilan putusan inkrah yang berkekuatan hukum tetap dimenangkan oleh putusan. Bahkan telah dilakukan eksekusi pada tanggal 15 September 2021 oleh Ketua Pengadilan Negeri Cibinong,” jelasnya.
Dia pun menyoroti penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap kliennya.
“Penangkapan oleh kepolisian Polda Metro Jaya (PMJ) dalam hal ini unit tiga Jatanras PMJ dan saat ini usia beliau yang sudah 74 tahun mengidap penyakit kanker ganas sudah stadium tiga. Ada autoimun dan kebocoran jantung namun ditangkap dan ditahan lalu dimasukkan ke sel tikus,” ungkap Reynald.
Bahkan kata dia, penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya tanpa dilakukan pemanggilan terlebih dahulu terhadap kliennya.
“Langsung dilakukan penangkapan karena katanya berkasnya sudah dilakukan P21 oleh Kejaksaan,” kata Reynald.
Tak hanya itu, rumah Komar dilakukan penggeledahan tanpa ada surat perintah penggeledahan.
“Ditanyakan oleh pihak kami, mana surat perintah atau surat izin dari ketua pengadilan untuk penyidik melakukan penggeledahan di dalam rumah klien kami. Tapi penyidik tidak bisa menunjukkan surat tersebut. Rumah klien kami diacak-acak, dibongkar-bongkar, dicari sesuatu yaitu yang mereka cari sertifikat tanah PT Tjitajam yang mereka bilang itu ada dalam penguasaan kami,” ujar Reynald.
Reynald mengatakan selama Komar ditahan di Polda Metro Jaya ditempatkan di sel yang tidak layak. Hal itu juga yang membuat iba, mengingat Komar sudah berusia senja dan kondisi kesehatannya.
“Di situ banyak sekali tikus, kurang lebih ada sekitar ratusan tikus, beberapa menit sekali makan itu pasti tikus bolak balik ke situ. Itu bukan atas terkaan kami. Tapi kami juga sudah melakukan dialog dengan klien kami, tentang keadaan terakhir dia di sana seperti apa. Sudah terkonfirmasi di hadapan penyidik. Bahkan saya tanyakan kepada penyidik tega bangat kamu sama orang tua ini, di mana hati nuranimu, orang sudah sakit-sakitan,” ungkap Reynald.
Karenanya mereka pun mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan dugaan pelanggaran HAM terjadi terhadap Omar.
“Kami datang kepada Komnas HAM karena ini berkaitan dengan proses penegakan hukum dan HAM. Di sini kami melihat bahwa tidak negara hadir. Untuk supaya negara hadir kami datang kepada komisi terkait yang namanya Komnas HAM, supaya melihat, megantensikan masalah ini agar menjadi perhatian Presiden Jokowi,” ujar Reynald.
Baca Juga: Jokowi Tak Kunjung Kabulkan Grasi Terpidana Mati Merri Utami, Keluarga Ngadu ke Komnas HAM